Mohon tunggu...
Yesi Hendriani Supartoyo
Yesi Hendriani Supartoyo Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Selanjutnya

Tutup

Financial

Zakat sebagai Instrumen Keuangan Sosial Syariah

17 Oktober 2019   16:12 Diperbarui: 17 Oktober 2019   16:27 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"...dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat" (QS. Al Baqarah:110)

Kewajiban umat beragama untuk mendonasikan sebagian dari pendapatan adalah hal yang penting bagi tiap pemeluk agama dimanapun berada, tidak terbatas pada agama tertentu saja. Mengingat proyeksi pertumbuhan umat beragama yang terbesar pada periode 2010 -- 2050 ialah Islam dan Indonesia menempati peringkat tertinggi sebagai Negara dengan penduduk muslim terbesar dunia. 

Maka, hal ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan perkembangan pasar keuangan Syariah terpesat. Perpres No.82/2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif juga berupaya mencatat keuangan Syariah sebagai gaya hidup dan solusi keuangan cerdas bagi masyarakat.

Tercatat dalam sejarah bahwa zakat merupakan kontributor besar dalam pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi dalam komunitas Muslim. Sesuai dengan tema besar "Zakat Membangun Umat dan Memajukan Bangsa" serta dengan populasi Muslim terbanyak di dunia, Indonesia mempunyai potensi besar untuk keduanya, yakni sebagai pembayar dan penerima zakat. Akan tetapi, sama seperti dana keagamaan lainnya, zakat perlu dikelola dengan lebih baik di Indonesia.

Pengembangan ekonomi umat dan sumber daya keagamaan mencakup diantaranya pengembangan kelembagaan ekonomi umat. Pengembangan core principles untuk instrumen keuangan sosial Syariah seperti zakat untuk mendukung pemberdayaan ekonomi juga diprakarsai oleh Bank Indonesia dan OJK selaku otoritas terkait di bidang keuangan. Pengembangan program keuangan sosial Syariah menggunakan pendekatan berbasis ekosistem. Sebagai salah satu bentuk pengembangan infrastruktur pendukung, telah dilakukan pengembangan core principles guna meningkatkan tata kelola dan akuntabilitas sektor keuangan sosial Syariah.

Pemanfaatan dana zakat tersebut dapat digunakan untuk pemberdayaan dana sosial keagamaan. Dana keagamaan sendiri merupakan dana yang dikumpulkan dari penganut agama tertentu yang berpotensi untuk digunakan dalam kegiatan pembangunan. Secara umum, dana kegiatan terfokus pada proyek/kegiatan/program yang bersifat sosial dan pengembangan ekonomi masyarakat.

Sedangkan filantropi sendiri merupakan sebuah aktivitas yang dilakukan oleh sekelompok orang ataupun Yayasan untuk kebaikan (kemaslahatan) publik atau masyarakat dengan semangat kebaikan bersama melalui dana pribadi maupun kelompok yang dihimpun secara sukarela. Kegiatan yang dilakukan filantropis diantaranya dapat berupa pemberdayaan masyarakat. Pemanfaatan dana zakat tersebut dapat digunakan untuk pemberdayaan sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan.

Sektor dana sosial keagamaan, termasuk pengelolaan zakat tunduk pada peraturan. Agar sektor dana sosial keagamaan dapat mengambil peran aktif dalam pengembangan keuangan Syariah di Indonesia, Undang-Undang Pengelolaan Zakat No. 38/1999 disahkan oleh Presiden Habibie. UU ini menetapkan bahwa pengelolaan zakat di Indonesia akan dilaksanakan bersama oleh Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) berbasis rakyat. Peraturan zakat diperkuat pada bulan Oktober 2011 dengan penetapan UU No. 23/2011 yang memusatkan pengelolaan zakat dibawah Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). 

Pada tahun 2014, peraturan zakat semakin diperkuat dengan Peraturan Pemerintah No.14/2014 tentang Pelaksanaan UU No.23/2011 tentang Pengelolaan Zakat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan zakat, mengoptimalkan keuntungan zakat untuk kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Lebih lanjut, peraturan ini menjelaskan peran BAZNAS sebagai badan independen yang fungsinya meliputi merencanakan, melaksanakan, mengendalikan proses pengumpulan, penyaluran dan penggunaan zakat serta melaporkan kinerja operasional pengelolaan zakat.

Sebagaimana dituangkan dalam Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia, BAZNAS sebagai lembaga pemerintah mengatur dan mengawasi pengelolaan zakat di Indonesia dalam ranah pengaturan, pengumpulan dan distribusi dari zakat, sedekah dan infaq. Pada saat penyelenggaraan Festival Filantropi Oktober 2016 silam, sejumlah lembaga diantaranya BAZNAS telah menandatangani MoU sinergi kemitraan pelaksanaan SDGs di Indonesia. Secara struktural, BAZNAS bertanggung jawab langsung pada Presiden Republik Indonesia melalui Menteri Agama. Hal ini digambarkan dalam Struktur Kelembagaan Zakat di Indonesia berikut ini.

Pengumpulan zakat di Indonesia telah bertambah dari tahun ke tahun dan catatan BAZNAS menunjukkan bahwa Laju Pertumbuhan Majemuk Tahunan antara tahun 2011 hingga 2015 adalah sebesar 25,7 persen. Grafik di bawah ini mengilustrasikan pertumbuhan zakat yang terkumpul pada periode 2011 -- 2015.

dok: Masterplan AKSI
dok: Masterplan AKSI
Sayangnya, pengembangan ekonomi umat dan sumber daya keagamaan disinyalir masih belum optimal. Berdasarkan kajian oleh BAZNAS, diperkirakan potensi zakat Indonesia mencapai Rp 217 triliun per tahun, namun zakat yang tercatat oleh BAZNAS baru mencapai Rp 6 triliun per tahun. Walaupun potensi zakat diperkirakan berjumlah antara Rp 11,5 triliun hingga Rp 19,3 triliun, BAZNAS hanya berhasil mengumpulkan Rp 98,5 miliar pada tahun 2015. Kesenjangan dramatis ini dapat disebabkan oleh gabungan dari beberapa sebab, antara lain, tidak adanya basis data komprehensif yang berisi seluruh jumlah zakat yang dikumpulkan dari lembaga formal zakat, pengelola zakat infomal atau yang dibagikan langsung oleh Muzakki pada Mustahiq.

dok: baznas.go.id
dok: baznas.go.id
Namun, ada faktor lain yang juga berkontribusi pada buruknya pengumpulan zakat melalui lembaga zakat yaitu: Kesadaran dan pemahaman yang rendah dari Muzakki, terutama mengenai penghitungan zakat; Kepercayaan publik yang rendah terhadap lembaga zakat; Persepsi umum para Muzakki bahwa zakat merupakan kewajiban agama yang hanya dapat dipenuhi bila dibayarkan langsung pada Mustahiq; dan, Tidak adanya atau kurangnya insentif untuk para Muzakki untuk membayar zakat melalui lembaga zakat formal. Oleh karenanya, dibutuhkan alternatif solusi guna meminimalisir dampak penyaluran zakat tersebut.

Adapun langkah nyata yang dapat ditempuh diantaranya melalui upaya digitalisasi zakat. Saya ingin membagi pengalaman berzakat melalui Lembaga Amil Zakat BAZNAS secara online. Di tengah arus digitalisasi yang semakin gencar ini, proses beribadah pun terasa semakin mudah. 

Melalui aplikasi Mobile Banking, saya bisa berzakat dimana saja dan kapan saja. Caranya cukup mudah, melalui fitur "Pembayaran" pilih "ZIS dan Qurban" dan pilih "Zakat". Lalu, pilih nama badan amil yang diinginkan. Saya memilih BAZNAS, dan mengisi kolom nominal pembayaran. Setelah itu, akan muncul notifikasi "Pembayaran Berhasil" sebagai konfirmasi atas keberhasilan kita berzakat secara online. Mudah, kan?

dok: pribadi
dok: pribadi
dok: pribadi
dok: pribadi
dok: pribadi
dok: pribadi
dok: pribadi
dok: pribadi
BAZNAS melalui laman webnya juga menyediakan fitur "Kalkulator Zakat" yaitu layanan untuk mempermudah perhitungan jumlah zakat yang harus ditunaikan oleh setiap umat muslim sesuai ketetapan Syariah. 

Layanan ini akan memudahkan kita mengetahui berapa jumlah zakat yang harus ditunaikan. Saya lalu melakukan simulasi melalui kalkulator zakat untuk mengetahui berapa jumlah Zakat Penghasilan yang harus saya keluarkan. Setelah mengisi pendapatan per bulan, berdasarkan perhitungan kalkulator zakat maka jumlah zakat penghasilan saya ialah sebesar Rp 500 ribu.

dok: baznas.go.id
dok: baznas.go.id
Perkembangan penyaluran zakat melalui pelbagai medium baik online maupun offline lebih memudahkan masyarakat guna memperoleh akses terhadap proses berzakat. Besar harapan semoga tulisan ini dapat menjadi salah satu upaya berkontribusi untuk meningkatkan pemahaman dan literasi masyarakat mengenai zakat. 

Selain itu, diharapkan untuk ke depannya ada peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama guna mendorong pengembangan ekonomi umat. Serta diperlukan reformasi besar dalam sektor pengelolaan zakat untuk membuat pelaksanaan sektor ini lebih transparan dan menjamin bahwa kewajiban agama terpenuhi dengan sebaik-baiknya guna memaksimalkan keuntungan bagi masyarakat Indonesia. Aamiin!

Cat: tulisan diikutsertakan dalam Kompetisi Blog Festival Literasi Zakat dan Wakaf 2019 oleh Direktorat Wakaf Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama RI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun