Mohon tunggu...
yeni purnama
yeni purnama Mohon Tunggu... -

apa nich

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kisah Cinta Sang Napi

12 November 2010   06:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:41 928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Apa aku iri pada orang yang bisa hidup mewah?? Tentu saja IYA!! Tentu saja aku iri. Munafik namanya kalau aku bilang, aku dengan senang hati menerima kemiskinan dan ketertinggalan pendidikanku. Hanya orang yang hilang akal yang tidak peduli dia berpendidikan atau tidak. Agak berlebihan memang, aku tidak peduli.

Kau tahu, wajahku tidak terlampau jelek. Waktu SMP aku pernah beberapa kali ditaksir oleh perempuan teman sekolahku. Namun ketika tahu kalau Ayahku kuli bangunan, dan kadang ibuku memulung sampah, gadis-gadis itu langsung menjauh seperti menghindari bangkai yang bau.

“Percuma ganteng dan pinter kalau duit aja gak punya. Jajan es aja gak bisa..hihihihi.” Begitu kata Meisya, cewek imut yang pernah berusaha mencuri-curi perhatianku. Tapi dia hanya caper sebentar, dianya keburu memandang rendah padaku.

Lulus SMP aku terpaksa tidak melanjutkan sekolah. Wali kelasku pernah menjanjikan beasiswa di sebuah SMA padaku, tapi aku sadar kalau orang tuaku tidak akan sanggup untuk membeli seragam dan tetek bengek lain yang diperlukan di SMA. Akhirnya aku menolaknya. Lagipula saat itu keadaan memaksaku untuk lebih melihat kenyataan. Ayahku sudah tua dan terlihat ringkih. Ada juga tiga adikku yang masih harus diberi makan.

Aku jadi ingin meneriakkan pada guru yang mengajariku, Hei...Pak Guru....lihat nich..masih banyak fakir miskin dan anak terlantar yang tidak dipelihara oleh negara...!! Kami cari makan sendiri!! Kami mengorek sampah!! Tetangga saya ngemis!! Hei,...lihat dong!!!
Kami telan semua cibiran para juragan yang naik mobil BMW. Makan tuh harta!! Puasin tuh hawa nafsu kalian, juragan!! Masih banyak klub malam dan inex yang belum kalian nikmati! Minum tuh Johny Walker, Chivas Regal, atau apapun itu,, aku gak tahu!! Terserah!!!

Hah,,, kenapa ya aku bagitu sebal pada kaum borjuis yang selalu memamerkan barang bermerk itu?? Mungkin karena aku iri..

Aku mulai membantu ayahku menjadi kuli bangunan saat umurku genap lima belas tahun. Setelah aku mulai bekerja, adik-adikku jadi jarang menangis karena aku sering memberi mereka uang jajan. Es potong, permen, gorengan, burger gocengan, pokoknya kumanjakan mereka.

Yang pasti aku mulai menabung sedikit-sedikit. Bukan untuk biaya pernikahan lho, melainkan untuk biaya pendidikan adikku kelak. Tapi kegiatan menabungku tidak selancar Busway yang meluncur di jalurnya. Saat mulai terkumpul, ada saja pengeluaran yang tidak terduga. Adik sakit muntaber, ibu sakit typus. Macam-macam lah.Hidup di lingkungan yang tidak higienis itu memang rawan penyakit.

Lalu saat umurku enam belas lebih sedikit, aku kenal seorang perempuan.
Dari sinilah semua berawal. Dari sini seolah sejarahku masuk penjara dimulai,

Namanya Cahya, lebih tua dariku tiga tahun. Dia adalah penuggu sebuah warung rokok kecil-kecilan yang dibangun di pinggiran trotoar. Kakaknya dan dia jaga warung bergantian.

“Arga, kamu tuh sebenarnya umur berapa sih?” tanya Cahya padaku. Ketika itu aku sedang menjadi kuli yang dipekerjakan untuk membangun ruko. Aku sedang beristirahat dan membeli air di warungnya.
“Enam belas. Kenapa?” Aku balas bertanya sambil menenggak minuman dalam kemasan gelas plastik di tanganku.
“Lho, kok nggak sekolah?” tanya Cahya sambil menatapku dengan mata polosnya. Kelihatannya dia masih lugu.
“Sekolah?? Hahaha... sebenarnya gue mau-mau aja tuh kalo disuruh sekolah. Emangnya loe mau bayarin?”
“Enak aja... aku bukan orang tua kamu kali.” Cahya berkata dengan centil.
“Loe sendiri gak sekolah?”
“Aku kan udah lulus SMA.”
“Ya kuliah dong! Ngapain juga jaga warung..”
“Emangnya kamu mau bayariiiin???” Cahya mengembalikan kalimat yang tadi kuucapkan. Aku hanya tertawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun