Mohon tunggu...
Yesi Hendriani Supartoyo
Yesi Hendriani Supartoyo Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Mewujudkan Pendidikan Bermutu yang Inklusif dan Berkelanjutan

18 April 2017   13:13 Diperbarui: 18 April 2017   13:29 7528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam upaya mewujudkan visi pembangunan nasional, penerapan konsep pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan merupakan suatu keharusan. Pengembangan Sumber Daya Manusia berkualitas, penguasaan sains dan teknologi dan bagaimana pendidikan memberi kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi merupakan dasar pijakan. Dalam pembangunan pendidikan nasional itu sendiri juga terdapat sejumlah tantangan, isu dan permasalahan.

Di dalam rangka melaksanakan pembangunan pendidikan dalam pembangunan nasional maka diantaranya harus berpegang pada asas kepedulian. Pembangunan pendidikan nasional pada satu sisi diharapkan tidak merugikan kepentingan dan pemenuhan kebutuhan generasi yang akan datang dan pada sisi lain diharapkan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan pembangunan serta perwujudan visi nasional.

Agar kepentingan dan pemenuhan kebutuhan generasi yang akan datang masih tetap terpelihara dan terpenuhi maka penerapan prinsip dan konsep pembangunan berkelanjutan menjadi hal yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu, pembangunan pendidikan dalam konteks pembangunan nasional menuju terwujudnya bangsa Indonesia yang mandiri dan berdaya saing tinggi harus mempertimbangkan isu dan permasalahan terkait dan menggunakan dasar kontekstual, teoritis dan hasil studi. Agar tercipta modal sosial yang dapat membentuk pemikiran kritis dalam rangka mencapai keberhasilan pembangunan nasional ini maka diperlukan pula kebijakan dan strategi memperluas kesempatan guna memperoleh pendidikan berkualitas yang inklusif dan berkelanjutan.

Secara etimologis kata inklusif berasal dari kata include yang berarti “menjadi bagian dari sesuatu, menyatu dalam kesatuan”. Secara filosofis, inklusi adalah pemahaman atau cara berpikir yang didadasarkan pada prinsip keadilan sosial. Dalam konteks pendidikan, inklusi merujuk kepada keadilan dalam mengakses atau memperoleh kesempatan pendidikan bagi setiap warga masyarakat yang mempunyai latar belakang berbeda. Kata inklusi mengandung unsur pokok antara lain: Sikap positif atau inklusif terhadap anak-anak yang memiliki kelainan; Rasa efisiensi yang tinggi terhadap pembelajaran; serta Kemauan dan kemampuan melakukan adaptasi terhadap pengajaran berdasarkan kebutuhan dan kelainan individu. Masalah akses pendidikan bagi penyandang cacat dan mereka yang berkebutuhan khusus memang menjadi persoalan di seluruh dunia. Di banyak Negara, terdapat 50 – 60 persen anak-anak tanpa kecacatan dan hanya 2 – 3 persen anak yang menyandang kecacatan masuk sekolah. Itulah sebabnya, badan dunia seperti UNESCO memberi perhatian serius mengenai persoalan ini (Baedowi 2012)

Oleh karena itu, ditekankan beberapa hal penting bahwa: Hak semua anak, termasuk mereka yang berkebutuhan temporer dan permanen untuk memperoleh penyesuaian pendidikan agar dapat mengikuti sekolah; Hak semua anak untuk bersekolah di komunitas rumahnya dalam kelas-kelas inklusif; Hak semua anak untuk ikut serta dalam pendidikan yang berpusat pada anak yang memenuhi kebutuhan individual; Pengayaan dan manfaat bagi mereka semua yang terlibat akan diperoleh melalui pelaksanaan pendidikan inklusif; Hak semua anak untuk ikut serta dalam pendidikan berkualitas yang bermakna bagi setiap individu; dan Keyakinan bahwa pendidikan inklusif akan mengarah pada sebuah masyarakat inklusif dan akhirnya pada keefektifan biaya.

Isu tentang inklusi dalam dunia pendidikan telah berkembang lebih dari satu dasawarsa. Banyak Negara di dunia saat ini telah mengadopsi isu inklusi menjadi bagian dari kebijakan pengembangan pendidikan terutama dalam rangka melihat respon dan relasi isu yang mengitari pendidikan inklusif. Sejak diperkenalkan melalui Salamanca Statement dan strategi global PBB dalam pendidikan untuk semua, isu pendidikan inklusif terus menemukan beragam bentuk dan pendekatan dalam pengimplementasian.

Sejalan dengan itu studi dan riset tentang pendidikan inklusif juga terus berkembang, mengingat kebutuhan operasional masing-masing sekolah juga sangat berbeda-beda. Studi lain yang dilakukan oleh Weisel dan Dror (2006) menyimpulkan bahwa pendidikan inklusi menemukan tingginya peran budaya sekolah dan self efficacy dari para guru dalam merealisasikan pendidikan inklusi. Riset ini bahkan mampu merumuskan dengan cerdas aspek-aspek yang berkaitan dengan school climate dan berkorelasi positif dengan pertumbuhan pendidikan inklusif. Aspek-aspek tersebut diantaranya ialah dukungan kepemimpinan, kemandirian guru, kebangaan akan profesi guru, renovasi fasilitas sekolah untuk anak berkebutuhan khusus, kerjasama antar guru dan banyaknya beban kerja.

Idol (2006) juga melakukan riset serupa tentang persepsi para pendidik dan staf administrasi di sekolah terhadap program pendidikan inklusif. Hasilnya sangat positif, dimana para guru, siswa, dan otoritas pendidikan memandang pendidikan inklusif bagi anak-anak berkemampuan dan berkemauan khusus dapat meningkatkan solidaritas di tingkat sekolah. Baik siswa maupun orangtua dalam sejarah awal program pendidikan inklusif di Amerika bahkan banyak yang menyediakan waktu dan tenaga untuk menciptakan asistensi instruksional yang sesuai untuk anak berkebutuhan khusus.

Jika di Negara-negara lain isu dan kebijakan program pendidikan inklusi telah sampai pada tahap operasional bahkan riset tentangnya sangat banyak dan bermanfaat bagi anak-anak berkebutuhan khusus, maka harus diakui bahwa manifestasi pendidikan inklusif di Indonesia sangat menyedihkan. Ketika pendidikan inklusif seharusnya diwujudkan dalam sekolah inklusif yang mempunyai misi memberi kesempatan kepada setiap peserta didik dan menjamin anak-anak berkelainan dan berkebutuhan khusus diakui sebagai warga belajar dalam sebuah lingkungan sekolah dengan anak-anak normal lainnya maka pemerintah malah membuat Sekolah Luar Biasa (SLB) yang terkesan diskriminatif. Artinya otoritas pendidikan kita cenderung mengadopsi traditional dualistic system yang memisahkan anak-anak yang normal dan berkelainan dalam bersekolah.

Penting untuk dipahami bahwa pendidikan inklusif menunjuk kepada akses pendidikan secara adil bagi seluruh anak warga bangsa yang mempunyai perbedaan atau keragaman latar belakang. Pendidikan inklusif merupakan suatu proses dalam menangani dan memenuhi kebutuhan yang berbeda dari peserta didik dengan mengoptimalkan partisipasi mereka dalam pembelajaran. Pendidikan inklusif juga merupakan pendekatan transformatif terhadap sistem pendidikan yang ada agar responsif terhadap keragaman peserta didik.

Dalam konteks menumbuhkan masyarakat inklusif atau demokratis, pendidikan inklusif dipahami sebagai proses penanaman sikap toleran di kalangan peserta didik agar mereka siap menghadapi atau apresiatif terhadap perbedaan dalam kehidupan seperti pendapat, pandangan, kepercayaan, budaya dan ideologi. Melalui pendidikan inklusif kesadaran kritis terhadap isu-isu keadilan akan dapat ditumbuhkan melalui refleksi. Berdasarkan ide atau pengertian pendidikan inklusif, maka ada beberapa prinsip dasar yang dapat disimpulkan yaitu (Baedowi et al2015):

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun