Mohon tunggu...
Yesyka Wahyu Leonyta
Yesyka Wahyu Leonyta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Sebelas Maret

Mahasiswa Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Literasi Digital dan Etika Digital: Sebuah Upaya Mencegah Disintegrasi

7 Juli 2022   18:28 Diperbarui: 7 Juli 2022   18:46 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Data Kemenkominfo pada tahun 2019, menunjukkan bahwa terdapat sekitar 800 ribu situs yang dimanfaatkan sebagai saluran penyebaran berita hoax. Survei Masyarakat Telematika Indonesia juga menghasilkan data berupa sebanyak 92,4% informasi hoax diterima masyarakat melalui media sosial. Berdasarkan data kominfo, media sosial adalah media yang dimanfaatkan untuk menyebarkan hoax, pada level tertinggi yaitu 92,4%. 

Selanjutnya, proporsi aplikasi obrolan yaitu 62,8%. Sarana ketiga adalah situs web, terhitung 34,9%. Disusul televisi, media cetak, e-mail dan radio menduduki peringkat keempat sampai ketujuh, dengan rasio kurang dari 10%. Data ini membuktikan bahwa jika digunakan secara tidak benar, media sosial akan berdampak negatif. Beberapa media sosial yang menjadi sasaran penyebaran keisengan antara lain Facebook, Whatsapp, Google, bahkan Youtube (Hidayat et al., 2021).

Perkembangan teknologi berbasis internet memudahkan dalam memperoleh informasi secara cepat. Ratusan bahkan ribuan informasi dapat ditemukan melalui internet setiap harinya. Terkadang reaksi atas suatu informasi dapat muncul terlebih dahulu sebelum seseorang memahami informasi tersebut. Informasi di media sosial sendiri belum tentu semuanya valid. 

Seperti sekarang ini berita palsu sering kali ditemukan. Seseorang sengaja membuat berita palsu yang dapat mempengaruhi publik. Kemudian juga kebiasaan masyarakat yang hanya membaca headline berita lalu seolah telah memahami isinya, hal ini berdampak pada munculnya asumsi atau opini yang salah.

 Media sosial sendiri selain sebagai sarana berkomunikasi juga berfungsi menggambarkan kejadian, realitas model, mempengaruhi persepsi situasi tertentu, masalah spesifik atau orang, dan mempengaruhi pilihan serta perilaku. Sosial media sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan institusional, bisnis atau tim strategis, serta pembentukan dan pengembangan kesadaran kolektif opini publik. 

Alat-alat ini dapat dimanfaatkan untuk mengganggu proses pengambilan keputusan lawan, baik secara langsung, yaitu memanipulasi kerangka informasi dan analisis mereka atau mempengaruhi kolaborator dekat mereka, dan secara tidak langsung yaitu mempengaruhi kelompok tertentu (Hidayat et al., 2021).

  Penggunaan media sosial yang salah juga dapat berdampak negatif. Penyalahgunaan media sosial dapat menjadi sebuah ancaman disintegrasi bangsa. Permasalahannya adalah bagaimana masyarakat dalam mencerna sebuah informasi. Kredibilitas sebuah berita adalah hal yang utama. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa media sosial dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk kepentingan individu. 

Kurangnya literasi digital dalam masyarakat akan membuat mereka menerima berita secara mentah-mentah tanpa menganalisis lebih lanjut. Literasi digital yang rendah turut dimanfaatkan oleh sekelompok orang untuk menyebarkan berita palsu. Tujuan penyebaran hoax tersebut adalah untuk mempengaruhi opini publik. Dengan demikian, peningkatan literasi digital dalam masyarakat adalah hal yang sangat penting.

 Literasi digital merupakan sebuah upaya pelatihan untuk berpikir kritis. Dalam menggunakan media sosial tidak hanya dituntut pandai memahami teknologi, tetapi juga harus bijak dalam pemanfaatannya. Literasi digital diperlukan untuk memahami setiap aturan, etika, serta mengidentifikasi valid tidaknya sebuah berita atau informasi.

Literasi digital adalah sebuah kemampuan untuk memahami informasi dari berbagai sumber digital. Orang dengan tingkat literasi yang lebih rendah akan dengan mudah menerima makna yang tertera dari informasi yang dihasilkan dan ditentukan oleh media. Orang dengan literasi digital yang tinggi akan secara aktif menggunakan serangkaian kemampuan menafsirkan. Orang-orang ini meletakkan pesan media dalam struktur pengetahuan yang dibangun dengan hati-hati.

  Salah satu elemen penting literasi digital adalah critical atau kritis dalam menyikapi sebuah konten. Elemen inilah yang menjadi dasar paling menentukan dalam mencegah penipuan. Kuncinya berarti tidak menyerap informasi yang diperoleh dari Internet, termasuk informasi di media sosial dan aplikasi percakapan secara mentah-mentah.

Dalam praktiknya, mendorong pengguna Internet selalu kritis dan curiga, terutama pada konten yang terlalu dibombardir, tidak berarti, serta penuh dengan kebencian. Karena sebuah konten mungkin saja berisi informasi penipuan atau manipulasi.

Literasi digital akan menciptakan masyarakat dengan pemikiran dan opini yang kreatif dan kritis. Mereka tidak akan mudah termakan pertanyaan provokatif dan menjadi korban informasi scam atau penipuan berbasis digital. Tujuan literasi digital ini diharapkan dapat mencegah hoax yang dapat berdampak pada perpecahan.

 Selain literasi digital, dalam menggunakan media sosial juga penting diberlakukan sebuah etika. Pengertian etika digital sendiri yaitu sekumpulan aturan atau prosedur yang dibuat dengan tujuan mengurangi kerugian yang ditimbulkan oleh pengguna teknologi digital. Etika digital berguna sebagai pegangan atau pedoman dalam bermedia sosial. 

Media sosial merupakan ranah publik yang dapat diakses oleh siapa saja, sehingga sangat penting untuk menjaga etika. Hal ini dikarenakan agar tidak terjadi ketersinggungan antar individu maupun kelompok yang dapat berujung pada disintegrasi.

 Terdapat beberapa tindakan yang harus dilakukan dalam menjaga etika digital. Seperti tidak menggunakan teknologi informasi untuk melakukan perbuatan melanggar hukum dan norma-norma yang berlaku di masyarakat, tidak memasuki sistem informasi orang lain secara ilegal. Selanjutnya, dengan menjunjung tinggi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). 

Misalnya, pencantuman url website yang menjadi referensi tulisan kita baik di media cetak atau elektronik. Tetap bersikap sopan dan santun walaupun tidak bertatap muka secara langsung. Menghargai perbedaan pendapat dalam berkomunikasi secara digital (Husin, 2021).

Penerapan etika digital berawal dari setiap individu masing-masing, sehingga perlu adanya kesadaran diri sendiri terhadap penggunaan media sosial. Dengan menjaga etika digital, maka media sosial dapat menjadi sarana memperoleh informasi yang positif. Dengan demikian, literasi digital dan etika digital merupakan hal penting dalam mencegah adanya disintegrasi bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun