Mohon tunggu...
Yermias Degei
Yermias Degei Mohon Tunggu... -

Satu yang pasti: setiap detik hidupku menuju detik matiku.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Minuman Keras, Keras Kepala di Tanah Papua

25 November 2011   07:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:13 2433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minuman keras (Miras), keras kepala di tanah Papua. Ya begitulah adanya. Tidak tahu yang menjadi kepala batu. Tetapi yang jelas Miras menjadi salah satu masalah di antara banyak masalah di tanah Papua. Miras telah menjadi kepala batu dan membunuh orang Papua seperti masalah lainnya yang juga membunuh. Angka kematian orang Papua saat ini semakin tinggi. Sementara itu, angka kelahiran sungguh sedikit. Hampir setiap saat orang Papua banyak yang mati, ada yang karena alkohol, ada yang mati misterius, ada yang mati keracunan makanan, ada yang mati karena penyakit HIV dan AIDS, ada yang kerana yang lainnya.

Pokoknya, mati banyak! Lantas, ada banyak masalah yang keras kepala.Orang Papua yang mati itu, lebih banyak adalah anak muda usia produktif. Realitasnya alkohol memang membunuh. Tetapi, pemerintah bilang Miras itu untuk Pendapatan Asli Daerah. Sementara itu, ada juga istilah Miras Legal dan Miras Ilegal padahal kedua-duanya membunuh. Minuman terus didatangkan di Papua dengan perlindungan hukum dari pemerintah daerah dan dalam kendali keamanan. Pelarangan Miras hanya terkesan retorika belaka. Peraturan daerah Miras masih bermasalah. Sungguh ironis, hingga saat ini di tanah Papua belum ada satu pun peraturan daerah yang jelas tentang Miras, kecuali Manokwari. Apakah Miras, memang keras kepala?

Miras Candu?
Bisakah kita menerima ketika mengatakan bahwa alkohol itu candu masyarakat? Entalah. Tetapi, yang jelas di dunia ini, apa lagi yang bukan candu? Semuanya cantu? Tidak tahu! Tapi katanya begitu. Sebenarnya pengertian tentang candu tidak begitu dijelaskan secara detail. Makna candu kadang sama dengan ketagihan, sesuatu yang sangat disukai atau sesuatu yang menjadi kegemaran. Tetapi candu sebenarnya adalah nama getah dari buah Papaver somnifera, yang berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri merangsang rasa kantuk serta menimbulkan rasa ketagihan bagi yang sering menggunakannya (Baca: Hasan Halwis, 2001).

Kecanduan itu datang dari suatu proses yang perlahan menggerakkan kita untuk terlibat di dalammya. Setelah kita terbiasa dengan kegiatan tersebut dan menjadi kegemaran kita baru disebut sebagai kecanduan. Hanya saja candu kadang bermakna negatif, dibandingkan kata kegemaran atau hobi, atau kebiasaan.

Minuman keras adalah candu. Pemahaman ini bertitik tolak dari realita dan tidak bisa dipungkiri. Ada beberapa teman dalam pembicaraan mengatakan hidup tanpa minum alkohol rasanya kurang. Ucapan itu sepertinya sudah membenarkan alkohol (Miras) sebagai candu.

Beberapa teman mengakui bahwa, dengan minum alkohol (mabuk) membuat mereka percaya diri, berani tampil di depan umum untuk mengekspresikan diri tentang bakatnya yang terpendam. Ataupun berani untuk membuat kegaduhan, bahkan ada yang menjadi berani untuk melakukan ataupun terlibat dalam kasus pemerkosaan, perkelahian dan pembuhuhan. Ini membenarkan pengakuan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua Komisaris Besar Drs. Daud Sihombing SH, “Dari catatan polisi pada setiap laporan akhir tahun, semua kejadian kriminal seperti pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan, pencurian, penipuan, pemerasan, teror dan seterusnya berawal dari miras. Miras ini membuat orang menjadi pemalas, bermental santai tetapi ingin mendapat untung besar, dan semangat belajar para siswa sekolah pun menurun (baca: Kompas, 17 November 2003). Hal itu terjadi karena seorang alkoholik nalar sudah tidak akan berfungsi sebagai manusia normal barangkali seperti orang kelainan jiwa alias gila.

Tradisi Miras
Kalau sedikit kita buka lembaran sejarah Papua, kebiasaan minum alkohol muncul di kalangan orang Papua melalui kontak orang-orang kulit putih dari Eropa, Melayu dan orang Timor dari Tidore Ternate. Masalah alkoholisme juga ditemukan di antara masyarakat luar Papua. Bedanya masalah alkoholisme di kalangan orang bukan asli Papua tidak begitu terlihat. Kalangan orang pegunuangan Papua mereka tidak sama sekali mengenal minuman beralkohol. Tidak ada tradisi pesta minuman keras, karena tidak ada baku untuk produksi alkohol.

Daerah pesisir pantai Papua lebih dahulu sudah melakukan kontak dengan orang luar Papua dan telah mengenal minuman beralkhohol dari pohon kelapa ataupun aren yang disebut sagero (saguer/bobo). Namun, minuman keras tradisional itu tidak membunuh Seorang aktivis Aborigin, Charles Perkin menuliskan, bahwa orang Aborigin sering minum dalam pertemuan-pertemuan tradisional, tidak sebagai minuman-minuman yang sengaja melanggar tata cara minum sebagimana mestinya. Mereka justru memenuhi sindrom “kasihanilah saya” kalau mereka di perbolehkan memperlihatkan tata cara minum yang tidak dapat diterima umum (Baca: Rutih Hardjono, 1992). Hal yang sama juga terjadi di kalangan para pecandu alkohol di Papua. Kadang minum hanya untuk mecari perhatian, ataupun untuk melampiaskan emosi. Dengan demikian mereka terlihat sebagai manusia yang tidak dewasa menyelesaikan masalah.

Konspirasi Bisnis Miras
Ada pihak-pihak tertentu yang berusaha mecari keuntungan dari minuman keras produk impor. Orang gila harta! Mereka inilah penyebab sulitnya Miras dihentikan atau diberantas dari agen-agen pemasara dan peredaran atau jalur urat pasar Miras. Kalau urat ini putus mungkin akan mengurangi orang menjadi pecandu Miras.

Di tanah Papua Miras diperdagangkan tanpa upaya membumi hanguskan. Ini terjadi karena ada konspirasi (persekongkolan) antara pihak keamanan, pemerintah dan pengusaha Miras. Mereka bersekongkol, bekerja sama (secara diam-diam) mencari keuntungan. Pengusaha bar, diskotik membutuhkan minuman keras. Ada pejabat yang juga punya diskotik atau bar, dan ada pejabat atau DPR kita sebagai penikmat bar, bir, bor (3b). Bagi pemerintah daerah, Miras dilihat sebagai komoditas penghasil uang. Pendapatan daerah lebih besar didapat dari Miras. Sedangkan pihak keamanan mendapat uang pelicin dari masuknya Miras ke Papua. Jadinya, kita hanya baku tipu soal operasi Miras.

Walaupun Kepala Kepolisian Resort Kota Jayapura (Kapolresta) Djonsoe pernah mengatakan bahwa “Dengan adanya ketertiban seperti itu agar daerah ini menjadi aman dan kondusif bebas dari Miras. Sudah cukup orang mati gara-gara Miras, ketegasan ini harus kita terapkan kembali” (baca: Harian Bisnis Papua, Edisi Jumat, 6 Juli 2007 Hal. 2). Ungakapan itu diragukan, karena seolah-olah hanya Miras Ilegal yang merusak orang Papua. Padahal, Miras Legal dan Ilegal sama-sama membunuh dan merusak orang dan bangsa Papua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun