Apa yang terbesit dalam pikiranmu, mengenai alasan kamu lahir di dunia ini?
Sebagian dari kita mungkin pernah terusik dengan pertanyaan diatas, atau pertanyaan lain. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul karena saat ini atau saat itu kita merasa sedang berada pada titik terendah kita dalam hidup. Pertanyaan yang juga kadang kala menggiring pikiran dan perasaan kita pada keinginan untuk menghentikan hidup yang sedang kita jalani.Â
Pernahkah dalam waktu yang bersamaan, kita juga menimbang-nimbang untuk tidak menghentikan hidup kita karena berusaha mengingat hal-hal indah yang sudah kita lewati dengan bahagia dan mudah. Kemudian kita tersentak pada kenyataan bahwa kita belum ingin berhenti berjuang dalam kehidupan ini, karena masih banyak hal indah yang ingin kita raih dan alami. Masih ingin mengubah hidup yang menyedihkan menjadi hidup yang menyenangkan, memiliki segala hal yang kita inginkan di dunia ini.
Ditengah segala keterpurukan, pernahkah kita mencoba mencari tahu alasan kita lahir? Kemudian masuk lebih dalam lagi, mempertanyakan apa alasan kita hidup di dunia ini? Apakah sekedar hidup, kemudian mati pada saatnya ataukah hidup dengan memiliki tugas untuk dilakukan, kemudian mati karena sudah tunai melakukan tugas dalam hidup?
                   *
Siapakah kita? Manusia macam apakah kita dalam hidup ini?
Kita terlahir dengan cara, tempat, waktu, status dan kondisi yang berbeda. Mungkin ada beberapa hal yang sama, tapi tidak ada yang mutlak. Ada yang lahir pada kondisi orang tua yang keuangannya mapan, ada yang orang tuanya hanya satu dan tidak memiliki status sosial yang baik dimata masyarakat. Ada yang lahir membuat bahagia banyak orang, ada yang lahir dalam kondisi disembunyikan dan nyaris terbunuh karena ketidaksiapan orang tuanya. Ada yang sejak lahir hingga dewasa mendapatkan kasih sayang utuh dari keluarganya, ada yang sedari lahir sudah mendapatkan kasih sayang dari orang lain dan bukan dari keluarga kandungnya. Apapun itu, semua yang sudah lahir, mendapatkan hak hidup yang sama dan seharusnya mendapatkan kesempatan yang sama sesuai dengan usaha juga pilihannya masing-masing.
Pernahkah dengan bersungguh-sungguh, kita mengenali diri kita seutuhnya? Tidak berdasar informasi yang sudah orang lain ketahui mengenai kita, tapi atas dasar informasi yang kita dapatkan dari mengamati diri sendiri. Warna rambut kita, bentuk wajah kita, warna retina kita, jenis suara kita, warna kulit kita, letak tahi lalat kita, letak tanda lahir kita, dan semua informasi personal kita yang sangat mendetail. Sudahkah kita benar-benar mengenal diri kita sendiri? Sudahkah kita mengetahui juga apa yang kita inginkan dan butuhkan dalam kehidupan ini?
                   *
Apakah makna hidup kita sebagai manusia di dunia ini? Hidup itu apa untuk kita?
Setelah menemukan alasan mengapa kita lahir dan hidup, bukan berarti kemudian kita akan paham sepenuhnya makna hidup bagi diri kita sendiri. Mungkin sebagian besar dari kita hanya mendapatkan jawaban mengapa kita dilahirkan ke dunia ini, adalah karena kedua orang tua kita saling mencintai dan ingin memiliki keturunan seperti manusia-manusia lainnya. Ingin memiliki keturunan karena keharusan, atau tuntutan moral atas dasar stigma yang berlaku pada lingkungan sekitar. Sudah pasti, jawaban klise itu terasa cukup bagi yang menjawab namun tidak memuaskan bagi yang mencari jawaban.
Tidak ada batasan pasti, mengenai kepuasan tiap individu dalam memperoleh jawaban. Tidak ada pula kemampuan yang sama pada tiap manusia, untuk mendeskripsikan apa yang  pola pikirnya buat dan emosi apa yang sedang dirasakannya secara mendetail. Kebanyakan manusia berkomunikasi dan berinteraksi tidak hanya menggunakan logika, tapi juga intuisi, yang juga sangat terbantu dengan pengolahan panca indera. Kompleks, memang. Tapi begitulah cara agar dapat menumbuhkan apa yang disebut "saling".
"Saling" menjadi hal menarik karena membutuhkan dua hal yang berbeda untuk berinteraksi atau bertemu. Jika hanya salah satunya saja, tidak akan terjadi yang namanya interaksi ataupun pertemuan. Bagaimana "saling" ini bisa berkaitan dengan penemuan makna hidup bagi kita sebagai manusia?
Seperti yang sudah kita ketahui semenjak belajar ilmu budi pekerti dan pendidikan Pancasila sejak kita sekolah dasar dulu, bahwa manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Kita memang bernafas, makan, tidur, beraktivitas, berolahraga dan banyak hal individual lain yang kita lakukan sendiri. Hanya saja, bisakah kita bayangkan, jika hanya ada kita di dunia ini? Untuk proses melahirkan saja, kita butuh setidaknya ada satu orang yang membantu proses persalinan. Untuk proses belajar mengajar, kita butuh setidaknya satu orang untuk kita jadikan guru atau kita jadikan murid. Untuk mengobrol, kita setidaknya membutuhkan satu orang yang bisa mendengarkan omongan kita atau kita dengarkan omongannya. Lebih kompleks lagi, saat kita tiada pun, setidaknya kita membutuhkan satu orang untuk bisa menyucikan jasad kita, menggali kubur kita dan menguburkan kita dalam keadaan yang layak. Bukankah begitu? Apakah bisa ditangkap dengan mudah, bahwa dua manusia yang melakukan kegiatan seperti yang disebutkan diatas, melakukan hal yang disebut "saling"?
"Saling" akan menjadi sangat mudah jika kita baca hanya sebagai apa yang saya tuliskan diatas. Terkadang, yang sulit adalah mengusahakan agar bisa melakukan "saling" itu. Apa saja yang harus kita lakukan agar bisa melakukan hal "saling" dan menemukan makna hidup sebagai manusia?
                    *
Setelah membaca hal-hal yang berputar-putar seperti diatas, apakah kamu sudah menemukan jawabannya dan masih ingin berhenti saja dan menyerah dalam hidup?Â
Bukankah menarik untuk berpikir pusing dan menyisihkan waktu untuk mencari jawabannya sebelum akhirnya meninggalkan dunia ini?
Jika terlalu jenuh untuk sekedar mencari jawabannya, kita bisa sambil melakukan aktivitas hidup lainnya juga. Siapa tahu, sambil berfokus mencari jawaban alasan kita hidup sambil melakukan aktivitas-aktivitas dalam hidup, kita bisa mencapai sesuatu yang lain.Â
Tanpa membuang waktu, tapi dengan memanfaatkan waktu yang merupakan "jatah hidup" kita di dunia ini.
Bukankah rugi jika kita pergi duluan sebelum menghabiskan "jatah hidup" itu?
Masih ingin berlari dan tidak menghadapi apa yang ada dihadapanmu?
Coba jawablah lagi,
"Hidup itu apa untuk kita yang siapa dan lahir kenapa?"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI