Mohon tunggu...
Yeremia Tirto
Yeremia Tirto Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang Manusia Biasa

Hai, Para Viewers, Selamat Menikmati Tulisan ini. Di tunggu Kritik-Sarannya Terima Kasih

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Covid-19: Ora Ketok Batang Irung'e, Nanging Nggarai Urip Dadi "Lumpuh"

10 Januari 2021   21:35 Diperbarui: 10 Januari 2021   21:43 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

              Dalam sektor industri, banyak perusahaan yang pada akhirnya harus mengambil ‘langkah pait’, dengan tujuan agar dapat bertahan dalam situasi tersebut. Penurunan pendapatan adalah salah satu faktor utama mengapa banyak perusahaan harus mengambil langkah itu. Dibatasi oleh aturan dan ajuran dari pemerintah, membuat banyak kepala industri harus ‘1000 kali’ memutar pikiran, dan mengambil langkah strategis. Lagi-lagi angka pengangguran semakin meningkat karena adanya pandemi. Banyak yang menjadi ‘korban’ , karena mereka harus merelakan pekerjaannya, dan diam dirumah.

Perempuan dan Anak: ‘Imbas’ dari Wabah Corona

              Barangkali persoalan perempuan dan anak menjadi suatu pertanyaan tersendiri dalam benak, mengapa hal ini masuk dalam kategori sebagai ‘imbas’ atas wabah pandemi? Permasalahan akan perempuan dan anak terkadang menjadi sebuah persoalan yang ‘tidak diusut’ secara tuntas. Lantaran menganggap bahwa ada hal yang jauh lebih penting dibandingkan menyelesaikan kasus yang berkaitan dengan anak dan perempuan. Di masa Pandemi, banyak kasus yang mana arah pembahasannya menyangkut tentang aspek-aspek umum, seperti ekonomi, agama, politik, dll. Namun kasus perempuan dan anak tidak boleh terlena sedikitpun. Walau di Indonesia, harus diakui bahwa budaya patriarki sampai saat ini masih dipakai sebagai budaya yang dalam kehidupan, laki-laki sebagai ‘tonggak utama’ dalam keluarga, hubungan masyarakat dan negara.

              Berkaitan dengan ekonomi sebagai ‘jantung’ kehidupan masyarakat, terkadang posisi perempuan sebagai ibu rumah tangga (dan juga wanita pekerja kantoran) mendapatkan ‘beban’ yang lebih banyak dibandingkan laki-laki. Walau tidak semua kondisi yang ada dalam masyarakat mengalami demikian, kendati hal ini masih banyak kasus-kasus yang menimpa perempuan dan anak dalam kehidupan (pelecehan seksual di sekolah, tempat kerja, ruang publik, KDRT). Kewajiban pemerintah sebagai pihak negara yang melindungi segenap masyarakat dari berbagai lapisan yang ada, memperhatikan dengan segenap akal budi dan jiwa memandang bahwa adanya pemberlakuan ruang-ruang khusus bagi perempuan dan anak. Gerakan-gerakan masyarakat yang dilandaskan pada perempuan dan anak menjadi salah satu bentuk bahwa perempuan dan anak mendapatkan hal yang sama seperti yang didapatkan oleh pria pada umumnya.

              Kesetaraan gender menjadi suatu gagasan yang mau diangkat sebagai suatu wacana yang terus digaungkan, agar semua perempuan mendapatkan suatu perlakuan yang layak dalam publik. Apakah yang mendapatkan perlakuan yang sama, adalah mereka-mereka yang bisa disebut sebagai manusia ‘good looking’? bagaimana dengan mereka yang hanya terpandang ‘sebelah mata’? apakah mendapatkan perlakuan yang sama? Di sini dapat ditegaskan bahwa kasus tentang perempuan dan anak, tidak hanya menimpa pada satu sisi saja, melainkan ‘hampir’ semua perempuan dan anak mendapatkan kasus yang kurang lebih yang sama dalam hidupnya. Baik yang good looking  atau bad looking , semua mendapatkan perlakuan yang tidak adil. Misalnya saja, banyaknya kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual, kalau diteliti,  kebanyakan yang mendapatkan perlakuan tersebut adalah mereka yang good looking. Apakah yang biasa-biasa aja lebih aman dari mereka? Tentu saja tidak.  Kekerasan, pelecehan seksual, pemerkosaan hingga pembunuhan dapat terjadi kepada siapapun.

Pendidikan : Berilmu dalam ‘Dunia Virtual’

              Pendidikan merupakan sebuah sarana yang digunakan oleh manusia baik individu maupun kelompok untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Tidak hanya mendapatkan ilmu pengetahuan secara umum, melainkan juga pembinaan karakter (moral) juga secara tidak langsung diarahkan untuk menjadi manusia berintelektual. Pendidikan menjadi dasar bagi masyarakat untuk menjadi sebuah harapan bagi generasi berikutnya dalam pembangunan dan pengembangan negara menjadi lebih baik. Sekolah menjadi wadah untuk mendidik sekaligus membangun karakter kepribadian  seseorang dalam hidup di keluarga dan masyarakat. Sekolah memberikan suatu solusi agar anak mampu memahami gambaran dunia yang terjadi saat ini. John Dewey sendiri menyatakan bahwa anak harus dilibatkan dalam dunia masyarakat, dengan belajar dari studi lapangan. Hal ini dimaksudkan agar pemahaman dalam pikirannya semakin nyata dengan kehidupan.

               Saat Indonesia dinyatakan sebagai zona darurat kesehatan karena corona, semua aktivitas yang berkaitan dengan tatap muka, kontak fisik dan kegiatan diluar rumah harus dihentikan untuk sementara waktu. Di samping itu pemerintah tetap menyatakan bahwa, kegiatan pendidikan harus tetap berjalan seperti biasa. Tentu hal ini menjadi suatu respon tersendiri bagi murid dan juga para pengajar. Di pihak murid dan juga orang tua, hal ini menjadi suatu tantangan tersendiri dalam sikap untuk belajar. Di samping keterbatasan dari kebijakan yang ada, mereka harus berupaya dengan usaha untuk bisa belajar secara ‘mandiri’ tanpa ada dampingan dari Bapak/Ibu guru. Hal ini bisa jadi sebagai suatu kenangan baru dalam dunia pendidikan. Mereka diajak untuk tetap belajar, dengan bantuan virtual. Orang tua juga harus dengan extra, mendidik, dan memantau akan aktivitas belajar, karena sebagai ‘pengganti’ para guru yang ada di sekolah. Bagi para guru, terutama bagi yang sudah senior, hal ini akan menjadi suatu tantangan yang cukup berat. Pasalnya para guru ‘dipaksa’ untuk tetap mengajar para muridnya dengan metode virtual, sedangkan para guru kebanyakan belum tentu paham akan teknologi dan media online secara penuh. Hampir sama dengan apa yang dirasakan oleh para orang tua murid, di sisi lain, para guru yang melaksanakan kegiatan tersebut di dalam rumah juga harus membagi waktu yang cukup ketat antara pekerjaan dan keluarga.

Sikap Kritis dan Filosofis: Lawan atau Tidak Sama Sekali.  

            Pandemi memang sampai detik ini belum berakhir. Pemerintah dan pihak-pihak yang terlibat masih berusaha memberikan kebijakan-kebijakan yag dibutuhkan demi menjaga keamanan dan kenyamana masyarakat dalam beraktivitas. Anjuran dan penetapan protokol kesehatan menjadi sarana yang layak untuk diperhatikan dan ditaati bersama, demi diri kita dan semua orang. Memang secara fakta yang ada dalam masyarakat, corona menyisahkan banyak ‘kelumpuhan’ dari berbagai macam aspek yang ada. Kendati demikian, bukan berarti kita sebagai bagian dari masyarakat bersikap apatis terhadap berbagai macam aturan yang ditegakkan. Berangkat dari sebuah kesadaran bahwa setiap individu sudah merasa bosan untuk diam di rumah, dan ‘harus’ mengikuti berbagai hal yang ditegakkan pemerintah setempat. Banyak yang mengeluh, banyak yang merasa tidak nyaman jika tidak beraktifitas di luar rumah, banyak yang merasa rindu akan bertemu dengan semua orang yang di cintai, tetapi apa daya jika situasi semakin ‘mengancam’ waktu ke waktu?

            Ada berbagai macam versi yang menyatakan bahwa corona adalah sebuah konspirasi belaka, tidak nyata dan hanya sebuah ‘drama’ dari beberapa pihak yang mampu ‘mengendalikan kehidupan’ manusia. Banyak pro dan kontra yang selalu bermunculan, baik di media sosial maupun dari berbagai lintas diskusi yang dibuat. Lalu apa sikap kita? Melihat beragam hal yang ‘jauh dari kebenaran’ yang bisa kita pegang? Percaya kepada siapa sebaiknya? Diri kita? Orang lain? Pemerintah? Bahkan Tuhan sekalipun? Semua ini adalah pilihan. Artinya dalam hal ini, kita diajak untuk berani bersikap dan berani bertindak. “Lawan atau tidak sama sekali” adalah suatu kalimat yang mau memberikan kita sebuah pilihan yang di nilai cukup berat. Keberatan yang nampak adalah, bahwa semua keputusan menghasilkan sebuah efek/ dampak/ konsekuensi. Kendati kita hanya mau menikmati pilihan tanpa melihat adanya konsekuensi didalamnya, maka hal ini tidak bisa dibenarkan. Sikap kritis dan filosofis ialah suatu sikap yang dibangun atas kesadaran dari individu, terkait dengan situasi dan kondisi yang dinilai tidak membawa suatu kebenaran dan kebaikan secara pasti. Sikap ini dimaksudkan agar manusia pada dasarnya melihat realitas bukan hanya sekedar yang nampak saja, melainkan perlu untuk dipertanyakan secara lebih dalam apa maksud dan tujuan dibalik fenomena yang ada.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun