Mohon tunggu...
Yenny Novita
Yenny Novita Mohon Tunggu... Guru - Sharing 💐 Caring

Momie, Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Papa, Mama, Aku Mau Main!

8 Mei 2023   14:21 Diperbarui: 11 Mei 2023   16:38 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu kali, saya dan suami berbincang tentang anak kami yang berusia 3 tahun. Umumnya, di usia itu anak-anak mulai bersekolah (play group).

Saat itu kami sepakat untuk menyekolahnya langsung ke jenjang Taman Kanak A (TK A) tanpa harus melewati kelompok bermain atau play group terlebih dahulu. 

Pertimbangan kami adalah, dia terlalu dini untuk sekolah, usianya yang sekarang adalah usia bermain yang bebas. Belajar tentang warna, angka, huruf, meronce, maze, mewarnai layaknya taman kanak-kanak setidaknya sedikit banyak sudah dia dapatkan di rumah dan di day care/penitipan anak.

Berjalannya waktu, kekhawatiran itu mulai muncul. Sekolah yang kami tuju menggunakan bahasa Inggris dalam kesehariannya. Saya mulai khawatir jika saya memasukkannya langsung ke TK A, apakah dia bisa mengikuti kegiatan  dengan cepat? Mengingat teman-teman sebayanya nanti pastilah mayoritas sudah memulai bahasa Inggrisnya di kelompok bermain/play group.

Kemudian saya mulai memikirkan kekhawatiran yang mulai hinggap dalam otak saya itu, kenapa saya khawatir ya? kenapa saya tidak percaya pada kemampuannya?

Kekhawatiran macam inilah salah satu alasan orangtua  bersegera mungkin memasukkan anak-anak ke sekolah bahkan mendaftarkan mereka untuk les pra sekolah. Khawatir nantinya dia kesulitan mengikuti pembelajaran di sekolah, jadi ada baiknya curi start dulu. 

Apakah memasukkan anak-anak lebih dini untuk sekolah adalah hal salah? 

Buku The Danish Way of Parenting karangan Jessica Joelle Alexander dan Iben Dissing Sandahl menjadi jawaban dari pertanyaan dan kekhawatiran saya. 

Sebagai orangtua, ternyata sadar atau tidak kita memiliki tekanan  dan harapan dalam mengatur aktivitas anak. Entah itu les membaca, menulis, piano, berenang.

Suatu kali seorang rekan berkata bahwa dia tidak seperti orangtua lain yang memasukkan anaknya untuk les piano, berenang, dan keahlian lainnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun