Mohon tunggu...
Yerry Tawalujan
Yerry Tawalujan Mohon Tunggu... -

Studi Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Jayabaya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Surat Terbuka untuk SBY

13 Juli 2014   10:19 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:29 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang saya hormati,

Perkenankan saya menulis surat terbuka ini kepada Bapak agar bisa juga dibaca banyak orang. Ketika bertemu Bapak di Istana Negara bersama beberapa pimpinan agama, Kamis 12 Mei 2011, saya kagum dengan kecerdasan Bapak. Pemaparan Bapak tentang situasi ekonomi global, kokohnya ekonomi Indonesia melewati krisis, visi kedepan untuk kemakmuran Indonesia, situasi keamanan dan kerukunan beragama serta hal-hal lain yang Bapak sampaikan membuat kami yang hadir waktu itu tak henti memuji kepintaran dan kebijaksanaan Bapak. Di akhir pertemuan itu, kalau Bapak masih ingat, kami menyampaikan agar Bapak bisa meninggalkan legacy, warisan yang baik buat bangsa ini.

Di akhir kepemimpinan Bapak di periode ke-dua kepresidenan RI, tantangan agar meninggalkan legacy itu makin nyata. Pilpres 9 Juli telah selesai. Aman tanpa gejolak. Jauh dari kerusuhan dan kekacauan seperti yang sempat ditakutkan banyak pihak. Pelaksanaan Pilpres yang aman ini tentu menjadi kredit point yang bagus buat Bapak sebagai Presiden.

Tapi seperti yang Bapak tahu, dua jam setelah TPS-TPS di tutup, muncul “kekacauan” yang tidak diduga banyak orang. Kekacauan hasil hitung cepat atau quick count. Hasil delapan lembaga survey yang kredibel (SMRC, Litbang Kompas, Cyrus-CSIS, Indikator Politik Indonesia, RRI, LSI, Populi Center dan Pol Tracking) yang memenangkan pasangan Jokowi JK dengan selisih rata-rata sekitar 4-5 %atas Prabowo-Hatta dikacaukan oleh empat lembaga survey (Puskaptis, LSN, JSI dan IRC) yang memenangkan Prabowo-Hatta dengan rata-rata perbedaan 3-4 % atas Jokowi-JK.

Sebagai intelektual, tentu Bapak tahu bahwa jika quick count dilakukan secara jujur dengan metodologi yang benar, hasilnya pasti tidak akan jauh berbeda antara satu lembaga survey dengan lembaga survey lainnya. Karena quick count adalah hitung cepat hasil real di TPS-TPS yang diambil secara merata dan proporsional di seluruh propinsi di Indonesia. Itulah sebabnya hasil quick count delapan lembaga survey yang kredibel itu tidak begitu berbeda satu dengan yang lainnya. Sama-sama memenangkan Jokowi-JK.

Lalu kenapa sampai 4 lembaga survey, yang ternyata tidak terdaftar di KPU itu, hasil quick count-nya jauh berbeda dengan 8 lembaga survey yang kredibel? Tak heran jika orang bertanya, apakah ke-4 lembaga survey itu sengaja “dibeli” untuk mengacaukan hasil Pilpres? Apakahini bagian dari rekayasa kecurangan Pemilu? Upaya buying time,“membeli waktu” dengan memberikan dissenting opinion, suara berbeda hasil quick count agar pihak yang kalah masih cukup waktu untuk merekayasa hasil penghitungan suara di KPU?

Publik masih ingat pada Pileg 9 April 2014 lalu, beberapa jam setelah TPS ditutup dan hasil Quick count di umumkan, Bapak sebagai Presiden langsung tampil bicara di TV dan memberi selamat kepada partai pemenang Pemilu Legislatif. Atau merujuk sedikit ke belakang pada Pilkada Gubernur DKI Jakarta 2012, dua jam setelah hasil Quick Count diumumkan, Fauzi Bowo dengan sportif langsung mengucapkan selamat kepada Jokowi yang menang sebagai Gubernur DKI menurut hasil hitung cepat.

Jika pada Pileg 9 April 2014 Bapak SBY berani memberi selamat kepada Partai Politik pemenang Pemilu berdasarkan hasil Quick Count, lalu kenapa hanya karena “kekacauan yang disengaja” oleh ke-empat lembaga survey abal-abal itu, Bapak SBY tidak berani mengucapkan selamat kepada Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2014-2019?

Saya khawatir, dengan keraguan Bapak tidak memberikan selamat kepada Jokowi-JK, publik bisa saja menilai bahwa Bapak ikut terlibat dalam manipulasi kecurangan hasil Pemilu. Apalagi karena Partai yang Bapak pimpin condong berkoalisi dengan pasangan Capres-Cawapres yang kalahmenurut hasil quick count delapan lembaga survey kredibel itu. Tentu kami semua warga negara Indonesia tidak menginginkan terbentuknya opini dan stigma bahwa Bapak sebagai kepala negara membiarkan atau memberi ruang bagi terjadinya kecurangan Pemilu, apalagi kalau sampai terlibat didalam kecurangan itu.

Pak SBY yang saya hormati, tentu Bapak memantau perkembangan media pasca Pilpres 9 Juli. Mayoritas stasiun TV menayangkan keunggulan Jokowi-JK. Bahkan TVRI, TV milik pemerintah yang netral pun menampilkan Jokowi-JK sebagai pemenang Pemilu. Hanya beberapa TV saja, khususnya TV yang SATU itu, yang berbeda (sesuai dengan mottonya: Kami memang beda). Akhirnya TV yang SATU itu jadi bahan ejekan, di bully di dunia maya. Tentu Bapak tahu bahwa Jerman mengalahkan Brasil 7-1 dan Argentina mengalahkan Belanda 4-2 di semifinal Piala Dunia di Brasil. Tapi tahukah Bapak bahwa orang menjadikannya bahan candaan:di TV yang SATU itu, hasil semifinal Piala Dunia bisa diubah. Brasil mengalahkan Jerman 7-1 dan Belanda mengalahkan Argentina 4-2. Di TV yang SATU itu, kebenaran yang nyata bisa direkayasa. Apapun bisa dibuat beda. Apapun bisa dimanipulasi.

Artinya adalah telah terbentuk opini di masyarakat bahwa pemenang Pilpres 9 Juli 2014 adalah Jokowi-JK. Dan stasiun TV atau lembaga survey yang menyuarakan hasil berbeda adalah pendusta.

Pak SBY yang saya kagumi, masyarakat yang bapak pimpin sedang menanti sikap kenegarawanan Bapak sebagai pemimpin bangsa. Kecurangan Pemilu bukan sekedar gossip lagi Pak. Empat hari setelah Pilpres, rekayasa manipulasi hasil Pemilu makin menjadi. Kecurangan sistemik hasil Pemilu makin terbukti dengan banyaknya formulir C1 bermasalah. Suara pasangan yang kalah itu ditambahkan dengan jumlah yang tidak masuk akal melebihi jumlah suara di TPS. Rakyat Indonesia yang jujur menginginkan Bapak SBY tampil sebagai Pemimpin yang berani menghentikan upaya-upaya kecurangan yang sedang dilakukan untuk menciderai hasil Pilpres.

Dengan hasil quick count yang memenangkan Jokowi-JK rata-rata 5% (Jokowi-JK di kisaran 52-53% dan Prabowo-Hatta 47-48%), artinya Jokowi-JK unggul sekitar sembilan sampai sepuluh juta suara dari total sekitar 190 juta suara. Kurang lebih seratus juta suara untuk Jokowi-JK dan 90 juta suara untuk Prabowo-Hatta. Untuk mencurangi hasil Pemilu, pasangan Capres-Cawapres yang kalah harus “mencuri” sekitar 5 juta suara agar posisi seimbang, dan dua juta suara lagi agar menang dengan selisih 1 koma sekian persen. Total tujuh juta suara pendukung Jokowi-JK perlu disulap untuk memenangkan Prabowo-Hatta.

Pak SBY sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan tentu mendapat laporan dari badan intelijen negara tentang upaya masif yang sistimatis untuk mencurangi hasil Pemilu. BIN perlu membuktikan rumor yang beredar luas di dunia maya tentang kecurigaan bahwa trilyunan rupiah telah dikucurkan untuk mengubah hasil Pilpres. KPK perlu proaktif menelusuri indikasi suap besar-besaran terhadap penyelenggara pemilu, baik KPUD maupun KPU.

Pak SBY yang saya saya hargai, rakyat mengharapkan bapak meninggalkan legacy yang baik buat negeri ini. Salah satu legacy itu tentu saja Presiden berikutnya sebagai pengganti Bapak. Kerja keras Bapak selama sepuluh tahun terakhir ini perlu dilanjutkan oleh Presiden yang bertipe pekerja keras juga. Bapak tentu akan bangga jika pengganti Bapak adalah Presiden yang jujur, total melayani rakyat dan tulus dalam mengabdi negeri. Rakyat Indonesia akan berterima kasih kepada Bapak karena turut membantu mempertahankan kemenangan Jokowi-JK dari tangan-tangan jahat pelaku kecurangan yang hendak merebut kemenangan itu dengan cara culas.

Dari situasi ini tentu Bapak bisa menilai, cara merebut kekuasaan akan mempengaruhi cara menjalankan kekuasaan. Kekuasaan yang didapat dengan menghalalkan segala cara, akan dijalankan juga dengan menghalalkan segala cara yang haram. Ketidakrelaan menerima kemenangan Jokowi-JK dan indikasi penggelontoran dana raksasa untuk mencurangi hasil Pemilu, sesungguhnya sudah menjadi early warning dan tanda bahaya bahwa jika mereka dibiarkan berkuasa, negeri ini akan menuju jurang kehancuran dijarah habis-habisan untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkan dalam usaha merebut kekuasaan.

Pak SBY yang kami hormati, rakyat Indonesia mendorong Bapak untuk berani bersikap membela kebenaran, membela suara rakyat yang hendak dimanipulasi. Sekarang saatnya bertindak Pak! Hentikan kecurangan dan upaya memanipulasi hasil Pemilu! Tinggalkanlah warisan yang baik, legacy yang berharga bagi kami, yaitu Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden yang akan meneruskan perjuangan Bapak membangun negeri ini, Indonesia Hebat!

Jakarta, 13 Juli 2014

Yerry Tawalujan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun