Mohon tunggu...
YESENIA VARIANI HASSYA
YESENIA VARIANI HASSYA Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

menyukai musik

Selanjutnya

Tutup

Nature

Ketika Tren Membunuh Bumi: Cara Bijak Melawan Fast Fashion

13 Desember 2024   19:53 Diperbarui: 13 Desember 2024   19:55 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber : https://www.shutterstock.com/image-photo/womens-clothing-store-showing-variety-skirts-1147620173)

Seiring berkembangnya waktu, ketertarikan masyarakat terhadap dunia fashion semakin meningkat. Masyarakat tak segan mengeluarkan uang dengan jumlah yang fantastis demi dapat tampil stylish, namun tetap mengutamakan harga yang terjangkau. Sikap ini, dan didorong dengan budaya konsumerisme, membuat industri fashion berlomba lomba mengeluarkan produk fashion. Hal ini kemudian melahirkan istilah Fast Fashion. Menurut Yudi (2022), Fast fashion dapat berarti suatu mode yang diproduksi secara cepat, murah, dan massal serta bentuk produknya yang mengambil konsep desain dari pertunjukan adibusana merek lain dan diaplikasikan menjadi model baju siap pakai yang siap dipasarkan dan bertujuan mengikuti tren terkini. Perkembangan teknologi juga semakin mempermudah penyebaran produk fashion ke seluruh penjuru dunia. Dengan begitu, masyarakat dapat dengan mudah untuk tertarik dan mengikuti alur perkembangan fashion agar tidak tertinggal.

Ketika membahas fast fashion, kita tidak hanya membahas mengenai trend dan kemudahan akses belanja. Di balik itu semua, terdapat sejumlah masalah yang ditimbulkan dari hadirnya produk fast fashion. Fast fashion telah memberikan dampak negatif terhadap lingkungan dan kehidupan secara signifikan. Dalam proses produksinya, bidang industri fast fashion memanfaatkan hampir 97 miliar meter kubik air setiap tahunnya untuk menciptakan bahan baku. Dari data yang diperoleh United Nations Environment Programme, sebanyak 20% atau sekitar 93 miliar meter kubik air di dunia telah tercemar oleh limbah limbah berbahaya dari industri fast fashion yang dibuang ke selokan dan sungai. Hal ini disebabkan industri fashion menggunakan bahan bahan kimia berbahaya untuk mewarnai pakaian dan mencetak gambar, demi menekan biaya produksi sehingga dapat memasarkannya dengan harga murah.

Proses produksi fast fashion juga turut menyumbang emisi terbesar di dunia dari mikroplastik yang dihasilkannya. Beberapa industri menggunakan serat sintetis, seperti akrilik, nilon, dan poliester sebagai bahan baku pakaiannya sebab lebih mudah didapatkan. Bahan bahan tersebut merupakan non biodegradable raw materials yang berarti bahan sulit terurai dan bahkan akan terurai selama bertahun tahun. Mencuci kain berbahan dasar poliester akan melepaskan serat mikro yang dapat meningkatkan kadar plastik di laut. Microfiber yang sulit terurai berdampak buruk bagi organisme laut seperti plankton (Fenty & Ibnu, 2023).

Jumlah limbah tekstil yang dihasilkan dari penjualan pakaian fast fashion juga semakin mengkhawatirkan. Menurut Fenty dan Ibnu (2023), pada tahun 2020 sekitar 18,6 juta ton limbah tekstil dibuang ke tempat pembuangan sampah lalu dibuang ke laut. Rata rata konsumen juga membuang 60% pakaiannya hanya dalam satu tahun pembelian. Sehingga dapat diperkirakan pada tahun 2050, sampah tekstil global akan mencapai 300 juta ton, lebih banyak dibandingkan sampah plastik. Sebuah studi yang dilakukan oleh YouGov menemukan bahwa orang dewasa di Indonesia membuang setidaknya satu potong pakaian dan 25% membuang lebih dari 10 potong pakaian setiap tahunnya. Hal ini menjadi permasalahan serius terutama ketika masyarakat dunia tidak mampu mengolah dan memutar limbah tekstil tersebut. Penumpukan limbah tekstil akan berkontribusi pada peningkatan emisi gas rumah kaca yang berujung pada pemanasan global.

Menghadapi fenomena tersebut, kita perlu menunjukkan sikap yang lebih sadar lingkungan. Salah satu langkah yang dapat kita lakukan adalah menerapkan konsep sustainable fashion. Sustainable fashion sendiri merupakan konsep produksi pakaian yang ramah lingkungan dan beretika dengan mempertimbangkan dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi sepanjang siklus hidup pakaiannya. Konsep ini didasari oleh 3 pilar utama :


People, dimana praktik bisnis yang dilakukan harus adil, baik pada para pekerja maupun pelanggan,
Planet, pemilihan bahan, proses produksi, dan pengolahan limbah harus dipertimbangkan dengan baik sehingga tidak merusak bumi,
Provit, yaitu bisnis harus menguntungkan tanpa perlu mengorbankan poin people dan planet.


Prinsip utama sustainable fashion mencakup beberapa pendekatan yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif fast fashion terhadap lingkungan dan masyarakat. Pertama, sustainable fashion bisa dilakukan dengan penggunaan bahan ramah lingkungan dalam proses produksi pakaian dengan mengurangi penggunaan minyak bumi sebagai bahan dasar pembuatan bahan baku pakaian. Kedua, melakukan daur ulang pakaian yang sudah tidak digunakan dan upcycling pakaian dengan cara memakainya kembali (reuse) untuk mengurangi limbah tekstil. Terakahir, meningkatkan rasa bertanggung jawab dalam membeli pakaian dengan mengutamakan aspek kualitas dari kuantitas.

Dengan demikian, meskipun fenomena fast fashion membawa kemudahan bagi konsumen untuk mengikuti tren dengan harga terjangkau, dampak negatif yang ditimbulkan sangat besar, terutama bagi lingkungan dan masyarakat. Proses produksi fast fasion telah menyebabkan pemborosan sumber daya alam, pencemaran air, emisi gas rumah kaca, serta penumpukan limbah tekstil yang berujung pada pencemaran tanah. Oleh karena itu diperlukan langkah untuk menyikapi fenomena tersebut dengan menerapkan konsep sustainable fashion dengan cara penggunaan bahan ramah lingkungan, daur ulang dan upcycling pakaian, dan meningkatkan rasa bertanggung jawab dalam membeli pakaian. Dengan beberapa pendekatan tersebut, diharapkan masyarakat dapat berkontribusi untuk menciptakan bumi yang lebih sehat dan terjaga kelestariannya.


Sumber :

https://id.scribd.com/presentation/603261234/Tugas-6-Sustainable-Fashion-1

https://waqafilmunusantara.com/wp-content/uploads/2023/05/fashion.pdf

https://eprints2.undip.ac.id/id/eprint/8600/3/BAB%20II.pdf

https://jurnalku.org/index.php/jolas/article/view/669/642

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun