Mohon tunggu...
Yesika YulinAndari
Yesika YulinAndari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

I am a strong communicator, a riskater, and a fast-learner with the ability to be well- organized as an individual or teamates. I am passionate about creating content (video and writing), marketing and branding, and administrative work.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Non - Megaphone Diplomacy Indonesia Atasi Krisis Myanmar

11 Juli 2023   06:30 Diperbarui: 11 Juli 2023   06:44 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Myanmar merupakan salah satu negara ASEAN yang akhir-akhir ini memiliki permasalahan krisis kepercayaaan. Sebagai negara yang dalam perjalanan mencapai demokrasi, Myanmar menghadapi krisis kemanusiaan yang terjadi antara pemerintah Myanmar dengan salah satu etnis minoritas dibagian Rakhine Utara. Rohingya sebagai etnis minoritas di Myanmar dengan total populasi sebanyak 1,1 juta jiwa, sering mendapatkan kekerasan dari pemerintah Myanmar yang mengarah ke aksi genosida. 

Bentuk kekerasan yang dialami Rohingya seperti penolakan pemberian kewarganegaraan, pembatasan ruang gerak untuk berpindah, pembatasan untuk bereproduksi, pembatasan dalam kegiatan ekonomi, pembatasan dalam bidang pendidikan, penahanan dan penyiksaan, pelecehan terhadap kaum wanita dan pembatasan pernikahan. 

Konflik yang sering terjadi di Myanmar antara etnis Rohingya dengan pemerintah Myanmar menimbulkan efek tersendiri bagi Myanmar, yaitu krisis pengungsi bagi penduduk Rohingya. Secara historis keberagaman etnis di Myanmar tidak dapat dilepaskan dari pendudukan Inggris pada 1824. Lebih satu abad Inggris menjadikan Myanmar sebagai daerah jajahan dengan menyerap hasil pertanian beras. Pemerintahan Inggris merekrut tenaga kerja migran untuk menghasilkan laba yang tinggi dari tanah kekuasaannya. 

Pada abad ke-17 kebijakan ini berimbas pada banyaknya etnis Rohingya yang masuk ke Myanmar dan menurut data sensus, kisaran tahun 1871 dan 1911, populasi penduduk Muslim di Myanmar dengan pesat mengalami peningkatan hingga tiga kali lipat. Dimasa sekarang ini keberagaman etnis malah menjadi masalah tersendiri bagi Myanmar.

Dengan terjadinya konflik di Myanmar yang merupakan bagian dari ASEAN, Indonesia tidak tinggal diam. Mengetahui adanya permasalahan tersebut, Indonesia ikut serta membantu dan berupaya untuk menyelesaikan krisis kemanusiaan yang terjadi. Walaupun sikap Myanmar yang cenderung tertutup terhadap pihak luar, namun Indonesia melakukan kunjungan diplomatik ke Myanmar untuk melakukan pendekatan dan mencari solusi. 

Kunjungan diplomatik Indonesia ke Myanmar untuk melakukan dialog dengan pemerintah Myanmar ini tidak mungkin terlaksana apabila pemerintah Myanmar tidak memberi akses kepada Indonesia. Alasan Myanmar membuka diri untuk Indonesia yaitu karena faktor kepercayaan dari Pemerintah Myanmar terhadap Pemerintah Indonesia. 

Dalam memulai perannya untuk menyelesaikan krisis kemanusiaan di Rohingya Indonesia menjalin komunikasi dengan Myanmar dan Bangladesh, serta beberapa pihak asing. Komunikasi ini bertujuan untuk membicarakan kondisi terkini di Rakhine serta mendiskusikan solusi untuk mengatasi kasus ini. Pihak-pihak asing tersebut antara lain Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Dewan Penasihat Rohingya dan Organisasi Kerjasama Islam. Namun, peran Indonesia bisa dibilang sebagai peran terpenting karena berhasil mencapai pertemuan langsung dengan Pemerintah Myanmar.

Cara ampuh yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam menangani krisis di Myanmar yaitu dengan menggunakan Non-Megaphone Diplomacy. Non Megaphone diplomacy yaitu diplomasi yang dilakukan secara diam-diam dan searah langsung pada sasaran yang dituju. Hal ini dilakukan Indonesia setelah melakukan riset mendalam mengenai solusi yang tepat untuk permasalahan ini. Sebelumnya, negara-negara lain telah mencoba ikut serta menangani masalah ini melalui Megaphone Diplomacy. Tetapi cara tersebut selalu ditolak oleh Myanmar. Sehingga, Indonesia mencoba menggunakan jalan lain yaitu Non-Megaphone Diplmacy. 

Pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, melakukan pertemuan langsung dengan Menlu Aung San Suu Kyi dan Panglima Militer Jenderal U Min Aung Hlaing dari Myanmar. Melalui pertemuan tersebut, diketahui alasan terjadinya krisis kemanusiaan di negara bagian Rakhine karena kelompok bernama Arakhan Rohingya Salvation Army (ARSA) menembaki 30 pos polisi yang ada di Rakhine. Dampaknya menyebabkan ratusan ribu jiwa harus mengungsi. 

Direktur Jenderal ASEAN Kementerian Luar Negeri Jose Tavares, mengatakan selain hubungan baik kedua negara yang sudah terjalin sangat lama, sikap pemerintah tidak ikut-ikutan mengecam Suu Kyi alias menggunakan megaphone diplomacy. Malaysia menjadi bukti nyata penggunaan megaphone diplomacy pada tahun lalu. Hasilnya, Suu Kyi menolak bertemu dengan Menlu Malaysia Anifah Aman di sela KTT Menlu ASEAN di Laos.

Penerimaan diplomasi Indonesia oleh Myanmar terkait konflik Rohingya periode 2015-2017 tidak hanya dipengaruhi oleh faktor diplomasi saja, melainkan juga karena kepercayaan. Myanmar memiliki kepercayaan terhadap Indonesia terkait konlik Rohingya dikarenakan hubungan bilateral yang baik dan diplomasi Indonesia. Selain itu, kepercayaan Myanmar juga berkaitan dengan identitas yang sedang dibangun oleh Myanmar, yaitu negara demokrasi. 

Sedangkan dari segi kedaulatan, upaya Myanmar dalam mengkonstruk konflik Rohingya sebagai konflik domestik juga dilakukan oleh Indonesia dengan meminta negara-negara untuk mengambil pendekatan yang konstruktif dan inklusif, dan menghindari penggunaan megaphone diplomacy seperti yang dikatakan oleh Menlu Retno di KTM OKI pada 2017 dikarenakan Myanmar melihat megaphone diplomacy sebagai intervensi yang mengurusi urusan domestiknya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mengapa Myanmar menerima diplomasi Indonesia dikarenakan adanya faktor diplomasi, kepercayaan, identitas, dan juga keamanan beserta kedaulatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun