Mohon tunggu...
yemima prasetyo
yemima prasetyo Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mengimplementasikan Prinsip Ikigai sebagai Salah Satu Upaya dalam Mengatasi Kritis Hustle Culture

14 Juni 2023   16:08 Diperbarui: 14 Juni 2023   16:18 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.calmsage.com/wp-content/uploads/2023/03/Hustle-Culture-1024x683.jpgInput sumber gambar

Bekerja selalu menjadi kebutuhan hidup. Beberapa orang bekerja untuk hidup, beberapa orang hidup untuk bekerja. Prinsip seperti ini terkadang dimiliki karena sebagai manusia, hidup tanpa pencapaian mungkin akan terasa sangat kurang memuaskan. Dalam beberapa masa, diantara sesama manusia berlomba-lomba untuk mengadopsi visi atau tujuan untuk mencapai sesuatu dalam kehidupannya masing-masing. Banyak hal dan tenaga yang dikerahkan supaya setiap usaha yang dilakukan berujung tercapai dengan hasil maksimal. Mengorbankan jam tidur, jam makan, jam istirahat. Terus mengerjakan sesuatu tanpa henti, tanpa menyadari bahwa apa yang dilakukan sudah diluar dari kapasitas kemampuan diri.

Hustle Culture, merujuk pada Oxford Learner’s Dictionary, berarti mendorong seseorang untuk bergerak lebih cepat secara agresif. Secara sederhana, hustle culture berarti budaya yang membuat orang bergerak lebih cepat atau agresif, dalam hal ini adalah budaya kerja. Didefinisikan sebagai budaya yang mendorong karyawan atau pekerja atau buruh untuk bekerja lebih dari jam normal. Mereka bahkan memikirkan pekerjaan ketika mereka memiliki waktu luang, seperti akhir pekan. Budaya ini menuntut mereka untuk menyelesaikan pekerjaan tepat sasaran dan tepat dengan ritme yang lebih cepat dari biasanya.Terkadang kita sebagai manusia terlalu berambisi untuk mencapai sesuatu. Overworked, hanya dengan melihat dari apa yang terjadi di sekelilingnya. Apa yang terlihat di sekitar kita, membuat kita sebagai manusia kerap menetapkan batasan waktu tertentu, supaya hal-hal yang perlu dilakukan untuk mencapai sesuatu cepat berlalu. Contoh, seorang pekerja menghabiskan masa mudanya di usia 20-an sebagai workaholic, supaya dalam 3 hingga 5 tahun ke depan, ia bisa menikmati hasil dari apa yang sudah ia kerjakan di masa mudanya. Banyak orang merasa bahwa timeline hidupnya dan orang lain adalah sama. Kita mungkin kerap mendengar bahwa “Kesuksesan kita tidak ditentukan oleh orang lain” dan hal itu benar, dikarenakan setiap manusia memiliki porsi masing-masing dalam melakukan usahanya. Terkadang apa yang dicerminkan oleh kehidupan pada social media dapat mempengaruhi apa yang menjadi fokus dalam pemikiran kita. Kita mulai merasa bahwa kita kurang berusaha ketika melihat bahwa teman-teman yang sukses ternyata memang sibuk untuk terus melakukan pekerjaanya. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan kesalahpahaman dalam pengertian arti kata sukses itu sendiri.


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kesuksesan merupakan keberhasilan atau keberuntungan. Sukses bukanlah suatu tujuan akhir dengan kualitas seadanya dan menghalalkan segala cara untuk mencapainya, melainkan sebagai suatu proses yang harus dilakukan setahap demi setahap tergantung tujuan yang Anda inginkan,. Kesuksesan merupakan sebuah proses, dan proses bukanlah suatu hal yang bisa disama ratakan. Apabila kita terus menerus memaksakan diri kita untuk bekerja lebih keras dari tempo yang sesuai dengan kemampuan diri kita, tentu saja hal ini akan menyebabkan stress, burnout, depresi, bahkan dapat menjadi sebuah trigger bagi kesehatan mental.


Ada beberapa hal  yang dapat dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi krisis dari hustle culture. Salah satunya adalah, mengenal apa itu prinsip ikigai. Ikigai adalah salah satu kosakata dalam bahasa Jepang, yang dapat dengan singkat diartikan sebagai “the value of life” atau alasan untuk hidup. Lebih mudah lagi juga dapat dimengerti sebagai, sebuah prinsip yang dimiliki sebagai alasan untuk bangun di setiap pagi dalam sehari-hari.

https://www.djkn.kemenkeu.go.id/files/images/2020/09/Diagram_Ikigai1.jpg
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/files/images/2020/09/Diagram_Ikigai1.jpg
Mulailah dengan mempertimbangkan hal-hal yang bisa kita dapatkan secara setimpal dengan apa yang sudah menjadi usaha kita. Sesuaikanlah dengan passion, mission, vocation, dan juga profession yang saat ini sedang kita miliki atau jalani. Untuk berhasil dalam menemukan alasan untuk hidup panjang dan bertujuan, alangkah baiknya apabila kita bisa menemukan balance diantara semua aspek yang mempengaruhi kegiatan kita, pastikan semua berjalan sesuai dengan flow kita sendiri. Selain itu, kita perlu belajar untuk tidak memberikan batasan terkhusus, baik dari segi waktu maupun kemampuan. Terus biarkan diri kita melakukan explore terhadap banyak hal, untuk mendorong diri kita tetap aktif mempelajari sesuatu (berproses) secara natural sesuai dengan apa yang kita tekuni. Selain itu, balance juga tidak terlepas dari memperhatikan jam-jam istirahat. Sibuk bukan menjadi kunci utama kesuksesan, temukan timeline yang sesuai dan ikuti arahan dari dalam diri kita sendiri. Sengajakan untuk membuat atau menjadwalkan jam-jam istirahat, dimana kita benar-benar memberhentikan diri sementara untuk tidak kontak dengan pekerjaan kita sebagai bentuk pause.


Dengan mengerti prinsip ikigai, kita akan lebih mudah menemukan hal-hal yang memang fokusnya adalah apa yang menjadi tujuan dari hidup kita secara pribadi tanpa adanya pengaruh eksternal. Kita akan lebih mudah menemukan meaning dari kegiatan kita sehari-harinya, dan kita akan lebih bahagia dalam melakukan sesuatu karena apa yang kita lakukan sesuai dengan tempo dan kemampuan dari diri kita masing-masing. Terus lakukan sesuatu yang kita cintai dengan prinsip yang tepat, tanpa perlu menyakiti diri kita sendiri. So, what’s your ikigai?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun