a. Penelitian dan penilaian tema, gambar,  dengan, suara, dan teks terjemahan   suatu film yang akan diedarkan       dan/atau dipertunjukkan kepada khalayak umum.
b. Penentuan kelayakan film dan iklan film untuk diedarkan dan/atau dipertunjukkan kepada khalayak umum; dan
3. Penyensoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memberikan perlindungan kepada masyarakat dari pengaruh negatif film dan iklan film.
Pasal 59 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman mengatur bahwa surat tanda lulus sensor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) diterbitkan oleh lembaga sensor film.
  Kemudian dalam Pasal 28 ayat (1) Juncto Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Lembaga Sensor Film diatur bahwa film dan iklan film yang telah disensor disertai pencantuman pengolongan usia penonton yaitu :
pertama, untuk penonton semua umur;
Kedua, untuk penonton usia tigabelas tahun atau lebih;
Keriga, untuk penonton usia tujuh belas tahun atau lebih.
Keempat, untuk penonton usia duapuluh satu tahun atau lebih.
  Tentunya film dengan genre horor adalah film yang diperuntukan bukan untuk usia anak-anak, melainkan untuk usia duapuluh satu tahun atau lebih.Â
Mengingat adanya dampak negatif bagi anak-anak yang menonton film horor, seharusnya anak-anak tidak diperbolehkan untuk menonton film horor. Orang tua sebaiknya selektif memilih tontonan film yang baik sesuai dengan usia anak-anak dan menerapkan budaya sensor mandiri terhadap film yang akan ditonton oleh anak-anak yaitu memilih film yang diperuntukkan untuk semua usia. Â Kesadaran orang tua dalam memilihkan tontonan yang baik sesuai usia anak tentunya akan menambah pengetahuan serta wawasan anak-anak. Di tangan orang tua, melalui kesadaran orang tua menerapkan budaya sensor mandiri maka anak-anak akan terhindar dari pengaruh negatif film horor.