Mencemooh kegiatan mengkonsumsi minuman beralkohol artinya memberikan cap buruk pada perilaku orang tua dan leluhurnya. Begitu salah satu laporan penelitian diskriptif yang dilakukan salah satu peneliti dari Universitas Indonesia dalam penelitian terbarunya tahun 2015.
Jenis minuman beralkohol yang sering dikonsumsi masyarakat ialah minuman beralkohol tradisional (baram,anggur, tuak dan sebagainya).
Orang-orang tua di Dayak di Palangkaraya dan Katingan Hilir menyebut “minuman laut” untuk minuman beralkohol pabrikan. Penyebutan kata itu karena minuman beralkohol pabrikan itu didatangkan dari Jawa melalui laut. Sehingga harga pun mahal.
Sebagian masyarakat penikmat tuak asal Tuban, Jamaah Tuakiyah memilih tuak (minuman tradisional) dibandingkan minuman pabrikan (bir, whiskey) karena harganya lebih murah. Cukup Rp 2.000 per liter untuk menikmati tuak sambil bersosialisasi antar desa dengan guyup.
Adatrechtbundels XVII.1919 halaman 79 : minuman keras tradisional telah menyelamatkan orang Minahasa dari ketergantungan candu dan opium di abad 18. Karena itu orang Minahasa sangat mencintai minuman saguer dan Cap Tikus. Orang Minahasa tidak tertarik lagi dengan candu dan opium walaupun harganya cukup murah. Selain harganya murah, minuman beralkohol tradisional sering dikaitkan dengan tindak kekerasan atau kejahatan. Begitu hasil riset (Munro 2014).
Sejumlah ahli menyebutkan aturan yang ketat terhadap penjualan minuman beralkohol pabrikan ditengarai menjadi penyebab peredaran oplosan. Apalagi harga oplosan jauh lebih murah dibandingkan minuman beralkohol pabrikan dan minuman beralkohol tradisional.
Meskipun bahan yang dipakai cukup gila (Lyssa).
Cipas yang ditemukan di Tasikmalaya, Jawa Barat misalnya berbahan campuran air mineral, alcohol murni 90 persen, zat pewarna kain, obat tetes mata dan lotion anti nyamuk. Bahan-bahan itu pun mudah didapatkan dimana saja. Apalagi penjualan bahan itu tidak dilarang penjualannya di minimarket, seperti halnya bir.
Penikmat Lapen di Yogyakarta mengenal jenis Lapen Sarjito. Lapen jenis ini dijual di kawasan sekitar Rumah Sakit dr Sarjito Yogyakarta dengan bahan campuran alcohol murni, ciu, obat nyamuk dan obat antibiotik kadaluwarsa. Lapen jenis lain bisa didapatkan di Pak Janggut di Pajeksan. Tahun 1998, jenis lapen Pak Janggut dikenal lapen S.
Di Kalimantan Tengah dikenal nama Aldo, singkatan dari alkohol doang. Minuman aldo biasanya diminum oleh konsumen yang masih remaja bahkan anak-anak (peminum pemula). Bahannya alcohol 70 persen dicampur dengan air mineral ukuran 600 mililiter dan ditambahkan minuman bersoda. Ketika dewasa, mulai beralih ke jenis Birma dengan komposisi campuran anggur putih dengan Kuku Bima Energi rasa anggur.
Masih banyak “kreasi-kreasi” Rabhas dan Lyssa lainnya yang antara satu daerah dengan daerah lain berbeda. Apapun bentuk kreasi ini yang jelas berefek sangat mematikan.