Sehingga pada saat diperlukan dapat digunakan sebagai referensi khususnya untuk penelitian bidang bioteknologi yang telah berkembang di Indonesia sejak lama namun cenderung lambat karena faktor minimnya dana penelitian dalam bidang bioteknologi, rendahnya sumber daya manusia, fasilitas dan kebijakan pemerintah yang terkesan memperpanjang proses pemasaran produk rekayasa genetika. Dalam hal inilah kolaborasi riset internasional dengan peneliti asing diharapkan dapat memecahkan permasalahan tersebut.
Jika permasalahan telah ditemukan seharusnya semakin mudah diselesaikan bukannya semakin ruwet. Dengan kolaborasi riset internasional diharapkan hasil penelitian bidang Biodiversity berpotensi menghasilkan paten semakin bertambah dan tidak berharap muluk-muluk paling tidak beberapa di antaranya dapat dikomersilkan.Â
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) akumulasi produk hak kekayaan intelektual jenis paten yang berhasil dilindungi berdasarkan jangka waktu perlindungan terhitung tahun 2015 sampai dengan 2020 berjumlah 18.686 paten, sumber laporan tahunan DJKI.
Memang pada praktiknya di lapangan tidak semudah itu. Ketika Subdit Perizinan Peneliti Asing dengan beberapa anggota Tim Reviewer melakukan monitoring dan evaluasi jumlah capaian dan dampak hasil dari kolaborasi riset dengan peneliti asing, beberapa dosen dari perguruan tinggi yang pernah menjadi mitra kerja peneliti asing justru banyak yang curhat dan sambat.
Tingkat kesulitan bisanya mereka alami pada tahap negosiasi dan membuat perjanjian kerjasama dengan peneliti asing selaku mitra kerja mereka, para peneliti harus melakukan negosiasi untuk menentukan kesepakatan dalam menghasilkan capaian output dan outcome serta kepemilikan hak kekayaan intelektual yang dihasilkan, hal ini tentunya sulit mengingat latar belakang mereka bukanlah dari bidang hukum.Â
Misalnya, ketika perusahaan ingin bekerjasama dengan pihak supplier, anda harus melakukan negosiasi untuk mendapatkan harga yang sesuai, atau ketika ingin melakukan kerjasama bisnis, Anda harus bisa bernegosiasi untuk mendapatkan kesepakatan yang menguntungkan perusahaan.
Terbukti memang dampak kerjasama riset dengan peneliti asing dapat mendongkrak perolehan publikasi internasional dalam beberapa tahun belakangan, namun bagaimana dengan perolehan paten atau hak kekayaan intelektual lainnya? Adakah monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh para pihak selama kerjasama berlangsung atau setelah kerjasama selesai?
Untuk durasi penelitian jangka pendek memang sulit untuk mencapai output berupa paten, sebagai bentuk suksesnya suatu kerjasama riset internasional, penelitian jangka pendek idealnya dapat menghasilkan publikasi ilmiah bereputasi internasional.Â
Untuk penelitian jangka Panjang, khususnya penelitian biologi, lebih spesifik lagi bioteknologi, sudah sepantasnya peneliti Indonesia selaku mitra kerja merangkap tuan rumah yang memiliki obyek penelitian secara tegas mengusulkan perolehan paten yang bersifat komersil dalam perjanjian kerjasama riset tersebut.Â
Meski terkadang dalam perjanjian menyebutkan bahwa sampel-sampel yang mereka gunakan hanya sebatas untuk kepentingan pendidikan, penelitian, percobaan dan analisis ini tidak mengarah kepada hal yang bersifat komersil. Siapa yang bisa menjamin hal tersebut?
Jadi bagaimana agar pihak Indonesia tidak terus menerus kecolongan paten yang berpotensi komersil dan memperoleh keuntungan yang setara dari hasil kerjasama penelitian internasional?