Kuartal pertama 2015, saham PT Lippo Cikarang Tbk yang berkode LPCK tembus 12400 per lembar. Tapi hari ini di pertengahan April 2017, atau persisnya 2 tahun kemudian, harga sahamnya jatuh menyentuh titik 4060. Ini sudah drop lebih dari 60%. Kenapa bisa demikian?
Lain SMBR, Lain pula LPCK. Tapi mirip, lah.... Hanya berkebalikan saja
Saya kira andaberkenan membaca tulisan saya yang judulnya 'SMBR Gain 800% : Pelajaran Tentang Persepsi VS Realitas' yang saya sajikan kepada anda semua pada beberapa hari yang lalu. Disitu saya mengulas tentang hegemoni para pelaku pasar yang demam SMBR. Banyak orang memiliki persepsi bahwa SMBR bakalan naik sahamnya, sehingga mereka berbondong-bondong membeli SMBR. Betapa persepsi para pelaku pasar sedemikian rupa tinggi terhadap ekspektasi kenaikan harga SMBR, bahkan jauh melambungkan harganya 10 kali diatas nilai wajar saham.
Berkebalikan dengan harga saham SMBR, harga saham LPCK saat ini menukik tajam. Harga sahamnya lebih rendah dari nilai wajar. Padahal secara performa perusahaan masih mampu mencatatkan kinerja positif. Sepanjang 2016 lalu, LPCK mampu membukukan penjualan Rp 1,48 T, dengan net profit 539 miliyar. Memang bila berkaca pada tahun 2015 yang mampu tembus Rp 2,03 T, penjualan LPCK turun juga. Ini secara persentase sudah turun 27%.
Net Profit sepertiga dari penjualan, itu tinggi loh...!
Tapi satu hal yang layak diamati adalah kinerja positif tahun 2016 itu masih kuat. Meski hanya menjual Rp 1,48 T, LPCK mampu meraup keuntungan lebih dari sepertiga penjualannya....! Silakan lihat emiten-emiten property lainnya, barangkali anda kan sulit menemukan pembanding yang sepadan terkait hal ini.
Pihak LPCK sebenarnya menyadari tantangan dari perlambatan ekonomi berpengaruh besar pada tahun 2016. Tapi hal itu membuat LPCK menerapkan langkah-langkah manajerial yang mumpuni dengan memberikan fokus pada pendapatan berulang atau recurring income melalui pembangunan properti maupun bersinergi dengan pihak luar perusahaan. Inilah hal penting yang membuat LPCK bertahan tetap untung ditengah persaingan bisnis yang ketat.
Menyongsong tahun 2017 ini, LPCK menganggarkan capital expenditure (capex) Rp 250 miliyar, salah satunya untuk mengembangkan Orange County yang merupakan kawasan mixed use di Jakarta Timur.
Lalu kenapa harganya turun? Peluang kah ini?
Ah, pasar mah gitu. Siapa sih yang mampu menjamin harga bawang tidak naik atau turun minggu depan?Â
Saya kira anda sepakat bila saya berpikir tak seorang pun mampu memberi kepastian harga di masa yang akan datang.
Satu-satunya persepsi yang mungkin menjangkiti pelaku pasar terhadap penurunan harga saham LPCK mungkin penurunan keuntungan tadi.Â
Secara earning per share (EPS), tahun 2015 angkanya 1308, turun menjadi 776 di tahun 2016 lalu.Â
Ternyata ini menyeret persepsi, sehingga harganya drop, meskipun secara net profit masih positif di 27% dari penjualannya.
Lalu apakah ini merupakan peluang? Entahlah. Satu hal yang saya tahu, bila anda menghitung nilai wajar emiten LPCK, saya kira anda akan menemukan nilai wajarnya sudah jauh lebih tinggi dari harga sahamnya saat ini. So, kita lihat saja beberapa bulan kedepan.(*)
===
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H