Mohon tunggu...
Yeremias Nino
Yeremias Nino Mohon Tunggu... Mahasiswa - Musafir

Cogito Ergo Sum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Berbakti kepada Orang Tua (Perspektif Konfusius)

8 Mei 2021   09:04 Diperbarui: 8 Mei 2021   09:12 1693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Abstrak

Fokus penulis dalam paper ini akan mengulas tentang ajaran berbakti kepada orang tua menurut perspektif Konfusius. Konfusius adalah salah seorang pemikir besar dunia. Banyak ajarannya masih aktual sampai sekarang, salah satu ajaranya yang masih aktual di saat ini adalah berbakti kepada orang tua. Gagasan utama dalam ajaran ini adalah tentang pentingnya seorang anak berbakti kepada orang tua. Baginya berbakti kepada orang tua adalah keharusan bagi setiap anak. Orang tua adalah dua sosok yang banyak mencurahkan kasih sayangnya sejak seorang anak masih dalam kandungan hingga menjadi dewasa. Namun dewasa ini banyak anak kurang menyadari peran dan kasih sayang orang tua. Banyak anak membangkang dan durhaka terhadap orang tua. Metodologi yang digunakan dalam tulisan ini bersumber pada buku sejarah filsafat cina dan beberapa sumber lain. Dalam tulisan ini penulis sampai pada satu temuan bahwa berbakti kepada orang itu tua sangat penting. Karena tanpa kehadiran orang tua seorang anak tidak bisa berbuat apa-apa.  

Kata kunci: Konfusius, Berbakti, Anak, Orang tua, Cinta.

  • Pengantar 

Ibu dan ayah adalah dua sosok yang sangat besar jasanya kepada anaknya. Mereka mempunyai tanggung jawab yang besar. Jasa mereka tidak dapat dihitung dan dibandingkan dengan harta, kecuali mengembalikan menjadi orang merdeka. Dalam kehidupan sehari-hari mereka berusaha dengan segenap kemampuan, mengasuh, mendidik serta memelihara anak-anaknya agar menjadi anak yang baik. Jerih payah mereka adalah untuk kepentingan anak-anaknya. Hal inilah yang menuntut penghargaan anak-anak, penghargaan dalam arti penghormatan dan rasa terima kasih secara wajar. Dewasa ini, fenomena yang terjadi di zaman sekarang ini, mayoritas anak terbius dengan angan-angan kosong. Mereka menggantungkan cita-cita yang tinggi, akan tetapi semakin tinggi cita-cita tersebut berdampak pada degradasi moralitas. Degradasi tersebut semakin tampak dan memprihatinkan ketika banyak anak yang berbuat durhaka kepada kedua orang tua, bahkan ada yang sampai tega membunuhnya. Faktor penyebabnya karena adanya pengaruh internal adalah kelalaian kedua orang tua dalam membimbing anak dan memberikan teladan yang baik kepada anak, kurangnya interaksi yang baik antara kedua orang tua dengan anak. Selain pengaruh internal, ada juga pengaruh eksternal, seperti adanya paham liberal yang merusak pola kehidupan dalam berkeluarga dan bermasyarakat misalnya melalui media masa, internet, dan pergaulan lingkungan yang tidak sehat, sehingga mereka mudah terkontaminasi dengan pola gaya hidup bebas yang membuat mereka tidak lagi menghargai kedua orang tua, membangkang dan tidak mematuhi perintahnya.

2. Pembahasan

2.1 Pengertian berbakti kepada orang tua menurut Konfusius

Menurut Konfusius, sosok yang membidani Etika Konfusianisme, mengatakan bahwa keadilan dan kemakmuran bertitik tolak dari penghormatan kepada orang tua. Anda dan saya harus memutar otak mencari relasi antara penghormatan kepada orang tua dengan keadilan dan kemakmuran. Yang jelas, negeri kita masih jauh baik dari keadilan apalagi kemakmuran. Anda cek sendiri bagaimana Anda diperlakukan di dunia kerja. Itu bisa jadi gambaran bagaimana keadilan dan kemakmuran di negeri ini. Konfusius mendapatkan inspirasi dari Shun tentang pentingnya menghormati ayah dan ibu[1]. Konfusius menjelaskan dengan sangat spesifik bahwa keadilan dan kemakmuran itu terletak pada penghormatan kepada orang tua. Dengan kata lain Konfusius ingin mengafirmasikan bahwa menghormati orang tua itu sangat penting. Karena orang tua adalah kedua sosok yang berjuang dan berupaya untuk membesarkan seorang manusia. Peran dan kasihnya kepada seorang anak tak terhingga. Namun dewasa ini banyak anak kurang menghormati kedua orang tua yang mendidik, membesarkan dan bahkan sukses menjadi orang baik. Banyak anak yang membangkang dan bahkan menjadi anak durhaka. Ini adalah satu realitas yang terjadi di zaman sekarang. Faktor penyebabnya adalah karena pengaruh pergaulan bebas di dunia maya dan akhirnya lupa diri dan tidak tahu sopan santun kepada orang tua. Konfusius dengan sangat tegas mengatakan bahwa menghormati orang tua itu sangat penting. Karena orang tua adalah kaki tangan dari Tuhan. 

Dalam buku Lun Yu, Konfusius berkata, "Seorang pemuda harus berbakti pada orang tua ketika berada di rumah, menghormati saudaranya yang lebih tua ketika berada di luar rumah; menjaga tingkah laku jujur dalam perkataan; mencintai semua orang dan menjalin persahabatan dengan orang-orang yang baik[2]."Konfusius bahkan memberikan perhatian khusus pada upacara menghormati orang tua yang telah meninggal. Konfusius sekali lagi mengatakan bahwa seorang anak harus taat dan menghormati orang tua. Konfusius menekankan bahwa seorang anak itu bukan hanya menghormati orang tua tetapi Konfusius juga menekankan supaya seorang anak menghormati orang yang lebih tua dari padanya. Namun dalam realitasnya banyak anak kurang mendengarkan penegasan ini. Justru banyak anak menyiksa dan membuat orang tua menderita. 

Dalam buku Lun Yu misalnya, Zeng Zi berkata, "Jika kita mengikuti upacara penguburan orang tua kita dengan khidmat, dan tidak melupakan upacara untuk menghormati leluhur kita yang telah lama pergi, maka moral baik rakyat akan kembali dengan cepat dan alami."Yang jauh lebih menarik, teori pemerintahan Konfusius bertitik tolak dari pengaturan keluarga. Dalam buku The Great Learning ditulis,"Jika keluarga sudah diatur dengan benar, maka kerajaan kecil dapat diperintah dengan baik. Jika kerajaan kecil diperintah dengan baik, maka seluruh kerajaan akan menikmati kedamaian dan keseimbangan."Keluarga adalah dasar kerajaan," begitu kata Mencius, penerus tradisi Konfusianisme[3].

Konfusius ingin mengafirmasikan bahwa keluarga atau orang tua adalah kerajaan. Mengapa demikian? Karena di dalam keluarga seorang anak mengalami cinta kasih dan nilai-nilai moral yang ditanamkan orang tua. Tetapi dalam realitasnya banyak anak melupakan hal ini. Mereka menganggap bahwa apa yang ditanamkan orang tua tidak ada faedahnya. Ini adalah pikiran anak yang tidak bermoral dan tidak mencintai orang tua. Kalau mau dikatakan ini adalah anak durhaka dan anak yang tidak tahu bersyukur dan berterima kasih kepada orang tua. Hormatilah orang tuamu supaya lanjut umurmu, begitu pilar-etika pertama. Lanjut usia merupakan konsekuensi dari penghormatan kepada orang tua[4].

Bila disimak dengan cermat, prinsip menghormati orang tua mendahului pilar etika dasar yang lain seperti tidak membunuh, tidak berzinah, tidak mencuri, tidak berbohong dan tidak menginginkan milik orang lain. Sangat masuk akal kalau konfusius menekankan pentingnya berbakti kepada orang tua. Konfusius menegaskan hal ini karena ia melihat bahwa kehidupan anak di zaman sekarang banyak yang membangkang dan tidak peduli terhadap orang tua. Padahal orang tua bersusah payah untuk mendidik dan membesarkannya dan bahkan menjadi orang suskses tetapi pada akhirnya anak menjadi durhaka dan membangkang.

2.2 Inti Ajaran Konfusius

Ajaran Konfusius pada dasarnya lebih menekankan pada masalah manusia dan kehidupan di dunia ini. Ajaran-ajarannya lebih banyak membahas masalah pendidikan moral. Konsepsi-konsepsi yang mendasar dalam ajaran filsafat Konfusius sangat banyak salah satu inti ajaran Konfusius adalah berbakti kepada orang tua. Gagasan Konfusius dalam ajaran ini adalah ingin mengafirmasikan bahwa berbakti kepada orang tua itu sangat penting. Mengapa demikian? Karena eksistensi orang tua dalam diri seorang anak sangat berpengaruh. Tanpa kehadiran orang tua seorang tidak bisa berbuat apa-apa.

Bakti anak kepada orang tua merupakan akar kebajikan dan sumber dari semua pengajaran. Bakti akan mendorong ambisi seseorang untuk belajar keras agar lulus dalam ujian dan memasuki sebuah karier birokratis sehingga kemasyurannya dapat diketahui sampai generasi berikutnya dan memantulkan kemuliaan bagi orang tua mereka. Konsep ini kemudian dikenal sebagai pemelihara stabilitas sosial yang unggul karena mempererat sistem keluarga dan sistem marga yang sangat menentukan tata tertib dan persatuan negara. Sebaliknya Konfusius menekankan bahwa siswa harus menghormati gurunya. Para murid harus mencintai gurunya seperti halnya menncintai bapaknya[5]. 

Konfusius menjelaskan dengan sangat spesifik bahwa bakti anak kepada orang tua merupakan satu cara atau sikap dasar seorang anak yang bermoral kepada orang tua.Ciri-ciri anak yang berbakti kepada orang tua yakni menghormati orang tua. Rasa keadilan (Yi) artinya situasi yang seharusnya terjadi. Ini merupakan imperatif kategoris. Setiap orang dalam masyarakat mempunyai hal-hal tertentu yang seharusnya ia kerjakan, dan yang harus ia kerjakan demi hal-hal itu sendiri karena secara moral merupakan hal-hal yang yang benar untuk dikerjakan[6]. Salah satu bentuk rasa kemanusiaan dalam hidup bermasyarakat adalah menghormati orang tua dan sesama. Namun dalam realitasnya tidak demikian banyak anak membangkang dan durhaka terhadap orang tua. 

 

  • Kesimpulan 

 

Konfusius sangat menekankan pentingnya berbakti kepada orang tua, karena baginya berbakti kepada orang tua dapat mengubah serta menghapuskan kebodohan yang ada dalam diri seorang anak. Berbakti kepada orang tua merupakan  satu hal yang esensial bagi semua orang. Tujuannya tidak lain adalah supaya seorang anak umur panjang dan belajar menghormati orang tua dan sesama. Konfusius ingin mengafirmasikan hal ini karena dalam realitanya banyak anak membangkang terhadap orang tua. Ajaran Konfusius dalam gagasan ini ingin membuka gagasan setiap orang khususnya anak-anak bahwa berbakti kepada orang tua itu sangat penting.

 

Daftar Pustaka

 

Putra-putri Indonesia. Diakses pada tanggal 11 April 2021, 20.30.

UNY. Diakses pada tanggal 11 April 2021, 22.40.

Yu-Lan, Fung. Sejarah Filafat Cina. Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2007.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun