Mohon tunggu...
Sosbud

Semua Anak itu Pintar (2)

10 Februari 2016   07:23 Diperbarui: 10 Februari 2016   07:52 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah cerita .. 

Suatu hari di sebuah kelas. 

“Pagi anak-anak”, sapa Sang Guru

 “Selamat pagi Sang Guru,” Jawab semua murid dengan kompak. 

Kelas tersebut adalah kelas Animal yang dipimpin oleh seorang guru yang begitu tegas dan dictator. Di dalam kelas tersebut terdapat 10 ekor murid, mulai dari Si Macan, Si Ikan, Si Monyet, Si Gajah, dan teman lainnya. Suatu hari, mereka belajar tentang cara memanjat.

Seekor kera dengan sangat bangga mengacungkan tangan dan berkata, 

“ Saya dulu bu guru, saya yang akan mencoba memanjat terlebih dulu.”

“Baiklah, lakukanlah Si Kera, memanjatlah.” Kata Sang Guru. 

Si Ikan memperhatikan dengan seksama cara Si Monyet memanjat. Si Gajahpun tidak kalah perhatian. Mereka semua memperhatikan dengan sebaik-baiknya. Lalu Sang Gurupun meminta Gajah untuk mencoba melakukannya. 

“Gajah, ayo, sekarang giliranmu!.”perintah Sang Guru.

“Saya Sang Guru? Baiklah akan saya coba.” Jawab sang gajah dengan percaya diri.

Si gajahpun mencoba untuk memanjat pohon itu. Saat kaki pertamanya memanjat, dia terjatuh. Lalu dia mencobanya lagi dengan menggunakan kedua kakinya, namun pohon itu malah roboh. 

“Oh, apa yang sudah kamu lakukan gajah. Kamu ini bodoh sekali, memanjat saja tidak bisa. Bagaimana nanti dengan masa depanmu. Bagaimana kamu bisa mandiri, jika memanjat saja tidak bisa? “teriak Sang Guru. 

Si gajahpun hanya terdiam dan menundukkan kepalanya. 

“Baik, sekarang giliranmu Si Macan”, perintah guru

 “Baiklah Sang Guru, akan aku coba” Jawab Si Macan. 

Macanpun dengan sangat mudah melakukan hal tersebut. Dia memanjat dengan Sigap dan dengan cepat telah sampai di atas pohon. Dengan kukunya yang tajam, dia mampu menakhlukkan pohon yang tinggi itu. 

“Bagus, bagus sekali Si Macan. Kamu memang Siswa yang pandai. Kamu bisa melakukan semua hal. Di masa depan, pasti kamu akan menjadi orang yang sukses”, puji Sang Guru. 

“Sekarang giliranmu, wahai Si Ikan.” 

“Giliran saya Sang Guru? Bagaimana saya bisa melakukannya? Bagaimana saya bisa naik ke atas sana?”tanya Si Ikan. 

“Bagaimana kamu ini, tadi sudah di beri contoh oleh Si Monyet dan Si Macan, masak kamu tidak melihat. Dasar anak yang malas. Tidak mau memperhatikan, tidak mau belajar. Saya akan bicarakan hal ini pada orang tuamu!”teriak Sang Guru lagi. 

“Bagaimana saya bisa keluar dari air Guru, hidup saya adalah di air, bagaimana bisa anda meminta saya untuk menjadi seekor monyet yang bergelantungan dan memanjat di atas pohon? Tanpa memanjatpun saya akan tetap bisa hidup, karena makananku ada di dalam air. Bagaimana anda mengatakan saya bodoh? Bagaimana kalau sekarang pelajarannya kita ganti dengan cara berenang paling lama di dalam air. Apakah Si Monyet dan Si Macan bisa melakukan?” Penjelasan Si Ikan

“Tentu bisa, saya kan Siswa yang paling pintar di kelas ini. Saya pasti bisa menguasai semua mata pelajaran yang diberikan. Apalagi IQ saya termasuk yang paling tinggi di antara kalian.”jawab Si Monyet dengan sombong. 

“Ayo buktikan kalau berani.” Saut Si Gajah. Si Monyetpun langsung masuk ke dalam air dan menghentikan nafasnya. Setelah beberapa waktu, dia muncul di permukaan air sambil terengah-engah.

“Ada apa Si Monyet? Apakah kamu sudah tidak kuat lagi?”tanya Si Ikan. 

“Ha, ha, ha, ha, ha. Iya ikan, ternyata tidak mudah menjadi seperti dirimu. Kamu bisa kuat berenang di dalam air begitu lamanya, sedangkan aku. Aku tidak bisa bernafas di dalam sana.” Saut Si Monyet sambil terengah. 

“ Tu kan, makanya jangan sombong. Tidak semua Siswa disini bisa melakukan semua hal. Masing-masing Siswa memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Lihatlah Si Ikan, meskipun dia tidak bisa memanjat namun dia bisa berenang sangat lama di dalam air. Lihatlah pula diriku, meskipun aku tidak bisa beranang lama di dalam air dan tidak bisa memanjat, namun aku bisa merobohkan pohon itu dengan mudah. Lihatlah pula Si Macan, pasti dia juga tidak bisa berenang di dalam air dengan lama, namun dia memiliki cakar yang tajam untuk membunuh mangsanya.” Jelas Si gajah. 

“Berhenti. .. Hentikan diskusi kalian. Tidak ada Siswa yang boleh berbicara panjang lebar di kelas ini. Siapa gurunya, saya atau kalian. Jika kalian berada di kelas saya maka kalian harus mematuhi aturan disini. Siswa yang tidak bisa mencapai kompetensi adalah Siswa bodoh, dan Siswa yang mendapat nilai yang baik adalah Siswa pintar. Rapor kalian akan saya berikan kepada orang tua kalian. Mengerti anak-anak?”tanya guru. 

“Mengerti Guru,”jawab semua Siswa serentak. 

Keadaan sebuah kelas tergambar dalam kisah di atas. Seorang Siswa yang sangat pandai dalam menggambar dianggap anak yang bodoh karena dia lamban dalam berhitung. Seorang Siswa yang begitu pandai menulis, dianggap pula bodoh karena lagi-lagi tidak bisa berhitung. Siswa yang bagaimana yang dianggap benar di negeri ini? Atau Siswa yang bagaimanakah yang dianggap bodoh? Karena mereka tidak dapat mencapai kompetensi yang sesuai dengan kurikulum atau kah mereka yang tidak peka terhadap materi yang diberikan? Seekor ikan tidak akan mungkin bisa memanjat meskipun dipaksakan. Ditambah lagi dengan hujatan yang berbagai macam dari seorang guru, menjadikan rasa percaya diri seorang Siswapun hilang. Lama-kelamaan ikanpun mungkin tidak akan bisa berenang, karena menganggap dirinya aldah siswa yang bidih. Hal ini bukanlah sebuah teori, karena pengalaman berbagai Siswa yang datang kermuah menceritakan hal tersebut.

Marilah para ibu, kita bijaksana dalam memahami kebutuhan, kelebihan dan kekurangan putra-putri kita. Bukan pendidikan yang salah, namun beberapa oknum yang menjalankannya mungkin belum sesuai dengan tujuan pendidikan. Mari kita selektif terhadap pendidikan anak kita, karena dunia pendidikan adalah dunia kedua bagi mereka setelah keluarga. Semoga putra-putri kita mendapatkan pendidikan yang terbaik untuk mereka, yang menempatkan ikan pada kemampuan ikan, dan burung pada kemampuan burung. Sehingga mereka akan dapat tumbuh dengan sebaik mungkin untuk menjadi yang mereka inginkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun