Warga Surakarta atau pun turis yang berkunjung ke Kota Surakarta mungkin sudah tidak asing dengan Jaladara.Â
Jaladara atau yang biasa disebut sepur kluthuk merupakan kereta uap yang dijalankan dengan lokomotif uap D1410. Kali ini saya berkesempatan menaiki kereta yang melintasi jalanan Kota Surakarta.
Untuk bisa mengikuti perjalanan dengan Jaladara ini, saya perlu 'berperang' di akun sosial media komunitas pegiat sejarah Kota Surakarta untuk mendapatkan tiket.Â
Tapi perjuangan saya tak sia-sia. Pengalaman naik kereta uap, ilmu pengetahuan dari pemandu, serta berbagai cenderamata dan kupon diskon dari beberapa gerai sebanding dengan harga yang harus dibayar.
Perjalanan dengan Kereta Jaladara dimulai dari Stasiun Purwosari. Saya dan peserta lainnya berkumpul di lobi stasiun untuk menerima pemgarahan dan cenderamata yang berisi tas belacu, makan siang, makanan ringan dari salah satu toko roti legendaris di Kota Surakarta, dan minuman dingin.
Perjalanan dengan Jaladara yang memiliki dua gerbong pun dimulai. Perlahan kereta meninggalkan Stasiun Purwosari, melintasi jalanan Kota Surakarta. Sepanjang perjalanan, saya dan peserta lain didampingi pemandu  yang menjelaskan seluk beluk kereta uap peninggalan Hindia Belanda ini.
Lima belas menit berlalu, kereta berhenti di titik henti pertama, yaitu Loji Gandrung. Saat ini Loji Gandrung menjadi rumah dinas walikota Kota Surakarta.Â
Tapi siapa sangka Loji Gandrung dulunya adalah rumah milik seorang warga negara Belanda yang digunakan untuk mengadakan acara-acara tertentu. Saat ini Loji Gandrung menjadi salah satu cagar budaya yang ada di kota budaya ini.
Sepur kluthuk kembali melanjutkan perjalanan melewati Jalan Slamet Riyadi. Sepanjang perjalanan, tak henti-hentinya pemandu memberikan penjelasan tentang tempat-tempat yang dilewati kereta berbahan bakar kayu ini.Â
Mulai dari Ndalem Wuryoningratan yang sekarang dikenal dengan Museum Danar Hadi, Kampung Batik Kauman, dan Kampung Kemlayan yang kondang sebagai kampungnya para seniman.