Pagar besi pada gapura, akses utama pekarangan di depan pekarangan tertutup erat; yang dapat saya lihat hanyalah sebuah tembok rendah di dalam gapura yang berhias pahatan batu tokoh Ganesha.
'Uninga diponggo anggatra janma,' baca sebuah tulisan aksara jawa di atasnya.  Sebuah sengkalan dengan kronogram Ganesha berhias lambang garuda di dada kirinya; tanggal dibangunnya situs ini. 1983.
Siapa sangka bangunan ini merupakan bentuk peninggalan sejarah yang melatarbelakangi Serangan Umum 1 Maret 1949. Keberadaan dua prasasti pada sisi kiri dan kanan situs saja tak cukup meyakinkan.Â
Berdasarkan artikel-artikel dari cendananews.com dan jogjasuper.co.id., keberadaan dari monumen (prasasti) tertulis ini merupakan dan menjadi saksi bisu perjuangan Soeharto beserta pasukannya dan juga keikutsertaan warga desa Segoroyoso dalam perlawanan terhadap para penjajah, dalam Serangan Umum 1 Maret 1949.Â
Komandan Wehrkreise III Letkol Suharto bersamaan dengan pasukannya menyusun dan mempersiapkan seluruh strategi penyerangan tersebut di desa ini.Â
Di masa itu, pemuda-pemuda desa banyak yang mengikuti latihan militer dalam rangka perlindungan kawasan pada saat itu, maupun dikirim ke luar daerah.Â
Desa ini juga menyumbangkan rumah-rumahnya untuk digunakan sebagai markas pertahanan dan juga fasilitas pendukung lain seperti rumah sakit, serta fungsi lainnya.
 Tak melihat adanya tanda-tanda kehidupan di sekitar situs, saya segera memutuskan untuk bertanya pada warga pemilik toko kelontong di seberang jalan.Â
Sesuai dengan informasi-informasi yang saya baca di internet, bangunan ini memang dan masih belum aktif digunakan semenjak gempa 2006.
Gempa vulkanik tersebut meruntuhkan sebagian besar elemen dan bagian dari bangunan ini. Menurut ibu pengelola toko tersebut, situs tersebut tak lagi sebagai tempat berkegiatan pramuka, maupun wadah arisan ibu-ibu PKK.Â