Mohon tunggu...
Bun SiawYen
Bun SiawYen Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu Rumah Tangga

Ibu rumah tangga yang hobi membaca, menulis dan menonton.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

SELESAI, Kisah dengan Konflik yang Tak Selesai

5 Februari 2022   11:36 Diperbarui: 6 Februari 2022   12:31 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Bun Siaw Yen
(Pemerhati Film)

Tema film produksi Beyoutiful Pictures yang rilis 13 Agustus 2021 ini, bukan tema baru. Kisah perselingkuhan menjadi tema yang disukai banyak orang. Biasanya, alur dalam film dengan tema ini, cenderung memihak pada 'dia yang diselingkuhi'. Penonton akan disuguhi kisah dalam warna hitam dan putih.Namun, tidak dalam film besutan Tompi kali ini. Pak dokter lebih memilih untuk mengemas kisahnya dengan kejujuran yang apa adanya. Saking apa adanya, film ini pun menuai kritik pedas dari para penonton. Kaum feminis menuding Tompi, sang sutradara yang juga pencetus ide cerita menyudutkan tokoh istri dalam film ini.

Mari kita simak sedikit cuplikan alurnya yang menimbulkan polemik itu!

Film Selesai bercerita tentang masalah keluarga di tengah situasi pandemi. Diawali dengan kemarahan Ayu (Ariel Tatum) yang menemukan 'bukti perselingkuhan' sang suami, Broto (Gading Marten) di dalam mobil. Hubungan gelap yang dijalani Broto dan Anya (Anya Geraldine) sebenarnya sudah diketahui sebelum kejadian ini. Bisa dibilang, ini puncak kemurkaan Ayu yang menyebabkan dia menuntut cerai.

Namun, perdebatan soal ini tertahan oleh kedatangan ibu Broto, Sri (Marini Soerjodoemarno). Ayu pun terpaksa menahan diri. Dari sini, muncul beberapa adegan tegang yang dibalut komedi. Pasutri yang sedang berada di ujung tanduk terpaksa bersandiwara agar Bu Sri tak mencium gelagat tak beres dari anak dan menantunya ini.

Meski berusaha keras menutupi semua permasalahan, akhirnya situasi panas tak terhindarkan juga ketika semua rahasia terkuak. Ending dengan plot twist ini yang menyulut kejengkelan banyak penonton. Tompi dianggap tak memberi solusi untuk konflik yang terjadi.

Keberpihakan atau Fakta yang Tabu untuk Diakui?

Sebenarnya, polemik terjadi karena mayoritas penonton memandang dari sudut yang berbeda dengan yang diharapkan Tompi. Dalam wawancara lewat telepon, penulis mendapatkan penjelasan bahwa Tompi memang hanya berniat memaparkan fakta dan kenyataan yang ada di masyarakat kita.

Dia mengatakan, "Saya tak berniat membuat film sejenis Avengers. Penonton datang, nonton dan pulang dengan tersenyum karena tokoh super hero mengalahkan penjahatnya. Saya ingin membuat penonton berpikir, bukan menggurui."

Mungkin sebagai pencetus ide dan sutradara, wajar jika Tompi mempunyai target dan harapan bagi para penontonnya. Hanya saja, tak semua penonton memiliki ketajaman intuisi untuk mampu membedah inti permasalahan dalam kisah ini.

Selain itu, menurut sebagian penonton, ada pemaparan latar belakang konflik yang kurang jelas di antara tokoh. Alurnya tak memberi kejelasan yang membuat penonton paham mengapa endingnya seperti itu. Yang dirasakan justru ending yang mendadak dan sedikit dipaksakan untuk selesai, sehingga menimbulkan pertanyaan yang tak terjawab.

Andai saja diberi sedikit latar belakang yang lebih jelas, mungkin kita sebagai penonton akan paham mengapa alur dibuat seperti itu. Namun, mungkin seperti yang dikatakan Tompi dalam wawancara, dia ingin mengajak penonton berpikir, tak hanya sekadar menikmati jalan cerita saja.

Bisa jadi, dengan segala perdebatan tentang sisi keberpihakan dalam film ini, kita mulai berpikir lebih kritis dan belajar membuat kesimpulan, apa sih makna di balik alurnya yang tak sesuai harapan itu. Tompi menolak jika dikatakan dia berpihak pada tokoh suami dan menyudutkan tokoh istri.

"Coba deh, dipikirkan. Apa mungkin dengan latar pekerjaan saya yang berhubungan dengan perempuan, saya malah memojokkan mereka? Nggak mungkin, kan?"

"Satu lagi. Asal tahu saja, Ariel Tatum itu seorang feminis juga, lho. Awalnya, dia saya tawarkan untuk memerankan Anya, tetapi dia lebih memilih karakter Ayu yang lebih menantang. Nah, apakah masuk akal, seorang feminis memerankan tokoh yang katanya saya sudutkan?"

Tompi juga mengungkapkan, ada sebagian pengalaman pribadinya yang ikut dimasukkan dalam film ini.

"Permasalahan selingkuh, bukan melulu salah pihak lelaki. Ini masalah psikologis antara lelaki dan perempuan yang berbeda. Dalam rumah tangga, ada banyak lelaki model Broto dan istri seperti Ayu. Contohnya, ibu dan ayah saya. Ibu tipe perempuan cerdas dan ayah saya, mirip Broto. Ibu sering nggak sabar menghadapi Ayah, jadinya banyak ngomel. Nggak salah, apa yang diomelinya benar. Hanya dampaknya, suami kerap kali merasa kurang dihargai."

"Di film Selesai, buat yang nonton, pasti akan melihat perbedaan karakter antara Ayu dan Anya. Mereka sangat bertolak belakang. Dari situ kita bisa melihat, apa penyebab Broto berpaling. Saya tidak membenarkan sikap Broto, tapi itu yang sering terjadi pada para suami yang merasa kurang dihargai istrinya," lanjut Tompi.

Betul, di salah satu adegan, tergambar jelas bagaimana antusiasme Anya melihat Broto melakukan tarian sensual, yang mungkin konyol di mata Ayu yang serius. Rasanya mustahil Ayu akan bersikap heboh seperti Anya.

Tompi, di Antara Polemik dan Idealisme

Tompi yang juga menjadi produser di film keduanya ini mengatakan, dia mengemban misi yang tak mudah. Namun, membuat film dengan tema dan alur tak biasa, sudah menjadi pilihannya. Ada idealisme yang dia pertaruhkan dalam karya audio visualnya. Dia juga menyatakan akan terus membuat film dengan tema yang mungkin akan mengundang polemik di masyarakat.

Di film pertamanya, Pretty Boys, dia juga mendapat banyak kecaman dari para transgender yang merasa dihakimi dalam film itu. Padahal, menurut Tompi, sama seperti Selesai, film yang dirilis September 2019 itu juga hanya memaparkan fakta yang ada di masyarakat.

Idealisme lain dari seorang Tompi yang juga seorang fotografer, terwakili dalam film ini. Meski lebih dari 90% adegan diambil di dalam ruangan karena terkendala pembatasan sosial selama pandemi, tetapi film ini tidak terasa membosankan. Sejak film dimulai, penonton sudah disajikan dengan tampilan sinematografi yang cantik. Permainan tone warna, tak sekadar hanya memanjakan mata tetapi juga mewakili emosi dalam film ini.

Hal lain yang juga menggelitik dalam film ini, ada banyak kalimat yang dilontarkan dengan liar, terutama saat Ayu sedang beradu mulut dengan Broto. Di awal, mungkin sebagian dari kita akan merasa kaget. Namun, hal itulah yang membuat Selesai terasa natural dan jujur. Faktanya, kalimat seperti itulah yang kerap kita dengar dalam keseharian kita.

Selesai yang Seperti Apa yang Kita Harapkan?

Kembali bicara soal polemik, menurut Tompi, konflik dalam film Selesai sebenarnya belum selesai. Artinya pilihan mau akhirnya seperti apa, sejatinya ada di tangan masing-masing.

Jadi, selesai seperti apa yang Anda inginkan? Mari kita pikirkan!

Ini saatnya, kita tak hanya menjadi penikmat semata. SELESAI mengajak penonton peduli dengan berbagai isu yang tabu dibahas oleh umum. Anggap film ini sebagai media pembelajaran, agar isu serupa tak lagi menjadi hal lumrah yang hanya viral sesaat tetapi tanpa solusi apa-apa. Persis seperti ending di filmnya.

Palembang, 5 Februari 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun