Nak…..Â
Baru kemarin kudengar celoteh dari mulut mungilmuÂ
Bahkan gemanya masih mengambang di udaraÂ
Memantul dari satu dinding ke dinding lainnya.Â
Melukis puisi di udaraÂ
Debu-debu yang kau bawa pada  alas kakimuÂ
Masih melekat di lantaiÂ
Juga pada tembok-tembok  tercetak bentuk tapak kakimuÂ
Menyisakan banyak cerita yang tak kan terhapus begitu sajaÂ
Dan kau tak harus melukis di awanÂ
Untuk tinggalkan jejak agar Ibu membacanya dari waktu ke waktuÂ
Nak…
Debu-debu yang berterbangan itu..Â
Gambar-gambar yang menempel di dindingÂ
Coretan-coretan tak jelas pada bangkuÂ
Angin, hujan, pohon berdaun hijau
Atau ranting yang mengeringÂ
rumput-rumput bercampur plastik, sekalipun
Adalah kisah-kisah yang tertulis…tentangmu
Dan Ibu akan membacanya berkali-kali, tanpa bosan..
Suatu hari..
Saat kau akhiri petualanganmu
Bawakan untuk Ibu  cerita yang berbeda
Kisah tentang perjuangan dan  kemenanganmu
Menaklukan sang  zaman….
Menes, 30 April 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H