Mohon tunggu...
yeni hasana
yeni hasana Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Pejalan kaki yang hobi menulis apa saja yang dilihat, didengar dan dibaca dari semesta.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Minggu Bersama Bapak ke Jakarta

2 Juni 2023   01:19 Diperbarui: 2 Juni 2023   01:39 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bapak menikmati naik Busway (Dokumentasi Pribadi)

Aku langsung menggandeng tangan bapak dengan hati-hati untuk menaiki Bus Murni yang berhenti tepat di depan Rumah Sakit Sari Asih, tempat orang-orang menunggu bus tujuan Jakarta dan lainnya. Mungkin karena malam minggu, sebagian kursi bus ini hampir penuh terisi oleh para penumpang, aku merasa pengap dan sesak. Aku permisi lewat pada bapak pengamen dan bapak pedagang sabuk yang berdiri di lorong bus yang sempit ini untuk mencari kursi kosong, dan untungnya kami masih mendapatkan kursi kosong paling belakang. Setelah memastikan bapak duduk dengan nyaman. Aku meminta bapak untuk berdoa.

"Bus ini terkenal dengan ngebut dijalanan, jadi kita harus banyak-banyak berdoa" aku berbisik pada Bapak dengan perasaan khawatir, namun bapak mengangguk santai. Sebelum naik tadi, aku menceritakan pada bapak tentang bus yang akan kami naiki sampai Kalideres ini. Selain sering ngebut dan ugal-ugalan di jalanan, bus ini juga sering mengalami kecelakaan. Itulah kenapa, aku meminta bapak untuk banyak-banyak berdoa. Agar perjalanan kami lancar. Kenapa tidak memilih naik bus lain saja, padahal banyak bus tujuan Kalideres yang nyaman? Aku memikirkan waktu. Di Jakarta nanti, aku akan menginap di rumah teman, jadi aku tidak mau datang ke rumahnya terlalu malam, selain itu aku juga tak tega sama bapak karena harus menunggu bus lebih lama lagi. Pinggang bapak dalam kondisi tidak baik, atau tidak tahan duduk tanpa sandaran berlama-lama. Jadi saat ada bus datang, aku memutuskan untuk langsung naik agar nanti segera sampai tujuan.

Setelah bus melaju kencang di jalanan, aku menempelkan badan ke kursi untuk bersandar lalu menatap keluar jendela. Disana, aku merasa pikiranku terasa kosong, namun sisi lain hatiku membuncah dan meletupkan rasa yang bahagia. Alasannya apalagi, kalau bukan karena senang, yah, akhirnya aku bisa ajak bapak liburan ke Jakarta, melihat kota.

Sejak bapak memutuskan untuk tinggal bersamaku lima bulan lalu, aku belum sekalipun mengajaknya liburan jauh. Hari minggu biasanya aku habiskan lari pagi di alun-alun atau main ke pantai yang tak jauh dari rumah dan kadang istirahat saja seharian di rumah. Namun, minggu ini aku mengajak bapak ke Jakarta, selain karena jaraknya hanya satu jam setengah dari Banten, ini juga akan jadi pengalaman pertama bapak setelah nyaris dua puluh tahun ia habiskan hidup hanya di kampung halaman yang jauh dari modernisasi. Apa itu busway, MRT, mall dan gedung-gedung tinggi lainnya di Jakarta, Bapak tak paham sama sekali. 

Naik bus ini saja, bapak melihat berbagai macam fragmen kehidupan yang sepertinya menarik perhatiannya. Saat ia melihat anak kecil usia sekitar tujuh tahun sudah mengamen dengan ibunya lalu menyanyikan lagu lagu dangdut dengan lirik yang senonoh, bapak seketika berbisik "Kasihan sekali ya, kecil-kecil harus cari uang. Ditambah sikapnya tadi tidak sopan, kira-kira dia akan dapat uang berapa dari hasil mengamen dengan cara seperti itu?" Aku tersenyum saja mendengar pertanyaan bapak dan membiarkan bapak menjawab pertanyaannya sendiri, aku ingin bapak menikmati perjalanan ini dengan lebih banyak merasa dari apa-apa yang ia lihat selama liburan ini.

MRT Jakarta (Dokumentasi Pribadi)
MRT Jakarta (Dokumentasi Pribadi)

                                                                                                                                     ***

Aku sudah lama tidak main ke Jakarta dan aku terkejut ternyata sudah banyak sekali yang berubah. Ibu kota Indonesia ini seperti remaja yang tengah rajin bersolek dan terus berusaha mempercantik diri dari berbagai sisi. Itulah kenapa, temanku Ye, memberikan saran, jika sudah sampai di halte Busway Bundaran HI aku diminta mengajak bapak naik ke lantai dua, untuk melihat keindahan malam pusat ibu kota ini dari dekat. Dan ya, seperti dugaanku. Aku dan bapak sama-sama terkagum-kagum melihat kesibukan dan kemeriahan malam di pusat ibu kota di malam minggu ini.

Setelah naik busway dan kedinginan nyaris satu jam lebih rute dari Kalideres ke Bundaran HI, aku dan bapak mengikuti saran Ye untuk naik ke lantai dua busway Bundaran HI. Lantai dua ini disebut area komersil karena disini akan ada cafe-cafe, mushola, toilet umum dan area anjungan. Aku ngajak bapak langsung menyusuri area anjungan yang dikelilingi lanskap gedung-gedung bertingkat tinggi nan mewah yang terdiri dari hotel Mandarin Oriental, Grand Hyatt Jakarta, Mall Grand Indonesia dan pusat perkantoran lainnya. Area anjungan ini sudah dipadati oleh anak-anak muda yang mengantri mengambil gambar di ujung anjungan yang berbentuk setengah lingkaran dengan pemandangan monumen selamat datang atau patung kuda Bundaran HI yang dikelilingi air mancur warna-warni. Bapak berkali-kali tak mampu menutupi rasa takjubnya dengan melihat bagunan tinggi yang memancarkan cahaya lampu warna-warni dan menampilkan panorama malam yang sangat indah. Aku, tentu juga demikian, semilir angin malam membuat perasaanku tiba-tiba hangat dan damai melihat keindahan Jakarta malam ini.

Halte Busway & Anjungan HI (Dokumentasi Pribadi)
Halte Busway & Anjungan HI (Dokumentasi Pribadi)
                                                                                                                                      ***

Dulu aku sangat tidak tertarik untuk berkunjung ke Ibu kota ini dengan alasan apapun. Entah kenapa, aku merasa ibu kota ini sangat sumpek. Namun sejak tiga atau dua tahun ke belakang, aku jadi sering berkunjung ke Jakarta. Alasannya cukup sederhana, tiba-tiba aku merasa ibu kota ini sangat dinamis. Aku senang melihat orang-orang yang rapi dan bergerak cepat untuk melakukan berbagai macam aktifitas, aku bahagia ikut berdesakan di antara penumpang KRL atau busway, aku merasa damai setiap kali melihat senja yang muncul dari celah-celah gedung tinggi, dan karena alasan itulah aku sering datang lagi dan lagi ke Jakarta.

Pagi ini, setelah kami semua bangun kesiangan di rumah Ye lalu menikmati makan pagi yang mewah, aku dan bapak diajak Ye berkeliling dari satu mall ke mall lain, kami tidak belanja dan cukup melongo saja saat diberi tahu Ye list harga barang yang nilainya cukup tinggi. Namun Ye mengajak kami ke mall memang memiliki misi khusus. Ia ingin kami tak melewatkan pameran seni yang ada di Galeri Grand Indonesia. Aku sebagai penikmat karya seni tentu sangat tertarik dan tak ingin melewatkan momen ini. 

"Kita ngadem di sini agak lama ya" ajak Ye sambil tertawa sesaat setelah kami masuk ke Galeri Indonesia Kaya. Aku tentu setuju. Tadi kami cukup kelelahan berjalan kaki di bawah terik yang panas menyengat dari halte busway sampai masuk ke mall ini. Panasnya Jakarta membuat angin yang bertiup bahkan tak terasa sejuk sama sekali di kulit, yang ada kepala kami terasa sedikit pusing. Dan ide ngadem sejenak ini cukup menarik.

Di Galeri Indonesia Kaya, saat masuk kami langsung disambut musik angklung dan bapak langsung menggerakan tubuhnya seperti orang yang menari, namun wajahnya tak bisa menutupi rasa heran atas keindahan karya seni digital yang membentang di depan kami, kami jadi tertawa melihat tingkah bapak dan membiarkannya menikmati semua yang ia lihat dan ia dengar.

Galeri Indonesia Kaya yang terletak di lantai 8 Mall Grand Indonesia ini adalah galeri seni yang menyajikan berbagai hiburan berupa edukasi budaya yang ada di Indonesia lalu ditampilkan melalui layar lebar. Disini kita bisa bermain main dengan masyarakat yang memakai pakaian daerah secara digital. Aku melihat ada juga yang mencoba singgah di warung digital, di mana kita bisa pesan makanan sesuai yang kita mau, di warung tersebut akan ditampilkan juga berbagai resep kuliner yang disajikan, jadi cukup menambah pengetahuan. Sisi lain, jika bapak mencoba berinteraksi dengan berbagai jenis flora dan fauna khas Indonesia dengan menyentuh layar dan binatang yang bapak sentuh tersebut akan bergerak dan bunyi, Ye mencoba naik pesawat dan menjelajah Indonesia secara digital juga, ia membentangkan tangan di depan layar, mengikuti navigasi yang memberikan petunjuk arah daerah mana saja yang akan dikunjungi oleh Ye, ini seru sekali. Jika tidak ingat bahwa banyak yang mengantri di belakang, barangkali Ye akan terus bermain-main di depan layar itu sampai ia puas. 

Aku sendiri bahagia sekali Jakarta memiliki ruang untuk liburan yang ramah keluarga seperti ini, serta memiliki nilai edukasi yang tinggi, terlebih masuk ke Galeri Indonesia Kaya ini tidak dikenakan biaya sama sekali, sehingga bisa diakses banyak orang terutama keluarga, anak-anak muda dan para pecinta seni dengan mudah. Aku berharap Indonesia memiliki lebih banyak lagi ruang seni digital seperti ini. Sehingga kita bisa menemukan banyak referensi untuk liburan namun tetap memiliki nilai nilai edukasi yang bisa kita bawa pulang ke rumah.

Galeri Indonesia Kaya (Dokumentasi Pribadi)
Galeri Indonesia Kaya (Dokumentasi Pribadi)
                                                                                                                                         ***

Setelah menikmati keindahan di Galeri Indonesia Kaya dan berkeliling Mall, Ye langsung mengajak kami Cikini dan singgah ke Perpustakaan Taman Ismail Marzuki. Saat sampai di perpustakaan ini aku langsung takjub sekali, aku seperti menemukan duniaku yang sudah lama hilang: dunia baca dan seni. Sampai TIM di revitalisasi, aku sama sekali belum pernah main kesini. Kali pertama singgah ke sini, hal pertama yang membuatku terkesan, adalah bangunan perpustakaan yang berundak-undak dan memanjang dengan interior yang menakjubkan. Di Lantai dasar sebelum kami menaiki lift, aku melihat sekelompok orang tengah berlatih gerakan-gerakan theater, di area lain ada yang sedang  membaca puisi, seru sekali melihat pemandangan ini. 

Setelah berkeliling di bawah kami langsung naik ke lantai tiga dan melakukan proses cek in yang dibantu oleh petugas setempat. Tas-tas kami disimpan semua di loker dekat dengan area informasi dan kami dipersilahkan mengakses perpustakaan tersebut. Hari minggu seperti ini, suasana perpustakaan sangat ramai. 

Aku melihat, dimulai dari ruang baca anak, ruang baca keluarga, ruang baca tangga, bilik-bilik dialog, ruang siaran/podcast, ruang komunitas, ruang baca private, ruang baca umum dll nampak dipenuhi oleh para pengunjung, eits meski banyak pengunjung, suasana perpustakaan ini sangat tenang. Selain itu, perpustakaan ini juga menyediakan berbagai macam jenis buku yang disusun rapi berdasarkan kategori tertentu. Misal ada buku anak disusun yang berdasarkan usia, buku-buku sejarah, seni, astronomi, sastra / fiksi Indonesia dan masih banyak lagi jenis buku lainnya. 

Perpustakaan Taman Ismail Marzuki (Dokumentasi Pribadi)
Perpustakaan Taman Ismail Marzuki (Dokumentasi Pribadi)
                                                                                                                                  ***

"Bagaimana perasaan bapak hari ini?" Aku langsung melemparkan pertanyaan sesaat setelah kami duduk di busway tujuan Kalideres. Yah, saat matahari sudah terbenam, kami memutuskan pulang, setelah seharian mengelilingi Jakarta. 

"Senang, Bapak sangat senang, Nak, terimakasih ya" Jawab bapak cepat dan penuh arti dan membuat perasaanku hangat seketika. Mengelilingi berbagai tempat di Jakarta menggunakan Busway dan MRT membuat perjalanan ini jadi mudah dan lancar. Semua tempat bisa diakses dengan cepat. Sepanjang jalan pulang, bahkan bapak tak henti-henti cerita tentang kekagumannya main di Jakarta. Ia sangat terkesan dengan gedung-gedung tinggi nan mewah, merasa aneh dan wah saat naik MRT dan bertanya-tanya sendiri bagaimana cara orang bangun stasiun MRT di bawah tanah sana dan bangga bisa tap kartu busway dan MRTnya dengan mandiri.

Reaksi bapak ini diluar dugaanku, sebab sepanjang jalan, aku dipenuhi rasa khawatir yang tinggi memikirkan kondisi kesehatan bapak yang tidak bisa jalan jauh karena syaraf kejepit yang ia derita. Namun, ternyata bapak bisa mengatasinya dengan baik. Ia bahkan berkali-kali bilang, agar aku tidak perlu khawatir, dan bapak juga bilang, ia justru senang karena akhirnya bisa jalan-jalan ke Jakarta, ia merasa bangga. Yah, Jakarta adalah hal baru tak terduga dan hal asing yang ia lihat dan ia pijak, aku berharap, kelak, Jakarta bisa menjadi kenangan hangat untuknya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun