Kita sering mendengar kalimat "Dasar Psycho" atau "Dia memang Psycho" ke orang yang marahnya melewati batas kemarahan pada umumnya, semisal pria yang membanting hp kekasihnya yang sedang SMS-an dengan pria yang lain.
Atau kecemburuan yang melewati batas seperti wanita yang kerap memata-matai isi Whatsapp atau media sosial mantan pacar kekasihnya, lalu cemburu tidak jelas bahkan sampai menganiaya bahkan membunuh mantan pacar kekasihnya.Â
Perkataan "Psycho" tadi mengarah pada pernyataan kalau orang tersebut menderita Psikopat.
Tapi apakah benar mereka mengalami Psikopat?
Oleh masyarakat umum, julukan Psikopat sering diberikan pada mereka yang berperilaku menentang orang lain atau berperilaku aneh yahg negatif, atau melanggar norma-norma kemasyarakatan. Â
Sebenarnya ada beberapa kriteria yang disebutkan oleh APA (American Psychiatric Association) untuk menggolongkan seseorang menderita Psikopat atau tidak.
Berdasarkan DSM V (Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorders) Â yang disusun oleh APA tahun 2012, Psikopat digolongkan sebagai Jenis Gangguan Kepribadian (Personality Disorders).Â
Seseorang disebut Psikopat sering jika ia memiliki masalah identitas diri atau arah diri.
Komunikasinya dengan orang lain terganggu karena ia tidak mampu memahami perasaan orang lain, serta tidak mampu membangun hubungan yang dekat secara emosional dengan orang lain. Pola kepribadiannya cenderung konsisten dan stabil dalam berbagai waktu dan situasi. Penyesuaian dirinya tidak sesuai untuk orang seusianya dan lingkungan tempatnya berada.
Gangguan fungsi kepribadian dan ekspresinya ini tidak semata-mata disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat seperti penyalahgunaan obat atau kondisi medis umum.
Sering sekali perilaku kriminalitas adalah mereka yang memang menderita Psikopat. Pembunuh berantai (serial killer) umumnya adalah mereka yang menderita Psikopat.Â
Mereka memiliki semacam waham atau delusi (pikiran menyimpang) kalau perilaku mereka benar dan tidak melanggar norma atau nilai-nilai kebenaran.
Bahkan ada pembunuh berantai yang meninggalkan kekhasan tertentu pada diri korbannya untuk menunjukkan keberhasilannya dalam memanipulasi korban dan menjebak korban sampai meninggal.
Karena ada kepuasan yang menyimpang pada diri para psikopat ketika melakukan kejahatan.
Bagi Psikopat membunuh seekor kecoak dan seorang manusia itu sama saja. Dia tidak memiliki semacam nilai moral yang mengingatkannya bahwa perilakunya adalah kejahatan. Karena seorang Psikopat memang memiliki emosi yang dingin dan tidak mampu merasakan kondisi emosi lawannya.Â
Karakter Psikopat bisa kita lihat jelas di Film seperti pada tokoh Hannibal Lecter di Film Silence Of The Lambs atau Tokoh Utama di Serial Televisi Dexter.
Psikopat berusaha memanipulasi korbannya untuk mencapai tujuannya.
Mereka bisa saja tampil sebagai pekerja sosial, bekerja di kantor bahkan tampil sebagai seorang ayah yang baik di tengah keluarganya.Â
Berdasarkan hasil penelitian Kriminolog di Amerika Professor David Wilson terhadap Pembunuh berantai Dennis Rader yang telah banyak membunuh keluarga di wilayah Kansas Amerika, Dennis Rader tampil sebagai orang yang taat beribadah, ketua pramuka bahkan ikut membantu Polisi mengusut kasus pembunuhan berantai yang dilakukannya di wilayah tempat tinggalnya.
Dennis Rader yang kerap meninggalkan tulisan BTK (Bind -- Torture -- Kill) atau Ikat -- Aniaya -- Bunuh merupakan salah satu penderita Psikopat yang tidak merasa bersalah setelah membunuh korbannya.Â
Kenapa ?Â
Karena dalam diri Psikopat memang hati nuraninya sudah diabaikan, sehingga tidak ada penyesalan setelah membunuh korbannya.
Psikopat berbeda dengan Kepribadian Sadisme.
Penderita Sadisme mendapatkan kenikmatan ketika melihat korbannya menderita setelah dianiaya. Namun penderita sadisme ini akan mengalami rasa penyesalan setelah menyiksa korbannya, sehingga ia berusaha untuk menyenangkan hati korbannya dengan segala cara untuk menutupi rasa bersalahnya.Â
Walaupun merasa bersalah, ia akan mengulanginya lagi, bahkan tidak jarang korbannya bisa sampai meninggal. Ada semacam "permainan emosi" dengan korban disini.
Korban akan merasa tersakiti, lalu iba, memaafkan dan ritme penyiksaan akan berulang lagi. Ini akan menjadi semacam "lingkaran penyiksaan" yang jika korban terlena dan tidak melepaskan diri dari penyiksaan itu, ia bisa mati.
Pada Psikopat rasa bersalah ini tidak ada.
Jadi tidak usah diharapkan pada Psikopat akan muncul ekspresi penyesalan, merasa tertuduh apalagi histeris setelah melihat korbannya meninggal, karena memang dia tidak memiliki emosi itu.
Untuk kasus pembunuhan Enjelin yang di Bali misalnya, Ibu si Korban yang menangis dan menunjukkan penyesalan atas penyiksaannya kepada Enjelin selama bertahun-tahun tidak dapat dikategorikan sebagai Psikopat.
Menurut Professor David Wilson para pembunuh berantai yang bisa dikategorikan sebagai Psikopat pada awalnya memiliki fantasi yang salah mengenai tindakan kriminal tertentu, lalu sedikit demi sedikit dia lakukan dalam kehidupan nyata.
Mungkin bermula dari penyiksaan dan semakin lama fantasi mereka semakin brutal, dan berujung pada tindakan pembunuhan. Sangat berbahaya sekali.
Padahal pengendalian pikiran dan tindakan serta kepekaan akan hal-hal yang melanggar norma dan nilai-nilai kebenaran membuat kita bisa terus melatih langkah kita untuk mencapai arah dan identitas diri yang benar.Â
Karena baik pelaku sadisme atau psikopat bisa muncul dalam setelan jas mewah, tampilan yang keren bahkan wajah tidak berdosa, kita harus waspada jika rekan atau pasangan kita memiliki "tanda" atau gejala seperti yang disebut di atas.
Memang dibutuhkan penyerahan kepada Allah, pengertian, penerimaan dan kemauan yang tinggi pada mereka yang terlibat untuk menangani seorang Psikopat, agar seorang Psikopat bisa kembali menjadi manusia yang berfungsi utuh dalam masyarakat. Karena hukuman tidak dapat menyembuhkan seorang Psikopat, bahkan ia bisa menikmati ketika ia disakiti, bahkan bisa bertambah "buas" ketika disakiti.
Jadi sebagai orang awam, sebaiknya kita lebih berhati-hati untuk menyebut seseorang sebagai "Psycho" atau "Psikopat", karena hanya kalangan professional di bidangnyalah yang bisa memberikan sebutan ini. Itu pun setelah professional tersebut melakukan beberapa pemeriksaan medis kepada orang yang bersangkutan.
 Karena kata-kata adalah doa, ucapkan kata yang baik pada orang yang Anda kasihi dan cintai atau bahkan rekan kerja dan sahabat Anda, supaya ia menjadi seindah yang Anda ucapkan.
 * * * * * * *Â
SUKSES UNTUK KITA SEMUA !
Yeni Dewi Siagian Psikolog
SAHABAT PSIKOLOG
Phone / Whatsapp : +6285885606309
IG : @sahabatpsikolog
Baca juga:Â "Awas PredatorAnak! (Bahaya Pedofilia pada Anak)
Kreator: Yeni Dewi Siagian Psikolog
Kompasiana adalah platform blog, setiap konten menjadi tanggungjawab kreator.
Tulis opini Anda seputar isu terkini di Kompasiana.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H