Hal-hal yang perlu diperiksa antara lain golongan darah hingga ukuran organ dan postur tubuh. Langkah kedua, dokter akan memilah dan memastikan pendonor dan organ yang tepat dan sesuai untuk pasien. Berikutnya, adalah melepas organ yang rusak dan memasang organ hasil transplantasi ke tempatnya. Proses yang terakhir yaitu menyambungkan aliran darah agar bisa menghasilkan urin kembali. Ada beberapa pasien yang ginjalnya dapat langsung bekerja secara normal kembali, namun ada juga pasien yang butuh waktu hingga beberapa minggu agar ginjal bekerja normal.
Pastinya, semua operasi dan tranplantasi organ memiliki efek samping. Tidak menutup kemungkinan jika setelah mendapatkan donor organ, tubuh kita justru menolak hal tersebut misalnya seperti terjadi infeksi. Maka dari itu, biasanya dokter akan memberikan obat tambahan untuk dikonsumsi setelah melakukan operasi transplantasi organ tersebut. Efek samping lainnya setelah melakukan transplantasi organ yang mungkin terjadi antara lain kadar kolesterol yang tinggi.
Ini dapat terjadi karena efek samping dari obat-obatan pengontrol sistem imun. Kolesterol ini bisa dikatakan berbahaya jika menutupi saluran peredaran darah. Berikutnya adalah tekanan darah yang tinggi.Kembali hal ini disebabkan karena obat sistem imun. Tekanan darah yang tinggi juga tidak bisa diremehkan, cukup berbahaya dan dapat mengancam nyawa. Kanker juga bisa menjadi efek samping akibat konsumsi obat imunosupresan, dimana obat tersebut menekan sistem imun agar tidak menolak organ baru. Kanker yang sering terjadi pasca transplantasi adalah kanker kulit, bibir, dan kanker limfoma non-Hodgkin.
Akhir-akhir ini, banyak ahli yang mengatakan bahwa transplantasi organ berbahaya. Dengan adanya faktor-faktor yang belum jelas kepastiannya, banyak sekali dampak negatif dari pelaksanaan transplantasi organ itu sendiri. Para ahli mengatakan bahwa pasien akan rentan untuk alergi, mengalami infeksi, hingga kanker.Jadi ada sebuah penelitian yang telah dilakukan, dan penelitian itu menyatakan bahwa penerima transplantasi organ beresiko jauh lebih besar terkena kanker dibanding populasi umum.Â
Namun, alasannya masih belum jelas. Kepala penelitian, Eric Engles dari Institut Kanker Amerika, mengatakan bahwa resiko penerima transplantasi organ terkena kanker dapat berlipat ganda selama setahun setelah transplantasi. "Jadi, jika tujuh dari setiap 1.000 orang populasi umum diduga akan berisiko terkena kanker, kami mengamati sekitar dua kalinya, sekitar 13 atau 14 di antara 1.000 pasien transplantasi yang diikuti selama satu tahun berisiko terkena kanker," paparnya.
Maka menurut Eric Engles,yang akan beresiko tinggi adalah mereka yang mengalami penekanan sistem imun tubuh. Resiko penyakit limfoma non-Hodgkin juga meningkat bahkan tujuh kali lipat akibat transplantasi organ. Namun, penelitian tersebut bukan semata-mata merujuk bahwa transplantasi organ sangat amat berbahaya, tetapi kita juga harus melihat faktor lain.
Permasalahan utama sebenarnya adalah di sistem imun tubuh.Setelah melakukan proses transplantasi, penerima organ harus mendapat obat penekanan sistem kekebalan atau dikenal dengan istilah imunosupresan. Hal ini diberikan agar tubuh tidak mengalami penolakan terhadap organ yang baru saja diterima.Â
Justru hal itulah yang menyebabkan risiko terkena penyakit kanker menjadi semakin tinggi. "Menekan sistem kekebalan tubuh meningkatkan risiko kanker. Dan jika pasien memiliki kanker, diperlukan sistem kekebalan yang kuat untuk melawan kanker," kata Dr Darla Granger, direktur program transplantasi pankreas di St John Hospital dan Medical Center di Detroit.
Orang-orang yang menerima transplantasi organ juga bisa mengalami masalah psikologis, mulai dari perasaan takut hingga depresi. Tentunya hal ini akan menunjang penyakit lain yang berkaitan dengan gejala-gejala psikologis yang sudah ditimbulkan. Permasalahan memang banyak terjadi oleh obat imunosupresan tersebut. Tetapi, memang sulit untuk memilah penyebab terjadinya penyakit kanker karena banyak faktor yang memengaruhi dan tidak berpedoman pada satu faktor saja.Â