Bagaimana orang terkesan segan, dan kemudahan yang saya dapatkan ketika saya mencantelkan kartu nama "PERS" di mobil atau di baju saya ketika saya melakukan liputan.
Bagaimana saya bertemu Ibu Kembar yang memilih untuk melakukan kegiatan sosial di bawah jembatan yang bau dan panas di Jakarta Barat secara gratis demi kemajuan pendidikan anak-anak di wilayah itu. Padahal dengan kekayaan dan jabatan suaminya di dunia medis dan militer, mereka bisa saja tinggal tenang mempercantik diri sambil posting kekayannya  sambil liburan  ke berbagai negara di medsos alias flexing kalau mereka mau. Tapi mereka tidak mau, bahkan mereka cerita kalau mereka lakukan semua dari kantong mereka sendiri.
Belum lagi, keterampilan beradaptasi (social quotient) ketika bertemu berbagai tipe orang dan mewawancarai narasumber ala reporter serta ilmu cara menulis dan "berbicara" melalui artikel yang saya tulis di Majalah Intisari sangat membantu saya dalam membuat artikel, menulis surat dan proposal  termasuk berinteraksi dengan berbagai tipe klien di dunia kerja saya saat ini.
Dan masih banyak lagi pengalaman yang saya dapatkan karena melakukan career switch alias alih profesi beberapa kali.
Hal yang baik di perusahaan sebelumnya saya jadikan panutan, hal yang negatif saya jadikan bahan untuk dihindari dalam saya menjalankan perusahaan saat ini.
Contohnya ?
Ada juga.
Pernah waktu saya ada tugas peliputan di daerah Jakarta Selatan. Untuk menghemat waktu saya memilih berangkat untuk naik ojek. Saya menyebutkan lokasi yang saya tuju ke tukang ojek. "Kuningan dan saya mau cepat sampai di sana" kata saya ke tukang ojek. Sementara saat itu sudah mulai turun hujan. Tukang ojeknya mungkin terlalu bersemangat dan saya pun tidak mengecek rute yang dia lalui karena sibuk pakai jas hujan. Ternyata dia mengantarkan saya ke stasiun. Saya bilang ke tukang ojeknya "kok stasiun Pak ?" "Kan katanya mau ke Kuningan" jawab tukang ojeknya. "Bukan Pak, saya mau ke Jalan Kuningan, bukan ke stasiun, ke gedung X" jawab saya. Dia lalu segera membawa saya ke gedung yang dimaksud.
Ternyata begitu saya turun dari ojek, hujan turun dengan derasnya, sampai saya basah kuyup. Tadinya saya mau pulang untuk tidak melanjutkan wawancara dengan salah satu manajer di perusahaan yang dulu sangat terkenal (tapi sekarang tidak lagi), tapi saya putuskan untuk menanyakannya lebih dulu, sebelum merapikan diri di toilet, karena jamnya sudah dekat dengan jam untuk deadline wawancara.
Saat saya sampai di ruang tunggu, manajer yang tadinya akan saya wawancarai hanya menoleh sekilas kepada saya, lalu pergi tanpa bicara dengan saya. Agak lama kemudian stafnya datang dan meminta saya pulang, karena manajernya tidak bersedia saya wawancarai. Saya agak terkejut dengan  perlakuan mereka mengingat perjuangan yang saya lakukan untuk mengejar deadline jam wawancara sambil menggigil kedinginan, karena saya dibiarkan menunggu di ruangan agak gelap karena lampu sudah dimatikan sebagian, tapi ac (pendingin udara) tetap menyala. Saya ucapkan terimakasih kepada stafnya dan pamit pulang. Besoknya si manajer menelepon ke kantor dan bilang kalau ia tidak mau diwawancarai karena majalah kami pernah melakukan liputan yang tidak benar tentang company mereka, padahal setelah kami cek, apa yang ia katakan tidak sesuai dengan yang dimuat di majalah.
Dari sini saya belajar untuk menghargai semua orang yang saya temui, termasuk sebasah kuyup apapun dia saat bertemu saya demi mengejar deadline pertemuan (hahahaha ...).