Mohon tunggu...
Yeni Fadilla
Yeni Fadilla Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya seorang gadis desa yang gemar menulis cerita dan mengolah kata~~

A mere country gurl who's trying to get her happiness back~~

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pagi Itu

23 Agustus 2020   20:55 Diperbarui: 23 Agustus 2020   21:07 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Sedetik kemudian, tanpa terduga, angin bertiup sangat kencang; daun-daun pun berguguran. Segala aktivitas terhenti saat itu juga. Tiap mata menatap ke atas, memandangi langit yang tertutup awan yang kian menggelap dan semakin kelabu.Pada detik itu pula, tiba-tiba turun salju.

Semua orang terkesima mendapati fenomena langka itu. "Salju! Salju!" teriak mereka bersukaria. Tiap orang langsung mengeluarkan ponsel dari tas ataupun saku mereka untuk mengabadikan peristiwa itu ke dalam foto dan video. Semuanya tampak bersukacita; hati dibanjiri euforia. 

Bagaimana tidak? Negara yang mereka tinggali ini merupakan negara tropis yang dilewati garis ekuator dan otomatis mustahil salju muncul di sana kecuali di suatu area yang ketinggiannya melebihi 4000 meter dpl, seperti puncak Jayawijaya di Papua, misalnya.

Ning Woo dan aku pun terpesona oleh keindahan salju yang tiba-tiba turun itu. Sama seperti yang lain, momen itu kami abadikan lewat ponsel dan mengunggahnya di social media. Namun, ada suatu hal tersembunyi yang tak kami ketahui. Fenomena itu bukanlah hal yang patut untuk dirayakan. Fenomena itu merupakan suatu pertanda, pertanda munculnya suatu bencana.

Sementara itu, baik berita yang ditanyangkan lewat TV maupun berita yang disiarkan lewat radio menyampaikan imbauan kepada seluruh penduduk seantero negeri agar tetap waspada. Perubahan iklim dan cuaca yang amat signifikan dan ekstrem, termasuk turunnya salju dadakan tersebut menjadi indikasi bahwa bencana besar akan segera melanda. 

Tiba-tiba semua orang dinstruksikan untuk segera dievakuasi. Entah apa yang sesungguhnya terjadi, namun kulihat orang-orang tengah berhamburan, berlarian, mencoba melindungi diri. Tiba-tiba terjadi gempa bumi. Tiba-tiba bangunan runtuh dan banyak orang terlukai. Apakah kehidupan dunia berakhir seperti ini?

Lantas sayup-sayup kudengar suara pintu terbuka dan sebuah suara bertanya, "Yen, kau masih punya kertas minyak?"

Aku pun akhirnya tersadar bahwasanya itu suara ibuku. Perlahan kubuka mata dan kusadari pula bahwa peristiwa yang kudapati tadi sebatas mimpi yang muncul dalam tidurku di malam Sabtu.

By: Yeni Fadillah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun