Mohon tunggu...
Yeremia Tirto
Yeremia Tirto Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang Manusia Biasa

Hai, Para Viewers, Selamat Menikmati Tulisan ini. Di tunggu Kritik-Sarannya Terima Kasih

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Covid-19: Ora Ketok Batang Irung'e, Nanging Nggarai Urip Dadi "Lumpuh"

10 Januari 2021   21:35 Diperbarui: 10 Januari 2021   21:43 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

           Pandemi Covid-19 meninggalkan banyak ‘catatan merah’ terkait ‘ulah’ yang ‘berimbas’ terhadap kehidupan manusia. Virus ini hadir di Indonesia berdasarkan data yang ada, bermula di awal bulan Maret 2020 dan sampai detik ini masih ‘berkeliaran’ di sekitar kita. Virus ini selain membuat kehidupan manusia menjadi kacau, dirinya dikenal karena ‘tidak punya hati’. Memang kalau dikategorikan sebagai organisme, virus ini tidak punya sel ataupun inti sel, tetapi hebatnya bisa membuat manusia ‘ketakutan’ jika bertemu dengannya. Tidak sedikit yang menjadi korban akibat dirinya. Virus ini tidak mengenal manusia dari segi jabatan, pekerjaan, status, finansial, agama, dll. Tak peduli anda mau duduk di kursi yang jabatannya paling tinggi pun, ia mampu ‘menekuk’ hingga dibuatnya ‘tak berdaya;. Sungguh ironi yang begitu kejam. Semua aspek kehidupan masyarakat menjadi ‘tumbalnya’.

           Banyak dari kalangan berbagai aspek harus ‘memutar otak 1000 kali’ untuk bisa bertahan ditengah situasi dan kondisi yang susah untuk ditebak. Banyak rumor yang mengatakan bahwa virus ini hanyalah bagian dari rencana beberapa pihak untuk mengambil keuntungan yang ada. Menggunakan situasi semacam ini untuk mengambil sedikit demi sedikit hal-hal yang ada dalam masyarakat, yang nantinya digunakan untuk memperlancar tujuan yang sudah direncanakan. Namun diluar banyaknya konspirasi dan konsep mengenai adanya pandemi ini, hal ini sudah merasuki kehidupan masyarakat. Tinggal sekarang kita sebagai manusia yang terkena dampak / imbas dari ulahnya, harus bisa bertahan hidup dan menemukan solusi-solusi alternatif demi ketahanan hidup dalam Pandemi.

“Serangan Fajar” Covid-19: Semua Menjadi ‘Lumpuh’. 

            Hidup manusia tidak hanya berkaitan dengan satu aspek saja, melainkan beragam aspek yang saling mempengaruhi dan terhubung dalam realitasnya. Pergerakan kehidupan yang semakin maju membuat beragam aspek dalam hidup semakin beragam. Hal ini disebabkan karena banyaknya kaitan dan hubungan yang secara tidak langsung mempengaruhi diri seseorang dalam bertindak dan berpikir. Dalam suatu negara, ada aspek-aspek utama yang nampak dalam hidup masyarakat, diantaranya: ekonomi, sosio-antropos, agama, kesehatan, politik, hukum, ilmu pengetahuan dan tekonolgi, pendidikan, budaya, bahasa, moral, dan beberapa aspek pendukung lainnya. Aspek-aspek inilah yang membentuk pirbadi seseorang dalam hidup sebagai individu maupun sebagai bagian dalam masyarakat.

            Saat ini situasi yang dirasakan oleh hampir semua manusia diberbagai negara adalah situasi Pandemi. Hadirnya virus Corona yang masuk kebilik realitas manusia membuat semua menjadi kacau atas tindakannya. Secara tidak langsung, ia membuat banyak manusia harus membatasi dirinya dengan memperhatikan akan protokol kesehatan agar tidak menjadi ‘sarang berkembangnya’ virus ini. Pemerintah mengambil tindakan yang cukup tegas untuk kebaikan dan keselamatan warganya, dengan memberikan kebijakan-kebijakan yang selalu terbaharui tiap situasi yang ada (bergantung pada situasi dan kondisi). Beberapa aspek kehidupan yang dulunya membutuhkan waktu untuk dilaksanakan pada area luar rumah, sekarang harus dibatasi dan mau-tidak mau harus menaati peraturan yang ada, agar tetap bertahan dalam situasi yang ‘menyebalkan’. Beberapa aspek kehidupan manusia yang ikut menjadi ‘imbas’ atas corona, diantaranya:

Kesehatan: Aspek Terpenting Dalam Hidup Manusia.

             Bagi sebagian besar orang melihat kesehatan bukanlah suatu hal yang penting dalam hidup sebelum adanya Pandemi. Mereka memandang bahwa kesehatan tiap orang bergantung pada pola hidup mereka dan situasi lingkungan disekitar. Adanya pandemi dan virus corona yang masuk dalam hidup manusia, membuat aspek ini menjadi fokus utama dalam kajian pemerintah. Mulai dari edukasi terkait virus yang ada sampai pada anjuran untuk menaati protokol kesehatan dengan menerapkan sistem 3M: memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan adalah langkah pemerintah demi mencegah penyebaran wabah ini dalam masyarakat. Disamping itu sebelumnya kebijakan untuk tidak berkontak fisik dan penerapan sistem PSBB masih berlanjut hingga detik ini.

              Sayangnya beberapa hal yang nampak dalam fenomena menyisahkan pro dan kontra tersendiri dalam upaya penanganannya. Di samping harapan banyak masyarakat yang ingin segera terbebas dari wabah ini, masih ada beberapa permasalahan yang tidak banyak meninggalkan beberapa kesedihan dari berbagai kalangan. Ketatnya peraturan dalam lingkup kesehatan membuat beberapa kalangan merasa disulitkan dengan aturan dan sistem kesehatan yang tujuannya agar tidak menyebarkan virus ini demi menjaga keselamatan satu sama lain. Pada akhirnya keputusan ini masih belum menjadi suatu langkah yang tepat. Mahalnya akan harga dari test-test yang diwajibkan sebelum memeriksakan keadaan fisik yang sebenarnya membuat beberapa pihak dan kalangan dari golongan yang kurang tercukupi merasa terbebani. Tidak heran jika pada akhirnya hal ini membuat orang bersikap  enggan untuk bersikap melihat situasi yang ada, dan memilih untuk ‘mengikuti prinsip diri sendiri’.

Ekonomi: ‘Jantung’ Kehidupan Masyarakat

              Ekonomi bagi manusia ialah suatu aspek yang penting dalam realitas kehidupan. Dalam berbagai kalangan, ekonomi menjadi hal yang utama untuk tetap bertahan hidup dalam berbagai situasi dan kondisi. Menjualkan barang demi mendapatkan keuntungan untuk pemenuhan hidupnya, dan membeli barang kebutuhan sesuai dengan apa yang dirasa berguna bagi diri sendiri dan keluarga adalah bukti bahwa ekonomi menjadi ‘jantung’ hidup manusia. Ekonomi juga menjadi bagian yang cukup sentral dalam hubungan bilateral antar negara. Lewat kegiatan dan aktivitas ekonomi dalam lingkup besar, secara tidak langsung ada hubungan timbal balik berupa keuntungan dari masing masing pihak. Dari aspek ini, negara dapat dinilai maju atau tidaknya, berkembang secara kualitas ataupun kuantitas.

              Ketika adanya wabah yang menyerang hampir semua negara dibelahan dunia, aspek inilah yang dirasa cukup mengalami ‘penurunan yang drastis’ akibat ‘serangan fajar’ dari virus ini. Semua aktivitas yang berkaitan dengan manusia menjadi sesuatu yang dibatasi. Perekonomian yang melibatkan hubungan kerjasama antar negara, baik melalui jalur darat maupun jalur udara dan laut, dihentikan sementara karena ada virus ini. Semua ikut merasakan ‘apes’ nya. Dalam lingkup ekonomi mikro, dampak yang sangat dirasakan adalah kalangan menengan kebawah menjadi semakin sulit. Walau sudah diupayakan bantuan dari pemerintah dengan memberikan beberapa sembako, namun kebutuhan akan barang-barang pokok menjadi suatu hal yang langkah. Hal ini  di karenakan banyaknya ‘serbuan’ individu yang membeli barang dengan jumlah yang ‘tidak ramah dengan sesama’ dan akhirnya mereka yang membutuhkan harus menahan itu, dan mencari cara lain demi kebutuhan dirinya dan keluarga.

              Dalam sektor industri, banyak perusahaan yang pada akhirnya harus mengambil ‘langkah pait’, dengan tujuan agar dapat bertahan dalam situasi tersebut. Penurunan pendapatan adalah salah satu faktor utama mengapa banyak perusahaan harus mengambil langkah itu. Dibatasi oleh aturan dan ajuran dari pemerintah, membuat banyak kepala industri harus ‘1000 kali’ memutar pikiran, dan mengambil langkah strategis. Lagi-lagi angka pengangguran semakin meningkat karena adanya pandemi. Banyak yang menjadi ‘korban’ , karena mereka harus merelakan pekerjaannya, dan diam dirumah.

Perempuan dan Anak: ‘Imbas’ dari Wabah Corona

              Barangkali persoalan perempuan dan anak menjadi suatu pertanyaan tersendiri dalam benak, mengapa hal ini masuk dalam kategori sebagai ‘imbas’ atas wabah pandemi? Permasalahan akan perempuan dan anak terkadang menjadi sebuah persoalan yang ‘tidak diusut’ secara tuntas. Lantaran menganggap bahwa ada hal yang jauh lebih penting dibandingkan menyelesaikan kasus yang berkaitan dengan anak dan perempuan. Di masa Pandemi, banyak kasus yang mana arah pembahasannya menyangkut tentang aspek-aspek umum, seperti ekonomi, agama, politik, dll. Namun kasus perempuan dan anak tidak boleh terlena sedikitpun. Walau di Indonesia, harus diakui bahwa budaya patriarki sampai saat ini masih dipakai sebagai budaya yang dalam kehidupan, laki-laki sebagai ‘tonggak utama’ dalam keluarga, hubungan masyarakat dan negara.

              Berkaitan dengan ekonomi sebagai ‘jantung’ kehidupan masyarakat, terkadang posisi perempuan sebagai ibu rumah tangga (dan juga wanita pekerja kantoran) mendapatkan ‘beban’ yang lebih banyak dibandingkan laki-laki. Walau tidak semua kondisi yang ada dalam masyarakat mengalami demikian, kendati hal ini masih banyak kasus-kasus yang menimpa perempuan dan anak dalam kehidupan (pelecehan seksual di sekolah, tempat kerja, ruang publik, KDRT). Kewajiban pemerintah sebagai pihak negara yang melindungi segenap masyarakat dari berbagai lapisan yang ada, memperhatikan dengan segenap akal budi dan jiwa memandang bahwa adanya pemberlakuan ruang-ruang khusus bagi perempuan dan anak. Gerakan-gerakan masyarakat yang dilandaskan pada perempuan dan anak menjadi salah satu bentuk bahwa perempuan dan anak mendapatkan hal yang sama seperti yang didapatkan oleh pria pada umumnya.

              Kesetaraan gender menjadi suatu gagasan yang mau diangkat sebagai suatu wacana yang terus digaungkan, agar semua perempuan mendapatkan suatu perlakuan yang layak dalam publik. Apakah yang mendapatkan perlakuan yang sama, adalah mereka-mereka yang bisa disebut sebagai manusia ‘good looking’? bagaimana dengan mereka yang hanya terpandang ‘sebelah mata’? apakah mendapatkan perlakuan yang sama? Di sini dapat ditegaskan bahwa kasus tentang perempuan dan anak, tidak hanya menimpa pada satu sisi saja, melainkan ‘hampir’ semua perempuan dan anak mendapatkan kasus yang kurang lebih yang sama dalam hidupnya. Baik yang good looking  atau bad looking , semua mendapatkan perlakuan yang tidak adil. Misalnya saja, banyaknya kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual, kalau diteliti,  kebanyakan yang mendapatkan perlakuan tersebut adalah mereka yang good looking. Apakah yang biasa-biasa aja lebih aman dari mereka? Tentu saja tidak.  Kekerasan, pelecehan seksual, pemerkosaan hingga pembunuhan dapat terjadi kepada siapapun.

Pendidikan : Berilmu dalam ‘Dunia Virtual’

              Pendidikan merupakan sebuah sarana yang digunakan oleh manusia baik individu maupun kelompok untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Tidak hanya mendapatkan ilmu pengetahuan secara umum, melainkan juga pembinaan karakter (moral) juga secara tidak langsung diarahkan untuk menjadi manusia berintelektual. Pendidikan menjadi dasar bagi masyarakat untuk menjadi sebuah harapan bagi generasi berikutnya dalam pembangunan dan pengembangan negara menjadi lebih baik. Sekolah menjadi wadah untuk mendidik sekaligus membangun karakter kepribadian  seseorang dalam hidup di keluarga dan masyarakat. Sekolah memberikan suatu solusi agar anak mampu memahami gambaran dunia yang terjadi saat ini. John Dewey sendiri menyatakan bahwa anak harus dilibatkan dalam dunia masyarakat, dengan belajar dari studi lapangan. Hal ini dimaksudkan agar pemahaman dalam pikirannya semakin nyata dengan kehidupan.

               Saat Indonesia dinyatakan sebagai zona darurat kesehatan karena corona, semua aktivitas yang berkaitan dengan tatap muka, kontak fisik dan kegiatan diluar rumah harus dihentikan untuk sementara waktu. Di samping itu pemerintah tetap menyatakan bahwa, kegiatan pendidikan harus tetap berjalan seperti biasa. Tentu hal ini menjadi suatu respon tersendiri bagi murid dan juga para pengajar. Di pihak murid dan juga orang tua, hal ini menjadi suatu tantangan tersendiri dalam sikap untuk belajar. Di samping keterbatasan dari kebijakan yang ada, mereka harus berupaya dengan usaha untuk bisa belajar secara ‘mandiri’ tanpa ada dampingan dari Bapak/Ibu guru. Hal ini bisa jadi sebagai suatu kenangan baru dalam dunia pendidikan. Mereka diajak untuk tetap belajar, dengan bantuan virtual. Orang tua juga harus dengan extra, mendidik, dan memantau akan aktivitas belajar, karena sebagai ‘pengganti’ para guru yang ada di sekolah. Bagi para guru, terutama bagi yang sudah senior, hal ini akan menjadi suatu tantangan yang cukup berat. Pasalnya para guru ‘dipaksa’ untuk tetap mengajar para muridnya dengan metode virtual, sedangkan para guru kebanyakan belum tentu paham akan teknologi dan media online secara penuh. Hampir sama dengan apa yang dirasakan oleh para orang tua murid, di sisi lain, para guru yang melaksanakan kegiatan tersebut di dalam rumah juga harus membagi waktu yang cukup ketat antara pekerjaan dan keluarga.

Sikap Kritis dan Filosofis: Lawan atau Tidak Sama Sekali.  

            Pandemi memang sampai detik ini belum berakhir. Pemerintah dan pihak-pihak yang terlibat masih berusaha memberikan kebijakan-kebijakan yag dibutuhkan demi menjaga keamanan dan kenyamana masyarakat dalam beraktivitas. Anjuran dan penetapan protokol kesehatan menjadi sarana yang layak untuk diperhatikan dan ditaati bersama, demi diri kita dan semua orang. Memang secara fakta yang ada dalam masyarakat, corona menyisahkan banyak ‘kelumpuhan’ dari berbagai macam aspek yang ada. Kendati demikian, bukan berarti kita sebagai bagian dari masyarakat bersikap apatis terhadap berbagai macam aturan yang ditegakkan. Berangkat dari sebuah kesadaran bahwa setiap individu sudah merasa bosan untuk diam di rumah, dan ‘harus’ mengikuti berbagai hal yang ditegakkan pemerintah setempat. Banyak yang mengeluh, banyak yang merasa tidak nyaman jika tidak beraktifitas di luar rumah, banyak yang merasa rindu akan bertemu dengan semua orang yang di cintai, tetapi apa daya jika situasi semakin ‘mengancam’ waktu ke waktu?

            Ada berbagai macam versi yang menyatakan bahwa corona adalah sebuah konspirasi belaka, tidak nyata dan hanya sebuah ‘drama’ dari beberapa pihak yang mampu ‘mengendalikan kehidupan’ manusia. Banyak pro dan kontra yang selalu bermunculan, baik di media sosial maupun dari berbagai lintas diskusi yang dibuat. Lalu apa sikap kita? Melihat beragam hal yang ‘jauh dari kebenaran’ yang bisa kita pegang? Percaya kepada siapa sebaiknya? Diri kita? Orang lain? Pemerintah? Bahkan Tuhan sekalipun? Semua ini adalah pilihan. Artinya dalam hal ini, kita diajak untuk berani bersikap dan berani bertindak. “Lawan atau tidak sama sekali” adalah suatu kalimat yang mau memberikan kita sebuah pilihan yang di nilai cukup berat. Keberatan yang nampak adalah, bahwa semua keputusan menghasilkan sebuah efek/ dampak/ konsekuensi. Kendati kita hanya mau menikmati pilihan tanpa melihat adanya konsekuensi didalamnya, maka hal ini tidak bisa dibenarkan. Sikap kritis dan filosofis ialah suatu sikap yang dibangun atas kesadaran dari individu, terkait dengan situasi dan kondisi yang dinilai tidak membawa suatu kebenaran dan kebaikan secara pasti. Sikap ini dimaksudkan agar manusia pada dasarnya melihat realitas bukan hanya sekedar yang nampak saja, melainkan perlu untuk dipertanyakan secara lebih dalam apa maksud dan tujuan dibalik fenomena yang ada.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun