Mohon tunggu...
Yermias Degei
Yermias Degei Mohon Tunggu... -

Satu yang pasti: setiap detik hidupku menuju detik matiku.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Minuman Keras, Keras Kepala di Tanah Papua

25 November 2011   07:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:13 2433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Memang polisi selalu melakukan sweeping di pelabuhan-pelabuhan, misalnya seperti di Jayapura setiap penumpang yang tiba dengan Kapal Putih. Namun ini rupanya upaya untuk mengamankan bisnis Miras Legal, agar Pajak yang dibayarkan kepada Penguasa tetap lancar, aman, tepat waktu dan tidak berkurang. Aparat polisi juga kadang mengharapkan sedikit ongkos rokok dari jual-beli Miras di tengah-tengah masyarakat Papua. Selain itu, operasi Miras dilakukan untuk menyembunyikan fakta adanya persekongkolan. Barangkali agar tidak dicurigai masyarakat sebagai lahan bisnis. Aparat mendapat uang saku dari pekerjaan itu. Oleh karenanya, setiap upaya pejabat untuk membatasi peredaran Miras Ilegal nampaknya sebagai upaya mencari makan dan operasi perlindungan terhadap peredaran Miras Legal (www.Papuapost.com, 17 Juli 2007).

Secara terselubung, polisi juga bertujuan untuk memupuk tindak kriminal di tengah-tengah masyarakat Papua agar tercipta citra buruk bahwa bangsa Papua adalah bangsa biadab yang perlu dididik oleh bangsa lain yang beradab. Larangan peredaran Miras Ilegal tidak akan memperbaiki kondisi buruk Bangsa Papua. Karena itu tugas Bangsa Papua saat ini adalah bagaimana melepas ketergantungan terhadap Miras.

Politik Miras membuat pejabat untung sendiri dan meminabobokan mereka di atas uang. Membuat mereka tidak kritis, bahkan semakin kerdil dalam berpikir soal penyakit sosial yaitu kemiskinan dan kasus Miras yang mengancam nyawa dan mental rakyatnya. Seharusnya ada proteksi, mengeluarkan peraturan daerah, baik mengenai minuman keras maupun terhadap arus budaya luar yang mengacam masa depan identitas etnik kultural, ekonomi, sosial, hukum dan politik Papua.

Walaupun ada peraturan tentang penjualan Miras, namun nampaknya proteksi terhadap Miras tidak berjalan baik, bahkan tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh. Alasanya barangkali karena Miras memiliki pasokan devisa cukup besar. Mereka seolah-olah mebalik fakta bahwa alam Papua adalah kaya-raya. Bisa datangkan uang kalau dikelola dengan baik. Tidak mengeksploitasi alam untuk diri senediri. Sebagaimana yang selama ini dilakukan oleh militer, elit Papua dan pengusaha dalam mengeploitasi alam Papua untuk kebutuhan mereka sendiri. Pemerintah daerah kita memilih melakukan spekulatif dalam membangun Papua tanpa memikirkan proteksi terhadap hal-hal kecil, mendasar yang merusak, misalnya Miras, lunturnya adat dan budaya serta yang lainnya. Pemerintah melegalkan Miras, memperbolehkan perdaganan Miras.

Di Jayapura, semakin banyak pasokan Miras, semakin banyak orang alkholik. pendapatan daerah besar (Suara Perempuan Papua, No. 32 Tahun II, 20-26 Maret 2006). Pasokan retribusi dari Miras setiap tahun untuk Jayapura terus meningkat. Pada tahun 2002 -2003 pasokan retribusi pemerintah daerahnya sebesar Rp 1. 400.000.000 (Satu Miliar Empat Ratus Juta Rupiah), tahun anggaran 2006 mengalami peningkatan menjadi Rp 3.000.000.000 (Suara Perempuan Papua, No. 32 Tahun II, 20-26 Maret 2006). Itu baru Jaya Pura, bagaiman dengan kota lainnya di tanah Papua?

Pemberantasan Hanya Wacana
Itulah sebabnya, pemberantasan Miras hanya menjadi wacama. Dengan menghilangkan angapan kolot, bahwa Alkohol hanyalah suatu masalah di kota-kota besar dan tidak di kota-kota kecil ataupun di perkampungan yang terpencil. Justru di tempat-tempat terpencil saat ini masalah alkohol sangat kritis. Tingkat penganguran sangat tinggi, di antara generasi mudahnya terjadi kebosanana yang amat sangat, dan sekolah-sekolah setempat tidak dapat menampung minat kaum muda. Mengonsumsi tanpa mengetahui efek samping dan dampak sebagai pembunuh jiwa manusia sehat.

Mengapa demikian? Orang yang alkoholik tetap terlihat seperti kelainan jiwa, sakit jiwa, sebagai akibat melemah atau matikanya syaraf ingatan. Di sanalah kaum perubah dan sasaran diskusi menjadi tempat pilihan. Tidak hanya diskusi tetapi, kemudian menjadi wujutnyata, karya bagi pembebasan manusia dari keterbelengguhan jiwa.
Pecandu alkohol di Papua terus bertambah. Sudah sangat menjarah di kalangna muda dan tua. Miras menyebakan meningkatnya tingkat kriminalitas di kota maupun di perkampuangan. Dan saat ini pembunuhan bermotif alkohol semakin gencar untuk melakukan tindakan genosida di Papua. Ada beberapa kasus, misalkan pada tahun 1999, seorang intelek Papua, Obet Badii, Dosen Filsafat Fajar Timur yang dibunuh oknum tertentu. Untuk menghilangkan jejak, pembunuh lalu menumpahi minuman beralkohol di bagian mulutnya. Padahal yang sebenarnya ia tidak biasa mengonsumsi minuman beralkohol. Kita juga masih ingat untuk kepentingan membeli alkohol Arnol Ap seorang tokoh intelek mudah dijual oleh temannya yang sudah Mabuk karena Miras.

Alkohol Membunuh
Alkohol (Minuman Keras) memang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Tetapi, alkohol juga membawa dampak buruk. Salah satu masalah utama yang saat ini sedang dihadapi orang Papua adalah alkoholisme atau sering disebut kecanduan alkohol (alkoholik). Ini tidak berarti semua anggota masyarakat Papua alkoholik, tetapi alkohol sudah meradang bagaikan penyakit kanker yang lama kelamanan membunuh.

Banyak orang Papua mati karena mengonsumsi minuman keras. Minuman keras telah membunuhan baik membunuh secara fisik maupun karakter sebagai orang Papua. Membunuh secara fisik karena (1) minuman keras bisa menyebabkan berbagai penyakit, seperti penyakit jantung, lifer dan lainnya; (2) oknum tertentu bisa mebunuh kita setelah dia minum sampai mabuk; (3) setelah mabuk kita bisa saling membunuh karena mudah terprovokasi; (4) hanya untuk mendapatkan uang untuk membeli minuman keras kita bisa menjual atau menyerahkan teman kita untuk dibunuh oknum tertentu.

Secara fisik misalnya, alkohol itu membunuh karena banyak yang mati. “Dalam beberapa bulan ini saja, sudah sebanyak 365 orang dari suku Mee meninggal dunia di Nabire. Ini bukan mengada-ada, tapi data yang kami temukan di lapangan,” kata Tokoh Masyarakat Nabire Ruben Edoway alam sebuah diskusi di Nabire seperti yang dikutip PapuaPos, 20 Mei 2007.
Data di atas ini hanya di Kabupaten Nabire dan itupun hanya suku Mee saja. Lalu bagaimana dengan suku lainnya di Nabire? Kemudian bagaimana dengan Jayapura, Timika, Sorong, Merauke, Biak, Serui, Fak-fak, Wamena, Pegunungan Bintang, Enarotali, Puncak Jaya dan lainnya?

Sementara itu, secara psikis alkohol akan mmembunuh pola pikir kita. Kita tidak akan pandai untuk berpikiran kritis, kita tidak akan mengerti mengapa tidak ada hukum yang ketat tetang minuman keras di Papua? Padahal minuman keras itu membuat kita tetap pada peradaban yang rendah, tidak membuat kita maju, ujung-ujungnya kita tetap ingin dibuatnya bodok. Dalam sejarah suku Aborigin di Australia misalnya, suku itu menjadi minoritas dari segi kualitas maupun kuantitas karena diminabobokan dengan alkohol.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun