Radio menjadi salah satu bukti peranan penting media dan teknologi informasi terhadap pencegahan terjadinya bencana di tanah air melalui sosialisasi guna membangun budaya sadar bencana dan kesiapsiagaan terhadap ancaman terjadinya bencana. Berdasarkan sejarah, operator radio amatir merupakan pihak pertama yang mendirikan dan mengoperasikan jaringan komunikasi lokal untuk personel pemerintah dan tenaga bantuan darurat selama atau segera sesudah bencana. Hal ini dengan jelas disebutkan dalam salah satu buku kedokteran yang berjudul "Bencana Alam: Perlindungan Kesehatan Masyarakat".
Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa fasilitas radio amatir pada umumnya dapat dicirikan dengan adanya kemampuan bertahan yang tinggi. Maksudnya yaitu walau operator radio amatir kemungkinan besar menjadi lebih aktif setelah bencana yang menyebabkan terhentinya listrik dan kerusakan jaringan telepon, operator itu kerap mendukung pengiriman dan menyiarkan informasi pra bencana dan peringatan. Operator radio amatir umumnya memiliki motivasi yang baik, bersedia dan siap bekerja di bawah kondisi ekstrem yang dihadapi selama kondisi darurat akut.
Berdasarkan data survey penetrasi media tahun 2016 yang dilansir oleh Nielsen, disebutkan bahwa jangkauan pendengar radio mencapai sekitar 38 persen. Posisi penetrasi media radio menempati urutan ke empat setelah Televisi, luar ruangan, dan internet. Setidaknya radio lebih unggul dibandingkan koran dan majalah/tabloid. Hal ini tentu membuktikan bahwa pesatnya pertumbuhan internet dan televisi tidak serta merta membuat jangkauan pendengar radio lantas kehilangan peminatnya dan menurun. Tentu saja radio masih menjadi salah satu pilihan dan menempati tempat tersendiri di hati masyarakat.
Radio menjadi salah satu bentuk media khususnya penyiaran yang menjadi alternatif strategi media untuk melakukan komunikasi kepada masyarakat guna membangun kultur/budaya sadar bencana. Upaya yang berkelanjutan dan lintas generasi tentu sangat diperlukan. Media radio dipercaya dapat membangun kultur.
Belum lekang dari ingatan peristiwa banjir bandang yang terjadi di tanah kelahiran saya Manado - Provinsi Sulawesi Utara pada 2014 silam. Seketika saya tidak bisa menghubungi orang rumah karena jaringan telekomunikasi terputus, untunglah saya dapat memantau keadaan Manado pra dan pasca banjir bandang salah satunya melalui siaran radio.
Selain peristiwa banjir bandang yang pernah menimpa Kota Manado, terdapat beberapa provinsi lainnya di tanah air yang paling rawan terkena bencana. Fyi, Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah paling rawan bencana di Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, selama Januari - September 2016 telah terjadi 397 bencana di provinsi tersebut. Wilayah di Pulau Jawa lain yang juga mengalami bencana terbanyak adalah Jawa Barat dan Jawa Timur. Banjir menjadi bencana yang paling banyak menimpa daerah-daerah di Indonesia.