Selesai anjangsana, makan siang juga beristirahat sebentar, perjalanan pun dilanjutkan menuju Yogyakarta pada pukul 14.00 WIB menggunakan Kereta Api Prameks. Hal seru yang saya rasakan saat naik Kereta Api Prameks ini adalah selain kursi roda dan saya diangkat (lagi) adalah saat memilih tempat duduk. Saat naik, hampir semua kursi terduduki. Beruntung karena saya istimewa, karena sudah bawa kursi sendiri alias kursi roda sendiri, maka yang cari tempat duduk hanya ibu saya dan duduk kamipun terpisah. Tak hanya itu saja, penumpang juga padat memenuhi gerbong. Ada yang berdiri sampai duduk di bawah. Sekitar pukul 15.30 WIB, saya sampai di Stasiun Tugu Yogyakarta disambut gerimis tapi suasana begitu hangat karena disambut oleh teman-teman difabel dari Yogyakarta yang menyempatkan waktu untuk bertemu dan sharing pengalaman bersama.Â
KAI Commuter Terus Berbenah
Saat saya melakukan perjalanan Semarang-Solo-Yogyakarta menggunakan KAI Commuter, pada tahun 2018 memang belum akses dan ramah untuk difabel. Namun berkat kesigapan dan sensibilitas dari petugas kereta api, relawan dan juga pendamping saya merasa aman dan nyaman menggunakan layanan kereta api. Saya berikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada petugas kereta api yang telah membantu teman-teman difabel mulai dari menggendong, memapah dan menggandeng. Karena tidak hanya aksesibilitas saja yang diperlukan oleh difabel ketika menggunakan kereta api tapi juga sensibilitas dari orang-orang sekitar.
Seiring berjalannya waktu KAI Commuter terus berkomitmen meningkatkan pelayanan kepada seluruh penggunanya termasuk difabel. Saat ini stasiun-stasiun yang baru dibangun maupun selesai direvitalisasi sudah dilengkapi dengan fasilitas ramah difabel seperti eskalator, lift, guiding block, dan toilet khusus difabel.
Difabel juga mempunyai hak untuk menggunakan sarana transportasi publik yaitu kereta api. Saya berharap KAI Commuter terus berupaya untuk melengkapi fasilitas yang ramah dan aksesibel untuk difabel. Sehingga tidak ada lagi difabel pengguna kursi roda yang harus digendong oleh polsuska untuk bisa masuk ke gerbong tujuan, yang terkadang tangganya terlalu tinggi dan pintu masuk ke gerbong yang terlalu sempit sehingga tidak sesuai dengan ukuran kursi roda yang terlalu besar sehingga seringkali menjadi kesulitan tersendiri. Menyediakan kursi roda yang ukurannya disesuaikan dengan lebar atau luas jalan di gerbong tujuan yang harus dilewati sehingga jika kursi roda yang dibawa dari rumah terlalu besar, difabel bisa berpindah menggunakan fasilitas kursi roda milik KAI Commuter seperti fasilitas milik maskapai penerbangan. Meningkatkan soft skills kepada petugas kereta api agar bisa berinteraksi secara baik dan benar dengan berbagai jenis ragam disabilitas yang ada.
Meski sarana transportasi belum akses bukanlah sebuah hambatan. Jika mau pasti bisa. Maka ketika difabel menggunakan layanan kereta api, sekaligus membuka mata masyarakat bahwa difabel itu ada. Jika tidak begitu, maka difabel hanya bisa berdiam diri di rumah dan tidak pergi kemana-mana.
Terima kasih KAI Commuter yang terus berbenah dan berupaya memberikan pelayanan yang ramah dan aksesibel bagi pengguna dengan disabilitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H