Mohon tunggu...
Yhouga Ariesta
Yhouga Ariesta Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada '07. Kota asal Malang. Tinggal sementara di bantaran saluran irigasi Selokan Mataram, Pogung Kidul. Kunjungi http://yhougam.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Potret Tawadhu’ Para Salaf (Catatan Kajian Masjid Al I’tisham Sudirman)

25 Oktober 2011   06:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:32 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di zaman sekarang ini manusia menyangka bahwa keadaan diri mereka telah baik, shalih. Padahal sejatinya mereka sendiri tahu, berbagai borok dan kekurangan dirinya. Namun segunung dosa itu mereka tepis, layaknya lalat yang hinggap di mukanya. Adapun, kondisi orang-orang shalih terdahulu, dosa kecil dan remeh yang mereka perbuat, telah nampak seakan segunung dosa yang tidak akan terampuni. Padahal mereka senantiasa mengiringi dosa tersebut dengan amal shalih yang sedemikian hebatnya. Inilah, beda kondisi manusia di zaman sekarang, dengan kondisi di zaman para pendahulu kita yang shalih. قال مصرف فى دعائه بعرفة: “اللهم لا ترد الناس لأجلى”. Mutharrif berdoa ketika berada di padang Arafah, “Ya Allah, janganlah engkau tolak doa manusia karenaku” *Maksudnya Musharrif benar-benar mengira bahwa diantara manusia yang ketika itu berada di Padang Arafah, dialah yang paling banyak dosanya. بكر بن عبد الله المزني: “لما نظرت إلى أهل عرفات ظننت أنهم قد غفر لهم، لولا أني كنت فيهم” Bakr bin Abdullah Al Muzanniy berkata, “Ketika aku melihat orang-orang di Arafah aku mengira bahwasanya mereka akan diampuni seandainya aku tidak berada ditengah-tengah mereka(!)” وقال أيوب السختياني: “إذا ذكر الصالحون كنتُ عنهم بمعزل”. Berkata Ayyub As Sikhtiyani, “Jika disebutkan tentang orang-orang shalih, aku tidaklah termasuk diantara mereka” ولما احتضر سفيان الثوري دخل عليه أبو الأشهب، وحماد بن سلمة، فقال له حماد: “يا أبا عبد الله، أليس قد أمنت مما كنت تخافه؟ وتقدم على من ترجوه، وهو أرحم الراحمين، فقال: يا أبا سلمة، أتطمع لمثلي أن ينجو من النار؟ قال: إي والله، إنى لأرجو لك ذلك”. Ketika Sufyan Ats Tsauri tengah menghadapi kematian, masuklah Abul Asyhab, Hammad bin Salamah, dan berkatalah mereka kepada Sufyan, “Wahai Abu Abdillah, bukankah kini engkau telah aman dari apa yang engkau takutkan? (yaitu fitnah dunia yang mereka orang-orang shalih sangat khawatir terhadapnya ketika masih hidup –pen) Kemudian engkau akan segera bertemu dengan yang engkau harap-harapkan, Dialah Arhamu Ar Rahimin”. Kemudian Sufyan menjawab, “Wahai Abu Salamah, apakah menurutmu aku akan selamat dari api neraka?” “Iya, demi Allah. Sesungguhnya aku berharap demikian.” *Perhatikan bahwa Sufyan Ats Tsauri, yang masih khawatir dirinya akan masuk ke dalam neraka. Sementara di zaman sekarang manusia begitu yakin dirinya akan masuk ke dalam surga. Wal ‘iyadzubillah. **Jawaban dari Abu Salamah merupakan perkara yang disyariatkan kepada seorang yang tengah menghadapi ajal, yaitu membesarkan harapan dan motivasinya akan surga dan ampunan dari Allah. وذكر زيد عن مسلم بن سعيد الواسطي قال: أخبرني حماد بن جعفر بن زيد: أن أباه أخبره قال: “خرجنا فى غزاة إلى كابل، وفى الجيش: صِلة بن أشيم، فنزل الناس عند العتمة، فصلوا ثم اضطجع فقلت: لأرمقن عمله، فالتمس غفلة الناس، حتى إذا قلت: هدأت العيون وثب فدخل غيضة قريبا منا، فدخلت على أثره، فتوضأ، ثم قام يصلي، وجاء أسد حتى دنا منه، فصعدت فى شجرة فتراه التفت أو عده جروا؟ فلما سجد قلت: الآن يفترسه، فجلس ثم سلم ثم قال: أيها السبع، اطلب الرزق من مكان آخر. فولى وإن له لزئيرا، أقول: تصدع الجبال منه. قال فما زال كذلك يصلي حتى كان عند الصبح جلس، فحمد الله تعالى بمحامد لم أسمع بمثلها، ثم قال: اللهم إنى أسألك أن تجيرني من النار، ومثلى يصغر أن يجترئ أن يسألك الجنة، قال: ثم رجع وأصبح كأنه بات على الحشايا، وأصبحت وبى من الفترة شىء الله به عالم”. Zaid menyebutkan dari Muslim bin Sa’id Al Wasithi, beliau berkata, mengabarkanku Hammad bin Ja’far bin Zaid, bahwa ayahnya berkata, “Kami keluar dalam sebuah peperangan hingga Kabul, dan dalam pasukan itu terdapat Shilah bin Asyam. Kemudian orang-orang pun turun ketika malam, mereka sholat kemudian bermalam. Aku pun berkata, ‘Sungguh aku akan mencermati amal orang ini (yaitu Shilah, karena beliau telah terkenal sebagai orang shalih –pen)’ Maka ketika orang-orang tengah terlelap, aku berkata “Aku akan pura-pura tidur”. Kemudian Shilah bangun dan masuk ke hutan, aku pun mengikuti jejaknya. Kemudian ia berwudhu’ dan sholat. Tiba-tiba datanglah seekor singa mendekat. Akupun segera memanjat pohon. Singa itu kemudian celingukan, dan melihat Shilah. Maka ketika ia sujud, aku mengira ‘Sekarang pasti akan diterkamnya’. Lalu ia duduk, kemudian salam, dan Shilah berkata “Wahai singa, carilah rizki di tempat lain’. Singa itu kemudian menjauh, kemudian mengaum hingga aku berkata, ‘Gunung pun akan bergetar karena aumannya’. Lalu Shilah pun melanjutkan shalatnya hingga menjelang shubuh, kemudian ia duduk. Maka beliau pun memuji Allah Ta’ala dengan pujian yang belum pernah kudengar semisal itu. Kemudian ia berkata, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadamu untuk membebaskanku dari neraka, dan aku merasa hina untuk memohon kepadamu surga’. Kemudian ia pun kembali dan memasuki waktu pagi seolah-olah ia ikut tidur bersama yang lain. Dan aku pun mengambil pelajaran dari seorang ‘alim seperti dia.” وقال يونس بن عبيد: “إنى لأجد مائة خصلة من خصال الخير ما أعلم أن فى نفسي منها واحدة”. Yunus bin Ubaid berkata, “Sungguh aku mendapati seratus perkara kebaikan, namun aku tidak mendapati satupun yang ada pada diriku.” وقال محمد بن واسع: “لو كان للذنوب ريح ما قدر أحد يجلس إلى”. Muhammad bin Wasi’ berkata, “Seandainya dosa memiliki bau, tidak akan ada yang kuat untuk duduk di sampingku”. وذكر ابن أبى الدنيا عن الخلد بن أيوب قال: “كان راهب فى بنى إسرائيل فى صومعة منذ ستين سنة. فأتِىَ فى منامه. فقيل له: إن فلانا الإسكافي خير منك- ليلة بعد ليلة- فأتى الإسكافي، فسأله عن عمله. فقال: إني رجل لا يكاد يمر بى أحد إلا ظننته أنه فى الجنة وأنا فى النار، ففضل على الراهب بإزرائه على نفسه”. Ibnu Abi Ad Dunya menyebutkan dari Al Khuld bin Ayyub, beliau berkata, “Ada seorang rahib dari kalangan Bani Isra’il yang senantiasa berada di biara selama 60 tahun. Kemudian dalam mimpinya ia berjumpa dengan seorang yang berkata, ‘Sungguh Fulan Al Iskafi lebih baik darimu’. Mimpi itu senantiasa datang malam demi malam. Maka sang rahib pun mendatangi Al Iskafiy, dan bertanya tentang amalannya. Al Iskafiy kemudian berkata, ‘Aku adalah seorang yang tidak tertipu dengan seorang yang melewatiku, kecuali aku mengira bahwa ia termasuk penghuni surga, dan aku penghuni neraka.” قال ابن أبى حاتم فى تفسيره: حدثنا علي بن الحسين المقدمي: حدثنا عامر ابن صالح عن أبيه عن ابن عمر: أن عمر بن الخطاب رضى الله عنه قال: “اللهم اغفر لى ظلمى وكفرى، فقال قائل: يا أمير المؤمنين، هذا الظلم، فما بال الكفر؟ قال: إن الإنسان لظلوم كفار”. Berkata Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya, “Telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin Al Husain Al Miqdamiy : telah menceritakan kepada kami Ibn Shalih dari bapaknya dari Ibnu Umar : bahwasanya Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhuberkata, “Ya Allah ampunilah kezhaliman dan kekufuranku”, kemudian seseorang berkata, “Wahai Amirul Mu’minin! Jika kezhaliman (kami mengerti), namun bagaimana dengan kekufuran?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)” (QS. Ibrahim : 34) قال: وحدثنا يونس بن حبيب: حدثنا أبو داود، عن الصلت بن دينار: حدثنا عقبة بن صهبان الهنائى قال: “سألت عائشة رضى الله عنها عن قول الله عز وجل: {ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الذين اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا، فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ، وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ، وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالَخْيَراتِ بِإِذْنِ اللهِ} [فاطر: 32]. فقالت: يا بنى، هؤلاء في الجنة، أما السابق بالخيرات فمن مضي علي عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم، شهد له رسول الله صلى الله عليه وسلم بالجنة والرزق، وأما المقتصد فمن اتبع أثره من أصحابه حتى لحق به، وأما الظالم لنفسه فمثلى ومثلكم، فجعلت نفسها معنا”. Telah menceritakan kepada kami Yunus bin Hubaib : Telah menceritakan kepada kami Abu Daud, dari Ash Shaltu bin Dinar : Telah menceritakan kepada kami Uqbah bin Shuhbaan Al Huna’i beliau berkata, “Aku bertanya kepada ‘Aisyahradhiyallahu ‘anha tentang firman Allah ‘Azza wa Jalla : “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih cepat berbuat kebaikan dengan izin Allah. (QS. Faathir : 32) Aisyah berkata, “Wahai anakku, mereka jelas berada dalam surga (yaitu para Nabi –pen), adapun mereka yang bersegera pada masa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau sendiri yang mempersaksikan mereka dengan surga dan rizki, adapun orang yang pertengahan dan mereka yang mengikuti jejak shahabat akan menyusul mereka.ADAPUN ORANG-ORANG YANG ZHALIM KEPADA DIRI MEREKA SENDIRI ITULAH AKU DAN KAMU (!)” *Ibunda ‘Aisyah dengan segala keutamaannya masih merasa dirinya termasuk ke dalam golongan tersebut. Bagaimana lagi dengan kita?! وقال الإمام أحمد: حدثنا حجاج: حدثنا شريك عن عاصم عن أبى وائل عن مسروق، قال: دخل عبد الرحمن علي أم سلمة رضي الله عنها، فقالت: “سَمِعْتُ الَّنبيَّ صلي اللهُ وسلم يقول: إِنَّ مِنْ أصْحَابى لمَنْ لا يَرَانِى بَعْدَ أَنْ أَمُوتَ أَبَدا فَخَرَجَ عَبْدُ الرَّحمنِ مِنْ عِنْدِهَا مَذْعُوراً، حَتَّى دَخَلَ عَلَي عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ. فَقَالَ لهُ: اسْمَعْ مَا تَقُولُ أُمُّكَ، فَقَامَ عُمَرُ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ حَتَّى أَتَاهَا فَدَخَلَ عَلَيهَا فَسَأَلهَا، ثُمَّ قَالَ: أَنْشُدُكِ بِاللهِ، أَمِنْهُمْ أَنَا؟ قالَتْ: لا، وَلَنْ أُبَرئَ بَعْدَكَ أَحَداً”. فسمعت شيخنا يقول: إنما أرادت أني لا أفتح عليها هذا الباب، ولم ترد أنك وحدك البرئ من ذلك دون سائر الصحابة. Imam Ahmad berkata : Telah menceritakan kepada kami Hajjaj : Telah menceritakan kepada kami Syarik dari ‘Ashim dari Abu Wa’il dari Masruq, beliau berkata, “Abdurrahman masuk menemui Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, kemudian beliau berkata, ‘ Aku mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, ‘Sesungguhnya diantara shahabatku ada yang tidak berjumpa denganku setelah mati selamanya!’ Maka Abdurrahman keluar dengan ketakutan, hingga masuklah Umar radhiyallahu ‘anhu, beliau (Abdurrahman) berkata, ‘Dengarkan apa kata ibumu!’ Maka Umar radhiyallahu ‘anhu pun berdiri dan menemui Ummu Salamah, dan beliau memberitahukan hal tersebut. Maka Umar pun bertanya, ‘Apakah aku termasuk?’ ‘Tidak, dan aku tidak membebaskan orang lain lagi setelahmu’ Aku mendengar guruku berkata (yaitu Ibnu Taimiyyah –pen), “Maksudnya adalah ‘Aku tidak akan membuka pintu untuk pertanyaan ini lagi’, dan bukan maksudnya ‘Hanya engkaulah yang bebas dan selain engkau tidak’” *Lihatlah dan bahkan Umar pun masih merasa dirinya termasuk ke dalam golongan tersebut. Padahal Rasulullah telah mempersaksikan surga baginya. Maka bagaimana lagi dengan kita?! *Demikianlah yang kami dapatkan dalam kajian rutin di Masjid Al I’tisham Sudirman, Jakarta pada Sabtu, 24 Dzulqa’idah 1432 H. Membahas kitab “Ighatsatul Lahfan” karya Ibnul Qayyim rahimahullah setiap minggu keempat. Terjemahan ini kami tuliskan secara ingatan dari apa yang kami dengar dari Al Ustadz Muhammad Umar As Sewed hafizhahullahu ta’ala. Oleh karenanya apabila ada koreksi mohon disampaikan, mengingat keterbatasan kemampuan kami dalam menerjemah. Bintaro sektor 9, 25 Dzulqa’idah 1432 H

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun