Antonio Di Natale pecah di ruang ganti klubnya, Udinese, pada 15 Mei 2016. Momen emosional itu terjadi jelang Udinese menjamu Carpi di Stadion Friuli pada pekan ke-38 Serie A musim 2015-16.
TangisLaga tersebut menjadi akhir pengabdian Di Natale bersama Udinese selama 12 musim terakhir. Empat bulan berselang, pemain yang kerap disapa "Toto" itu pun gantung sepatu.
Menurut catatan Transfermarkt, Di Natale menyumbangkan 228 gol dan 65 assist dari 445 pertandingan di berbagai ajang selama berseragam Le Zebrette.
Di Natale merupakan salah satu late bloomers di sepak bola. Dalam arti sederhananya, pemain yang terlambat atau baru bersinar pada pengujung karier.
Lebih dari separuh perjalanan kariernya, Di Natale bermain sebagai winger atau gelandang serang. Dia digeser ke posisi ujung tombak menggantikan Fabio Quagliarella yang hijrah ke Napoli pada musim panas 2009.
Keputusan pelatih Udinese saat itu, Francesco Guidolin terbilang cukup berani. Pasalnya, Di Natale telah berusia 31 tahun. Bukan usia yang relatif produktif untuk seorang striker.
Akan tetapi, Di Natale menemukan posisi terbaiknya. Dia membayar kepercayaan Guidolin dengan penghargaan pemain tersubur Serie A dua musim beruntun, yakni pada 2009-10 dan 2010-11.
Opta melansir statistik pencetak gol terbanyak Serie A sejak 2010 (data hingga 26 Desember 2019). Di Natale memimpin daftar tersebut dengan 125 gol atau unggul empat gol atas pesaing terdekatnya, Gonzalo Higuain.
"Sungguh disayangkan dia (Di Natale) baru bermain sebagai striker pada pengujung kariernya. Jika tidak, dia bisa mencetak lebih dari 200 gol di Italia. Dia pria yang hebat dan seorang juara," tutur Guidolin, seperti dilansir The Wall Street Journal.
Dari perjalanan karier Di Natale, saya menarik pelajaran penting. Melalui tulisan ini pula, tanpa malu, saya mengungkapkan kondisi saya. Tujuannya jelas bukan untuk mengumbar aib, melainkan pengingat bagi saya dan Anda yang membaca artikel ini.