Nah, agar rakyat Surabaya tidak diperlakukan sewenang-wenang, maka Raad Sinoman dibentuk untuk mengimbangi dan melawan Gemeente Raad.
Seiring perkembangan zaman, budaya sinoman memang mulai terkikis. Anak-anak muda di Surabaya berubah gaya. Egoisme mengintip perjalanan arek-arek Suroboyo yang berwatak kaku dan keras. John Naisbitt menyebut ini sebagai “gaya hidup global” yang ditandai dengan keterpurukan dan tersingkirnya budaya lokal.
Upaya melindungi budaya local, kalangan legislative sibuk menggodog Rancangan Undang-Undang (RUU) Kebudayaan. Regulasi yang diharapkan ideal melindungi budaya local itu masih belum bisa diharapkan. Salah satu pengamat menilai definisi kebudayaan dalam RUU tersebut terlampau absurd dan secara legal tidak memiliki makna. Kedua, RUU itu kurang memberi perhatian pada hak – hak komunal masyarakat adat sebagaimana diatur dalam Pasal 18 B dan 28 I UUD 1945.
Pasal – pasal dalam RUU cenderung mengedepankan perspektif dan kewenangan negara dalam mengelola serta mengontrol kegiatan budaya. Padahal menurut Antropologist dan biologist asal Texas AS, Darrell Addison Posey menyebut dengan punahnya setiap masyarakat adat membuat dunia kehilangan ribuan tahun pengetahuan.
Tidak hanya RUU Kebudayaan, kewenangan negara mengontrol budaya juga tampak pada Rancangan Undang-Undang Minuman Beralkohol. Dalam RUU itu, semua orang yang membawa, menjual dan mengkonsumsi minuman beralkohol bisa masuk bui.
Beberapa riset menunjukkan minuman beralkohol lekat dalam kaitannya dengan pengetahuan lokal dan kegunaan atau fungsi ritual tertentu. Dalam beberapa hal, minuman beralkohol tradisional terkait dengan status dan kekuasaan, prestise sosial, politik, bahkan isu gender. Minuman beralkohol tradisional yang dibuat secara tradisional dan turun temurun. Kemasannya sederhana dan pembuatannya dilakukan sewaktu-waktu, serta dipergunakan untuk kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan dan sangat terkait dengan kebudayaan (Mandelbaum 1965).
Kita semua, saya yakin, tidak ingin generasi muda Indonesia menjadi bangsa pemabuk. Bangsa yang melahirkan orang-orang yang mabuk kekuasaan dan harta. Kita juga tidak ingin, bangsa ini kehilangan jati dirinya sebagai bangsa besar yang bersahabat. Unity in diversity.
Selamat memperingati Hari Surat Menyurat Internasional dalam balutan Bhineka Tunggal Ika.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H