Menjadi orang tua bagi anak-anak sesungguhnya membingungkan. Mereka terlahir dari rahim ibu tanpa dilengkapi dengan buku petunjuk pemakaian seperti ketika kita membeli alat elektronik. Lalu, Â sebaiknya kita apakan bayi berwujud lucu dan sangat kecil itu?
Di hari lahir mereka, tiba-tiba saja neneknya menjadi orang yang maha mengetahui apa yang dibutuhkan bayi kecil yang terhempas di dunia fana ini. Sarannya macam-macam, Â dari yang masuk akal sampai akal-akalan. Â Sedangkan si ibu yang biasanya super ngeyel ke nenek, Â kali ini memutuskan menjadi orang yang mudah saja percaya semua celotehnya: "Okelah Nek, Â jika memang memaksa." (Ternyata hanya terpaksa, karena ia tak memegang buku petunjuknya).
"Bayimu haus, Â segera disusui."
(Masa' sih? Rasanya baru saja selesai nyusu. Bra juga baru beberapa menit yang lalu dikaitkan).
"Duduk tegak dan pangku bayimu kalau dia sedang nyusu. Â Biar air susumu mengalir deras. Â Jangan malas."
("Bukannya kalau sambil duduk bisa terlalu deras ASInya karena dikenyot plus pengaruh gaya gravitasi, Â Nek....? Nanti bocah ini bisa tersedak," Protes si ibu dalam hati).
"Bayimu cegukan, Â gigit ujung selendang, Â biarkan basah kena ludah. Tempel di dahinya."
(Setahu si ibu, Â bayi cegukan harus digendong tegak dan ditepuk punggungnya supaya cegukan berhenti. Â Tetapi apa daya, Â si ibu pun menurut saja kepada kemahatahuan nenek daripada berdebat seru yang berujung kekalahan semata).
Itu kisah kerepotan mengasuh bayi yang nekad menginvasi bumi sendirian. Seiring waktu berlalu, Â bayi itu pun bermetamorfosa menjadi makhluk atau barangkali mesin yang mulai bisa berbicara mengikuti bahasa manusia. Hebat juga dia. Komunikasi verbal pun mulai terjalin. Tetapi hal itu bukan berarti masa sulit sudah terlewati. Anak-anak ini pun masih susah dimengerti, Â dipahami, Â bahkan dikendalikan. Â Si nenek sepertinya juga sudah menyerah, ia berkali-kali berbisik pada si ibu, "Aku tak paham anakmu. Â Dulu kau dan adik-adikmu tak begitu." Si ibu semakin bingung, Â "Jika nenek saja tak tahu bagaimana mengasuh anakku, Â kepada siapa aku harus mencari tahu?"
Kala si nenek mulai tak mampu, Â maka bermunculanlah buku petunjuk pengoperasian anak-anak di sekeliling si ibu. Google juga bersedia mencarikan dengan segera segala yang ingin diketahui ibu tentang anaknya. Â Seminar-seminar pengasuhan anak juga semakin kerap diselenggarakan seperti ingin membantu kesulitan yang ada. Â Tetapi, apakah buku, Â artikel di internet, Â dan seminar bisa membantu? Â Apakah itu semua menjadi solusi atas kebutuhan ilmu pengasuhan anak yang sedang tumbuh besar seiring dengan kemauan dan keinginan mereka yang juga semakin besar?
Sepertinya tidak. Anak-anak tersebut dan bagaimana pengasuhannya tidak bisa diteorikan. Segala kehebatan teori parenting dan psikologi perilaku anak berdasar aneka latar belakang seperti umur dan gender, sesungguhnya dipaksakan untuk menggeneralisir acaknya situasi yang tak bisa digeneralisir. Lalu, anak-anak itu harus diapakan?
