Mohon tunggu...
Yesi Supartoyo
Yesi Supartoyo Mohon Tunggu... Konsultan - Blogger

Currently working on #KeuanganInklusif

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Halaman Pertama

2 Desember 2020   21:59 Diperbarui: 2 Desember 2020   22:13 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak cerita dan kejadian lucu yang menghiasi masa kecil yang kemudian semakin menegaskan bahwa Ibu benar-benar sekolah pertama bagi kami anak-anaknya. Beliau adalah sosok yang kali pertama mengenalkan apa, dimana, bagaimana, mengapa dan kapan tentang segala hal yang terlihat asing bagi kami saat itu. Sampai saat ini pun Ibu terus menjadi sekolah bagi saya, bahkan ketika saya telah menyandang status sebagai seorang Ibu.

Ibu pun terus mengajarkan banyak hal kepada saya tentang bagaimana berperilaku sebagai layaknya seorang Ibu. Kata beliau kita perlu bersikap "Sadis" alias Sabar dan Disiplin dalam menjalani hari-hari dan menyelesaikan segala sesuatu, tidak terkecuali dalam merawat anak dan suami. Beliau juga sampaikan pentingnya tanamkan karakter dan akhlak terpuji bagi anak-anak karena hal tersebut merupakan modal dasar guna menjalani hari-hari di masa depan. 

Ibarat sebuah rumah, hal itu menjadi pondasi yang merupakan hal mendasar dan prinsip kehidupan. Sama halnya dengan rumah tangga, dimana sebuah rumah butuh tangga untuk naik dan meningkatkan kualitas hubungan harmonis pasangan suami istri agar senantiasa menjadi role model terbaik untuk anak-anaknya. Saya pun teringat beliau pernah berpesan kepada saya, singkat tapi cukup mengena "Ibu tidak sempurna, ambil yang baik dari Ibu, buang jeleknya".

Tak terasa sudah 9 bulan lamanya saya menjadi seorang Ibu. Satu yang menarik dan cukup menantang ialah menjadi Ibu di era new normal akibat pandemi COVID-19 seperti sekarang ini. Jujur, secara pribadi saya butuh penyesuaian dan adaptasi diri yang lebih. Tidak hanya penyesuain diri dengan status baru sebagai seorang Ibu melainkan juga dalam hal menyelesaikan pekerjaan.

Sebagai seorang Ibu dan Perempuan pekerja yang notabene dituntut berperan ganda dalam menyelesaikan pekerjaan kantor maupun domestik dalam rumah tangga. Terkadang memang lelah dan saya rasa cukup manusiawi untuk rehat dan beristirahat sejenak.


Kelak saya pun akan menjadi sekolah pertama bagi anak-anak saya. Berbekal ilmu kehidupan yang saya peroleh dari Ibu, saya harus memberikan yang terbaik kepada anak-anak saya, atau minimal sama baiknya dengan apa yang Ibu berikan kepada saya sewaktu kecil dulu. 

Anak perempuan saya pun kelak akan menjadi calon sekolah pertama bagi anak-anaknya nanti. Ibarat rantai kehidupan, di sinilah asal muasal bentuk pengajaran yang akan membentuk kecerdasan berkarakter seseorang. Ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya, maka berikanlah pengajaran terbaik. "Kasih Ibu kepada beta (dan anak beta) tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali" memang benar adanya...

p.s: Teruntuk Ibu, Siti Samsiyah:

Bukumu sudah kubuka. Baru halaman pertama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun