Mohon tunggu...
heru suti
heru suti Mohon Tunggu... Administrasi - Merdeka

Menulis untuk menghasilkan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dilan, Endank Soekamti, dan Kecerdasan Apresiasi Seni

16 Februari 2018   09:44 Diperbarui: 16 Februari 2018   16:52 913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemaren kan valentine, di instagram ada beberapa postingan quote pidi baiq semisal : "Cinta itu indah, jika bagimu tidak, mungkin kamu salah memilih pasangan "

Jadi, sejak film Dilan heboh, quote-quote si surayah yang dulu hanya dikonsumsi oleh kalangan tertentu kini mendadak semua orang ikut ngeshare, yang dulu "eksklusif" kini jadi "mainstream". Salahkah? Nggak juga sih. Tapi tetep aja jujur, secara subyektif  kayak ada penurunan tingkat kekerenan (haha) ketika yang dulu tidak semua orang tahu dengan jika semua orang tahu. 

Dan saya memang suka karya-karya Pidi Baiq ini, sebagai seorang yang suka saya boleh berharap sesuatu yang eksklusif, di saat yang sama sebagai seorang seniman Pidi juga berhak meluaskan pangsa penikmat hasil karyanya dan dalam konteks yang lebih besar lagi, masyarakat (siapapun itu) perlu dan wajib mendapatkan karya seni yang bermutu.

Film Dilan booming dengan jumlah penonton yang fantastis, mendapat respon positif di kalangan remaja maupun mereka yang seumuran saya generasi 90an. Saya belum nonton sih karena memang jarang nonton bisokop, lebih suka baca sastra atau nonton bola, haha...  Tapi sepertinya mereka merasakan semacam kesegaran kognitif yang sama dengan yang saya rasakan ketika pertama mengenal karya si Pidi Baiq. 

Waktu itu buku Drunken Monster, aku ingat betapa pertama ngomel tiada terkira dengan bahasan dan bahasa kacau yang ada di buku itu. Tapi seiring dengan halaman-halaman buku yang makin banyak dibaca ada semacam "natural insight" yang secara halus memasuki kesadaran hasil dari pemahaman bacaan. 

Tema besar yang disampaikan penulis nyampai. Tema besar tulisan-tulisan pidi adalah : enjoy your life dan kemerdekaan berpikir. Lalu, implikasi dari enjoy your life itu akan menghasilkan keorisinilan perilaku. Hal-hal konyol yang diceritakan Pidi dalam serial drunken-nya adalah hal-hal yang sebenarnya pernah terlintas di pikiran namun tidak ada gairah yang cukup untuk mewujudkannya dalam perilaku. Iya, kemerdekaan itu bahkan dimulai dari bagaimana kita berpikir. 

Dan sialnya, bahkan di pikiran kita sendiri kita tidak merdeka. Merdeka dari belenggu norma dan penilaian sosial, merdeka dari nafsu dan amarah, merdeka dari hasrat narsis. Karena kemerdekaan yang sesungguhnya dari pikiran adalah kemampuannya untuk bertumbuh. Bertumbuh dalam keorisinalan hasil belajar, hasil mengamati, mengimitasi dan mensisntesiskan sebuah ide...

Demam Dilan di kalangan remaja nek menurut saya  positif jika dikaitkan dengan bagaimana kualitas karakter yang dimiliki si Dilan (dan tema besar dari karya Pidi Baiq). Tapi kan, sebuah karya tentu mengandung banyak komponen dan terkadang penikmat seni tidak mau susah-susah memahami keseluruhan dari semua komponen tersebut terangkai menjadi sebuah karya. Kebanyakan orang hanya mengambil komponen-komponen tertentu yang mereka sukai. 

Misal sebuah band punk macam Superman Is Dead atau Endank Soekamti. Dua grup band ini adalah grup musik cadas yang punya idealisme yang luar biasa, personil-personil SID yang konsisten konsern terhadap pelestarian lingkungan misalnya atau Eix Soekamti dengan project Does University-nya. 

Tapi kan sekali lagi orang (terutama abegeh) terkadang malas memahami sebuah karya secara keseluruhan, terkadang hanya mengambil beberapa komponen, misal dalam musik keras salah satu komponennya adalah dandan sangar dan loncat-loncat waktu perform. Dan sialnya ada orang-orang yang hanya  mengambil dua unsur itu saja: dandan sangar dan loncat-loncat.

Pernah ada yang membagi penikmat karya seni dengan tingkatan sebagai berikut:

  1. Sebagai konsumen yang membeli
  2. Sebagai fans yang mengidolakan
  3. Sebagai lembaga sensor dengan standar moral yang dimilikinya
  4. Sebagai kritikus
  5. Sebagai manusia yang bisa memahami, maksudnya sebagai individu mandiri yang punya identitas yang bisa melihat sebuah karya dari sudut pandangnya sendiri, mampu menyerap pelajaran dan mau/ bisa memahami maksud dari karya seni tersebut.

Yang nomor lima ini idealnya dimiliki oleh semua penikmat seni . Saya sangat yakin bahwa tiga pilar penting dalam membangun sebuah bangsa: agama, ilmu pengetahuan dan kesenian. Tiga hal tersebut saat ini belum maksimal dalam aplikasinya. Ada banyak sebab, untuk kesenian salah satu penyebabnya ya itu tadi : kecerdasan apresiasi seni

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun