Gerakan Nasional Anti Miras (Genam) yang menyebutkan korban meninggal dunia akibat minuman beralkohol sebanyak 18 ribu korban jiwa setiap tahunnya di Indonesia. Sejumlah media massa mengutip demikian.
(http://nasional.sindonews.com/read/958422/15/18-ribu-nyawa-melayang-per-tahun-akibat-miras-1422732839, http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/04/14/nmssqu-genam-setiap-tahun-18-ribu-orang-meninggal-akibat-miras )
Mengapa data itu sangat penting ?
Saya ingin berbagi cerita. Jika kemarin di tempat gym saya, kini ceritanya di dunia asuransi.
Cerita ini berawal dari A yang mengajukan asuransi di salah satu perusahaan asuransi bulan Februari lalu. Sebelum mengajukan, si A melakukan cek medis di rumah sakit di Penang Malaysia. Hasilnya kondisi kesehatan kurang bagus. Ada indikasi jantung coroner. Namun data itu disembunyikan untuk mendapatkan uang pertanggungan (UP) sebesar Rp 2 miliar dari perusahaan asuransi.
Berikutnya bulan Agustus 2015 lalu, si A kembali mengajukan permohonan penambahan uang pertanggungan dari Rp 2 miliar menjadi Rp 5 miliar di perusahaan asuransi yang sama. Setelah pihak asuransi ini menyerahkan berkas permohonan si A kepada perusahaan re-asuransi, berkas itu akhirnya ditolak. Penolakan itu terjadi setelah perusahaan re-asuransi meminta si A melakukan cek medis untuk jantung di rumah sakit swasta di Surabaya, yang hasil cek medis ini sama dengan hasil cek medis di Penang Malaysia.
Singkat cerita, pihak asuransi (yang kecolongan data) akhirnya menutup semua polis milik si A.
Dampak Oplosan yang memakan korban jiwa perlu penanganan yang komprehensif. Baik secara medis, maupun regulasi pemerintah yang tepat sasaran. Data yang bisa dipertanggungjawabkan secara benar diharapkan bisa mengatasi akar permasalahan dari peredaran oplosan di Indonesia.
Apalagi hingga saat ini di puskesmas dan rumah sakit di Indonesia, belum ada standart penanganan korban oplosan meskipun sejak tahun 2009 Hanoch - Victor dkk melaporkan ledakan kasus keracunan metanol di Bali. Dari 31 pasien yang dirujuk ke Rumah Sakit Sanglah 93,54 persen laki-laki dan sisanya perempuan.
Padahal awal tahun 2013 lalu, Menteri Luar Negeri Australia, Bob Carr, mendesak pemerintah Indonesia untuk melakukan pengawasan atas oplosan. Desakan ini dilakukan setelah seorang pemuda Australia, Liam Davies meninggal dunia di rumah sakit Sir Charles Gardner, Perth Australia, setelah pemuda itu mengkonsumsi arak oplosan ketika merayakan tahun baru di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Kematian Liam pun memicu reaksi keras masyarakat Internasional, terlebih lagi sebelumnya seorang pelajar putri asal Sydney mengalami kebutaan setelah mengkonsumsi oplosan di Bali, sementara wisatawan asal Swedia meninggal dunia di Lombok dalam kasus yang sama.
Terkait konsumsi minuman beralkohol di Indonesia, data hasil studi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) tentang Studi Diet Total: Survey Konsumsi Makanan Individu Indonesia 2014 menyebutkan konsumsi minuman beralkohol tahun 2014 hanya 0,2 persen atau paling rendah dibandingkan produk minuman cair lainnya.
Masih menurut data itu, konsumsi cair penduduk Indonesia sebesar 25,0 mililiter per hari yang berasal dari minuman kemasan (19,8 mililiter per orang per hari), minuman berkarbonasi (2,4 ml/orang/hari), minuman beralkohol (1 ml/orang/hari) serta lainnya (1,9 ml/orang/hari). Minuman kemasan cairan dikonsumsi 8,7 persen penduduk, diikuti minuman lainnya (1,8 persen), minuman berkarbonasi (1.1 persen) dan terendah minuman beralkohol (0,2 persen).
Data serupa juga pernah dikeluarkan oleh Euromonitor tahun 2013 dimana konsumsi bir di Indonesia terendah di dunia. Orang Indonesia harus bekerja 2,5 jam untuk bisa membeli bir ukuran 330 mililiter.
Hingga kini belum ada data penelitian lain yang bisa dipertanggungjawabkan; belum pernah ada orang meninggal setelah mengkonsumsi bir.
Mengaca dari pengalaman“manipulasi” data medis pengajuan asuransi agar tidak terulang kembali, salah satu petinggi di perusahaan itu menutup sebuah cerita.
“Janganlah mempermainkan nyawa seseorang hanya untuk mengejar sesuatu”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H