Mohon tunggu...
Yeni Afrilia
Yeni Afrilia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi UIN Raden Mas Said

Suka kopi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di Indonesia

29 Maret 2023   20:25 Diperbarui: 29 Maret 2023   20:38 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. Pengertian dari hukum perdata Islam di Indonesia.

Hukum perdata merupakan seperangkat aturan yang isinya mengatur hubungan perorangan dengan perorangan yang lainnya yang berhubungan dengan hak serta kewajiban setiap pihak yang berkaitan. 

Sedangkan hukum perdata Islam di Indonesia sendiri merupakan hukum positif di Indonesia yang mengatur individu dengan individu yang lain, atau dengan suatu kelompok dalam suatu negara yang isinya merupakan serapan dari hukum Islam atau biasa di sebut dengan syariat. Syariat memiliki dasar yaitu Al Qur'an dan hadits yang di serap menjadi produk hukum Islam, kemudian di serap kembali menjadi hukum perdata Islam di Indonesia. Untuk kemudian di tetapkan sebagai aturan yang berlaku.  

Hukum perdata Islam di Indonesia misalnya, dalam soal perkawinan, yaitu hukum perceraian, hukum Kewarisan, hukum wasiat, hukum hadanah. Kedua, dalam hal perbisnisan, yaitu hukum jual beli, hukum sewa menyewa, hukum pinjam meminjam. Ketiga, ada hukum tentang kebendaan misalnya hukum hibah, hukum wakaf, hukum zakat dll.

Indonesia memiliki tiga hukum yang hidup serta diakui di Indonesia, yaitu hukum adat, hukum Islam serta hukum luar negeri (barat). Sehingga hukum Islam merupakan peraturan yang telah di sepakati untuk di laksanakan bagi warganegara Indonesia yang beragama Islam. 

Di Indonesia masyarakat yang beragama Islam merupakan masyarakat yang mayoritas. Sehingga dalam penerapan hukum Islam di Indonesia merupakan tempat yang tepat diterapkannnya peraturan itu. Hukum Islam ada berdasarkan pada pemahaman seorang dari suatu pedoman dalam agama Islam yaitu Al Qur'an dan hadits. Serta dalam penetapannya di lakukan dengan pertimbangan dari para ahli dalam bidangnya, yaitu ahli dalam hukum Indonesia serta dengan pertimbangan para Mujtahid, untuk mendapatkan maslahah yang di harapkan. 

2. Prinsip perkawinan dalam Undang-undang no 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. 

Prinsip perkawinan dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam adalah untuk mewujudkan perkawinan yang selamanya, berdasarkan pada ketuhanan Yang Maha Esa.

Perkawinan dalam undang-undang no 1 tahun 1974 merupakan ikatan dari laki-laki dan perempuan sehingga timbul hak serta kewajiban atas perkawinan yang telah di laksanakan. Perkawinan dilakukan bertujuan dalam menaati perintah agama. Sehingga perkawinan bukanlah perkara yang bisa dikatakan hal sepele. Karena perkawinan berhubungan dengan kehidupan di dunia dan di akhirat. Perkawinan di harapkan menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Sehingga dalam praktiknya memiliki unsur-unsur yang harus di penuhi agar perkawinan itu menjadi perkawinan yang sah sesuai dengan perintah agama.  

Perkawinan sebagai suatu ibadah yang lama, dan memiliki banyak keberkahan di dalamnya. Dalam mewujudkan perkawinan yang kekal, setiap pasangan dituntut untuk mampu memahami satu sama lain. Karena di dalam perkawinan bukan hanya menerima namun juga memahami satu sama lain agar terjalin komunikasi serta pemahaman yang erat antar pasangan. Di harapkan perkawinan itu sampai maut memisahkan, tanpa ada campur tangan dari pihak manapun sebagaimana pada perkawinan Rasulullah dengan sayyidah Khodijah yang langgeng hingga pada akhirnya Sayyidah Khodijah meninggal dunia.

Didalam Kompilasi Hukum Islam di nyatakan bahwa perkawinan itu bersifat monogami atau beristri satu, namun dalam keadaan tertentu seorang suami di perbolehkan untuk menikahi lebih dari satu perempuan. Dengan syarat bahwa mendapatkan izin dari istri yang sebelumnya serta mampu memberikan jaminan bagi istrinya untuk bersikap adil dalam pemberian nafkah, baik nafkah batin maupun dzahir dan juga adil dalam memberikan nafkah kepada anaknya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun