Mohon tunggu...
Humaniora

Pendidikan Alkohol Ala Sinoman Menanggal

5 Oktober 2015   14:42 Diperbarui: 5 Oktober 2015   14:43 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rudhy Wedhasmara biasa dipanggil Sinyo.

Nama Sinyo bukan merujuk pada kelompok masyarakat tertentu. Biasanya arek-arek Suroboyo suka menambahkan nama belakang untuk pengingat. 

Saya sendiri, misalnya dipanggil kebo (kerbau). Anak-anak SMA dulu mengenal saya dengan nama Indra kebo....

Setahun lebih ia mengelola blog edualkohol.blogspot.com. Tak hanya melalui blog, ia juga memiliki laman pendidikan alkohol dengan anggota lebih dari 400 facebookers. Tak sedikit tantangannya melawan stigma terkait minuman beralkohol. Namun Sinyo tetap pada pendiriannya ; masyarakat membutuhkan sebuah pendidikan yang benar-benar berkarakter.

Jujur saja, saya agak malas menulis profil Sinyo, arek bonek Menanggal Suroboyo itu.  Jadi sayabercerita saja soal Sinyo dan beberapa pandangannya mengenai terkait pendidikan alkohol yang digelutinya. 

Sinyo memang lahir di kampung Menanggal Surabaya. Kampung ini sangat lekat dengan budaya sinoman. Sinoman dalam kamus Jawa atau “Bausastro Jawi”, karangan WJS Poerwadarminta, berasal dari kata “Sinom”. Sinom artinya: pucuk daun, daun asam muda, bentuk rumah limas yang tinggi dan lancip, nama tambang mocopat, dan nama bentuk keris. Tetapi, jika kata Sinom mendapat tambahan akhiran “an”, menjadi “Sinoman”, maka maknanya menjadi: anak muda yang menjadi peladen di kampung saat acara hajatan, peladen pesta atau perhelatan, tolong menolong saat mendirikan rumah, kerukunan dan gotong royong.

Istilah sinoman sudah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda. Sinoman muncul di kampung-kampung seperti Raad Sinoman kampung Plampitan, Peneleh, Pandean, jagalan, Undaan, Genteng, Bubutan, Maspati, Kawatan, Koblen, Tembok dan sebagainya. Tidak kurang dari 20 Raad Sinoman waktu itu di Kota Surabaya.

Kata “Raad” berasal dari bahasa Belanda, yang artinya: dewan. Waktu itu, masyarakat Belanda di Kota Surabaya mendirikan “Gemeente Raad”, yaitu “Dewan Kotapraja”. Gemeente Raad itu menentukan pajak-pajak yang harus dibayar oleh rakyat di kampung-kampung yang disetorkan ke kantor Gemeente atau Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Nah, agar rakyat Surabaya tidak diperlakukan sewenang-wenang, maka Raad Sinoman dibentuk untuk mengimbangi dan melawan Gemeente Raad.

Seiring perkembangan zaman, budaya sinoman memang mulai terkikis. Termasuk pola perilaku konnsumsi minuman beralkohol anak-anak muda di Surabaya yang penggerak sinoman. Jika dahulu minuman beralkohol untuk merekatkan hubungan persaudaraan dan menjaga kerukunan serta identitas “Arek Suroboyo”, namun kini perilaku mulai menyimpang.

Banyak anak muda yang mengoplos oplosan. Januari 2014 lalu, setelah 17 korban meninggal di Mojokerto, yang berjarak 50 kilometer dari Surabaya, tiga warga Menanggal Surabaya tewas dan tiga lainnnya kritis setelah menenggak oplosan cukrik. Meskipun sudah memakan korban, namun hingga kini cukrik tetap dikonsumsi sembunyi-sembunyi di malam hari.

“Ada beberapa anak muda korban oplosan di Surabaya yang sedang menjalani perawatan rehabilitasi di rumah terapi yang saya kelola bersama rekan-rekan, “ cerita Rudhy. 

Tentu saja, penanganan korban oplosan tak cukup dengan rehabilitasi saja. Tanpa adanya edukasi yang memadai, maka korban akan terus berjatuhan dan tempat rehabilitasi akan dipenuhi oleh korban oplosan. 

Sejak tahun 2014, Rudhy bersama rekan-rekannya pun membuat edukasi mengenai alkohol melalui sebuah blog. Rudhy mengatakan ia memilih blog dibandingkan website karena keterbatasan dana. Blog yang ia kelola murni dari swadaya rekan-rekannya. Mereka yang bergabung dalam pendidikan itu justru bukan mereka yang mengkonsumsi minuman beralkohol. 

“Semangat saya ialah pendidikan yang berkarakter dan dibutuhkan oleh masyarakat, bukan atas tekanan politik maupun kepentingan golongan dan kelompok tertentu. Tetapi bersumber pada suara publik yang selama ini tidak pernah di dengar oleh pemerintah dan DPR, “ kata Rudhy.

Saat ini, DPR sedang menggodog Rancangan Undang-Undang Minuman Beralkohol. Orang yang menjual dan mengkonsumsi minuman beralkohol bakal di kriminalkan. Sementara, pemerintah daerah membuat regulasi yang melarang dan membatasi penjualan minuman beralkohol dengan dalih mendidik moral bangsa. Ada juga yang memperbolehkan penjualan minuman beralkohol di tempat khusus dengan segala aturan, seperti membayarkan retribusi dalam jumlah tinggi.

Pertanyaannya; apakah regulasi pelarangan dan pembatasan minuman beralkohol mampu menurunkan korban meninggal akibat oplosan dan perilaku anak muda untuk berkreasi mengoplos bahan berbahaya untuk mendapatkan efek mabuk ?

Kemudian apakah penarikan retribusi tinggi pada minuman beralkohol mampu menekan peredaran minuman beralkohol illegal termasuk oplosan ?

Barusan saja, anak saya, yang duduk di Taman kanak-kanak curhat sebelum pergi sekolah.  “Sekolah itu lebih suka menghukum. Tidak boleh terlambat sekolah, harus mengerjakan pekerjaan rumah dan tidak boleh nakal,“

Di hari yang sama juga,anak saya yang duduk di sekolah dasar bercerita “Temen saya tidak boleh ikut ujian karena belum membayar uang sekolah, “  

Saya berkeyakinan, pendidikan alkohol yang dijalankan Rudhy bersama rekan-rekannya tidak mungkin diajarkan dalam pendidikan formal. Setidaknya apa yang dilakukan Rudhy dan kawan-kawan menunjukkan bahwa semangat sinoman di Surabaya masih ada ; jujur untuk mengatakan sesuatu tanpa kepentingan dan berbuat untuk cinta akan lingkungannya.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun