Mohon tunggu...
Yesi Hendriani Supartoyo
Yesi Hendriani Supartoyo Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

"Informasi Pangan Jakarta", Daya Upaya Bank Indonesia Menjaga Kestabilan Harga

20 Juli 2014   05:48 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:50 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Inflasi adalah keadaan perekonomian yang ditandai oleh kenaikan harga secara cepat sehingga berdampak pada menurunnya daya beli. Inflasi dapat dianggap sebagai fenomena moneter karena terjadinya penurunan nilai unit penghitungan moneter terhadap suatu komoditas. Sehingga kebijakan moneter yang perlu dilakukan untuk mempengaruhi kondisi perekonomian misalnya melalui pengendalian likuiditas perekonomian, untuk mencapai sasaran akhir berupa stabilitas harga. Tapi ternyata pengendalian inflasi tidak bisa dilakukan hanya melalui kebijakan moneter, melainkan juga kebijakan ekonomi makro lainnya seperti kebijakan fiskal dan kebijakan di sektor riil. Maka, koordinasi dan kerjasama antar lembaga lintas sektoral sangat penting untuk menangani masalah inflasi bahkan berbagai kebijakan penyesuaian harga barang yang dikendalikan pemerintah juga dapat memberikan tekanan inflasi secara signifikan. Secara teori, Pangiuk (2013) mengungkapkan bahwa  timbulnya inflasi dapat dikarenakan oleh beberapa hal diantaranya karena adanya peningkatan permintaan masyarakat, desakan naiknya biaya produksi serta bisa saja terjadi karena keduanya. Beberapa determinan inflasi yang masuk ke dalam jenis demand pull inflation diantaranya jenis inflasi dari permintaan musiman semisal Ramadhan dan hari raya Idul Fitri.

Bank Indonesia (2014c) melalui Direktur Departemen Komunikasi mengungkapkan bahwa menjelang Ramadhan Inflasi masih terkendali dimana inflasi Juni 2014 mengalami peningkatan sesuai dengan pola historisnya namun tetap terkendali dan bahkan lebih rendah dibandingkan angka historis dalam beberapa tahun terakhir. Bank Indonesia memang telah berupaya secara konsisten untuk menempuh kebijakan dalam rangka mengelola inflasi dan meningkatkan koordinasi pengendalian inflasi dengan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah. Salut!

[caption id="attachment_348659" align="aligncenter" width="576" caption="Tweet Prof. Ahmad Erani Yustika berupa ungkapan ucapan selamat atas keberhasilan pemerintah mengendalikan inflasi (Dok: pribadi)"][/caption]

Bank Indonesia (2014a) melaporkan bahwa pola inflasi Ramadhan secara umum bahwa dalam tiga tahun terakhir semenjak 2011 hingga 2013, komoditi pangan yang menjadi penyumbang inflasi pada periode puasa Ramadhan dan Idul Fitri relatif tidak mengalami perubahan seperti: aneka daging, aneka bumbu dan beras. Adapun pola inflasi Ramadhan secara spasial memperlihatkan penyumbang utama inflasi selama Ramadhan dan Idul Fitri berasal dari kota-kota di Kawasan Jawa. Namun demikian, kota di Kawasan Sumatera dan Kawasan Timur Indonesia cenderung memiliki tingkat inflasi yang lebih tinggi dibandingkan kota di Kawasan Jawa. Berdasarkan tracking perkembangan harga bahan makanan terkini hasil dari pantauan 18 kantor perwakilan Bank Indonesia maka diperoleh informasi bahwa harga daging ayam ras dan telur ayam ras mulai mengalami kenaikan sejalan dengan peningkatan permintaan menjelang bulan Ramadhan, demikian pula yang terjadi pada bawang merah. Untuk pasokan bawang merah selama puasa dan lebaran relatif aman. Hal ini dikarenakan sebagian besar sentra produsen telah memasuki masa panen.

Laporan Analisis Inflasi Edisi 4 Juli 2014 juga mengungkapkan bahwa inflasi menjelang Ramadhan terkendali namun risiko inflasinya cukup besar. Disebutkan bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Juni mencapai 0,43 persen, sesuai polanya inflasi menjelang perayaan hari besar keagamaan nasional yang cenderung meningkat. Namun demikian secara tahunan tren penurunan masih terjadi. Kendati inflasi sampai dengan Juni masih relatif terkendali, perlu diwaspadai tekanan inflasi yang cenderung meningkat di akhir tahun. Adapun sejumlah faktor risiko tersebut yaitu risiko inflasi pangan, risiko meningkatnya inflasi barang impor, risiko dari administered prices, risiko pelemahan rupiah dan kenaikan harga minyak dunia.

Sesuai dengan pola musimannya menjelang Ramadhan, kelompok volatile food mengalami tekanan inflasi setelah tiga bulan berturut-turut mengalami deflasi. Komoditas yang mengalami kenaikan tertinggi ialah daging ayam, bawang merah, telur ayam ras dan bawang putih. Secara umum, kenaikan harga disebabkan oleh peningkatan permintaan menjelang bulan Ramadhan. Khusus untuk daging ayam dan telur ayam ras kenaikan harga terutama disebabkan oleh kebijakan pembatasan produksi, dimana disebutkan dalam Surat Mendag No.644/M-DAG/SD/4/2014 tanggal 15 April kepada ketua dan anggota Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas dan para pengusaha pembibitan unggas, untuk menjaga pendapatan yang wajar dari peternak unggas, menjaga ketersediaan pasokan dan agar tidak terjadi lonjakan harga eceran di tingkat konsumen pada saat Hari Besar Keagamaan Nasional.

Sementara itu, terganggunya panen bawang merah di beberapa daerah oleh hama penyakit dan aksi pedagang yang menahan stok bawang merah ke pasar mendorong kenaikan harga pada bawang merah di tengah berlangsungnya panen di beberapa sentra produksi. Selanjutnya, musim panen beras yang berakhir juga mendorong terus meningkatnya harga. Tekanan inflasi volatile food yang lebih tinggi tertahan oleh deflasi yang terjadi pada cabai rawit, cabai merah dan ikan segar. Panen yang masih berlangsung di berbagai sentra masih mengakibatkan penurunan harga baik pada cabai merah maupun cabai rawit. Selanjutnya, kondisi cuaca yang membaik mengakibatkan peningkatan hasil tangkapan nelayan yang kemudian menyebabkan pasokan melimpah dan mendorong koreksi harga. Selain itu, kelangkaan LPG di daerah khususnya Sumatera dan Jawa akibat kenaikan permintaan menjelang Ramadhan juga menyumbang inflasi. Ternyata banyak hal yang memicu terjadinya inflasi, tidak sekedar karena yang “katanya” ->harga naik karena permintaan naik, sementara persediaan barang segitu-segitu saja?!”

Dalam rangka mengantisipasi risiko inflasi, dalam jangka pendek termasuk pada periode Ramadhan, penguatan koordinasi dalam forum Tim Pengendalian Inflasi (TPI) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) menjadi prioritas. Di level daerah, upaya menjaga stabilitas harga pangan dalam bulan Ramadhan dan Idul Fitri telah diperkuat melalui Surat Edaran Mendagri No.511.1/2901/SJ tanggal 4 Juni 2014 yang berisi instruksi untuk melakukan langkah-langkah yang diperlukan demi menjaga stabilitas harga pangan menjelang Ramadhan dan Idul Fitri 2014. Dalam upaya menjaga kecukupan pasokan, langkah-langkah intervensi pasar oleh pemerintah perlu diperkuat diantaranya melalui operasi pasar, pasar murah, pasar penyeimbang dan lainnya. Selain itu, komunikasi ke publik secara efektif terkait dengan ketersediaan pasokan dan perkembangan harga juga perlu ditingkatkan untuk mengendalikan ekspektasi masyarakat. Pemerintah daerah juga perlu menjaga kelancaran distribusi barang baik melalui darat, laut dan udara. Di tingkat pusat, koordinasi antara K/L perlu diintensifkan untuk mengantisipasi tekanan harga khususnya pada komoditas beras. Selain itu, diperlukan langkah untuk me-review kebijakan yang mendorong terus berlanjutnya kenaikan harga daging ayam dan telur ayam dengan tetap mempertimbangkan dampaknya terhadap keberlangsungan usaha peternakan unggas skala kecil.

Terkait dengan komunikasi ke publik secara efektif terkait dengan ketersediaan pasokan dan perkembangan harga maka ada terobosan terbaru yang dilakukan oleh pihak Bank Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta dan PD Pasar Jaya yang tergabung dalam TPID DKI Jakarta guna mendukung program pengembangan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Jakarta yang merupakan pilot project semenjak 2013 yaitu melalui portal “Informasi Pangan Jakarta (IPJ)”. Awal mulanya terbentuk tentu berangkat dari satu keresahan dan pemahaman bahwa ketahanan pangan menjadi salah satu prioritas utama program pembangunan nasional mengingat pangan memiliki nilai strategis terkait dengan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar serta aspek ketahanan sosial, stabilitas ekonomi, politik dan keamanan. Sehingga muncullah PIHPS sebagai salah satu bagian dari penguatan program ketahanan pangan untuk mencapai tujuan akhir yaitu peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Minimnya informasi harga bahan pangan yang terpercaya akan mempengaruhi efisiensi keputusan yang diambil oleh para pelaku ekonomi di tingkat nasional dan daerah. Akumulasi dan ekspektasi negatif masyarakat akibat adanya asymmetric information berpotensi menimbulkan gejolak harga yang pada gilirannya dikhawatirkan dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi makro. Ketidakjelasan dan kurang terintegrasinya informasi harga akan juga berpengaruh pada kestabilan harga pangan. Selain mata rantai distribusi yang panjang, kurang adanya informasi yang terintegrasi dan terpercaya juga menyebabkan disparitas harga yang semakin melebar. PIHPS difokuskan pada diseminasi harga bahan pangan strategis yaitu komoditas pangan yang dikonsumsi masyarakat secara luas atau memiliki bobot kontribusi inflasi yang tinggi. Ada 13 pasar yang terdata diantaranya Pasar Induk Kramat Jati, Pasar Induk Beras Cipinang, Pasar Senen Blok III-VI, Pasar Jembatan Merah, Pasar Sunter Podomoro, Pasar Rawa Badak, Pasar Grogol, Pasar Glodok, Pasar Minggu, Pasar Mayestik, Pasar Pramuka, Pasar Kramat Jari dan Pasar Jatinegara. Data statistik per wilayah dan per komoditas juga ditampilkan untuk melihat perkembangan harga di tiap pasar setiap harinya per komoditas. Statistik per komoditas juga menampilkan perkembangan harga komoditas di tiap pasar setiap harinya sehingga dapat terlihat mana harga tertinggi, rata-rata maupun yang terendah.

[caption id="attachment_348661" align="aligncenter" width="560" caption="Informasi harga rata-rata komoditas setiap hari di DKI Jakarta (Sumber: http://infopangan.jakarta.go.id/) Dok: pribadi"]

14057829691499455691
14057829691499455691
[/caption]

[caption id="attachment_348663" align="aligncenter" width="560" caption="Statistik harga pangan per wilayah dilengkapi perkembangan harga di tiap pasar setiap hari (Sumber: http://infopangan.jakarta.go.id/) Dok: pribadi"]

14057830732004398304
14057830732004398304
[/caption]

[caption id="attachment_348664" align="aligncenter" width="618" caption="Dilengkapi pula dengan peta lokasi pasar yang ada di DKI Jakarta (Sumber: http://infopangan.jakarta.go.id/) Dok: pribadi"]

14057831462011464206
14057831462011464206
[/caption]

Misi dari pengembangan PIHPS ialah untuk meningkatkan akses informasi harga pangan yang terpadu kepada pelaku ekonomi untuk menjaga ekspektasi masyarakat yang diperlukan untuk mendukung upaya pencapaian sasaran inflasi dan peningkatan efisiensi perekonomian. Pemilihan PIHPS Jakarta sebagai pilot project tidak terlepas dari peran penting wilayah DKI Jakarta sebagai barometer dalam menjaga stabilitas harga. Karena yang terpenting dalam pengendalian inflasi ialah menjaga serta mengendalikan ekspektasi masyarakat agar tidak berlebihan, hal ini tentu saja berkaitan erat dengan stabilitas harga. Besar harapan pula semoga  PIHPS melalui Informasi Pangan Jakarta-nya dapat tersebar di tiap provinsi di Indonesia  sehingga kendala akses informasi masyarakat dapat teratasi. Salam

Referensi:

Bank Indonesia. 2014a. Antisipasi Ramadhan/Idul Fitri dan Potensi Risiko Inflasi.

____________. 2014b. Peran Bank Indonesia dalam Menjaga Stabilitas Perekonomian

____________. 2014c. Menjelang Ramadhan Inflasi Masih Terkendali. Departemen Komunikasi Bank Indonesia

Divisi Asesmen Inflasi – Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro – Kemenkeu RI, Direktorat Pengembangan Ekonomi Daerah – Kemendagri RI, Urusan Ekonomi dan Keuangan Daerah – Kemenko RI. 2014. Analisis Inflasi Edisi 4 Juli 2014

Informasi Pangan Jakarta. http://infopangan.jakarta.go.id/publik/about diakses tanggal 19 Juli 2014

Pangiuk, A. 2013. Inflasi pada Fenomena Sosial Ekonomi: Menurut Al – Maqrizi. Kontekstualita, Vol. 28, No. 1

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun