Mohon tunggu...
yeni purnama
yeni purnama Mohon Tunggu... -

apa nich

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kisah Cinta Sang Napi

12 November 2010   06:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:41 928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat itu aku merasa menemukan sumber cahaya yang baru dalam kehidupanku. Lalu, aku menghabiskan tahun-tahun yang cukup menyenangkan. Itu karena ada dia.

*

“Aya...” panggilku pada Cahya, itu adalah panggilan sayangku untuk dia.
“Hemmmmm?” katanya tanpa mengalihkan pandangan dari notes kecil berisi catatan utang pelanggan warung yang ada di tangannya. Tidak terasa aku sudah empat tahun mengenalnya semenjak pembangunan ruko di dekat warungnya. Aku jadi sering ngobrol dengannya . Menurutku dia dewasa dan lucu.
“Gue pengen deh sekolah lagi.”
“Bagus dong..! Kenapa gak ngumpulin uang aja buat sekolah?” katanya dengan penuh perhatian. Kali ini dia sudah menyimpan notesnya.
“Udah...tapi adik-adik gue tar gimana?”
“Kan ada tuh,,kejar paket C.. kamu gak perlu tiap hari ke sekolah, udah gitu murah lagi biayanya.”
“Iya sich...”
“Trus kenapa? Kamu malu ya karena udah umur dua puluh?”
“Engga...”
“Trusss??”
“Gue maunya yang gratis gitu. Hehehe..”
“Hahaha..hari gini masih nyari yang gratis.. kencing aja bayar!” kata Cahya sambil tergelak.
Aku senang sekali kalau melihat dia tertawa seperti itu. Aku tahu aku cinta padanya.
Yah...lagipula aku juga gak mungkin nyari cewek dari kalangan di atasku, bisa-bisa aku dijadikan keset..
Tapi aku tidak buru-buru menyatakan perasaanku padanya. Aku lebih muda darinya dan belum mapan. Maksudku, tidak mapan.. Aku masih takut ditolak.

“Arga.. aku salut deh sama kamu.. meskipun keadaan kamu bisa dibilang pas-pasan, kamu masih mikirin pendidikan kamu dan juga pendidikan adik-adik kamu,” kata Cahya.
“Ah, loe menilai gue terlalu tinggi.”
“Seriuss... mungkin ayah kamu memberikan nama Arga supaya hati dan pikiran kamu bisa sebesar gunung.”
“Ha?”
“Emang kamu gak tahu ya? Arga itu dalam bahasa Jawa artinya gunung.”
“Oh ya?” kataku. “Bapak gue emang orang jawa sich..boleh juga ya dia kasih nama gue.. Tapi Arga apaan dulu nich?? Kalau Arga Himalaya kan keren ya... atau Arga Everest gitu.. kalau Arga ecek-ecek mah gue ogah!”

Lagi-lagi Cahya tergelak. Buatku , itu sudah cukup. Sangat lebih dari cukup. Tawanya adalah harta bagiku.

“Ga...malam ini aku jaga warung semaleman, Kakakku demam.”
“Yaelah....nutup aja kenapa sich?”
“Yeee..sayang tauk.. gak nutup aja untungnya kecil, apalagi nutup...kalau malam tuh kata Kakak suka banyak yang beli kopi,” kata Cahya.
“Ya udah...gue temenin aja ya,” tawarku.
“Yang bener nich?? Gitu dong..itu baru namanya cowok baik..hehehe..” Cahya berkata manja seperti biasa. Ih,, bikin gemes aja dia.
“Yeee..jangan-jangan loe sengaja ya bikin alesan supaya bisa ditemenin sama gue?? Dasar bayi tua!!”
“Apaan sich....kamu tuh bayi uzur...hahaha..” Cahya berkata sambil memukul pelan bahu kiriku.

Malam kira-kira jam dua belas kurang sedikit, Cahya merasa lapar dan bilang minta dibelikan sate ayam. Aku pun akhirnya berjalan-jalan di sekitar situ mencari pedagang sate. Tapi udah muter-muter dua puluh menit, aku tidak menemukan satupun pedagang sate. Kebetulan memang habis hujan, jadi keadaan agak sepi. Akhirnya aku kembali lagi ke warung tanpa membawa apa-apa.

Tapi saat hampir sampai di warung, aku melihat Cahya sedang dikepung tiga orang cowok berpakaian gaul di sekelilingnya. Kelihatannya mereka membeli rokok karena terlihat rokok yang masih menyala di tangan ketiganya. Body fitness semua dengan otot yang tampak kekar.

“Neng...eneng berapaan? Yuk...ikut om ke hotel..” seorang pria tampak menjawil lengan Cahya. Buru-buru aku lari ke arah mereka dengan membabi buta.

“OI ANJING...!! JANGAN MACEM-MACEM LOE..!!” Teriakku sambil mendorong seorang pria sampai terjungkal. Tanpa aba-aba khusus kedua temannya langsung mengeroyokku. Kewalahan aku dibuatnya sampai aku terjatuh di dekat krat yang berisi soft drink.
Aku meraih dua buah soft drink dan memukulkan bagian bawah botol ke troroar, air memuncrat . Di tanganku aku memegang dua buah botol yang bagian bawahnya sudah pecah sebagian dan membentuk ujung-ujung yang runcing.

“Wah..si kunyuk mulai berani nich... hahaha..” Pria yang menggoda Cahya tertawa sambil berjalan ke arahku, dari jarak agak jauh pun aku bisa mencium bau minuman keras yang menyengat.
Dia mendekatiku dan refleks aku menusukkan dua buah benda yang ada di kedua tanganku kuat-kuat. Aku yakin botol itu berhasil menembus perutnya yang agak buncit. Pria itu kesakitan dan terjatuh.
Temannya tampak bingung antara mau menghajarku atau menolong temannya, namun mereka akhirnya mengangkat temannya itu dan masuk ke dalam mobil , kemudian mereka pergi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun