Setelah melalui kegiatan dan refleksi tentang kegiatan ekskursi tersebut, saya dapat dengan yakin mengatakan bahwa persatuan adalah sesuatu yang sangat indah dan berharga.
Cerita Suatu Perjalanan Ekskursi
Pada tanggal 30 Oktober 2024, pukul 8.00 pagi, kami, para siswa Kelas 12 SMA Kanisius, memulai perjalanan kami dari Jalan Menteng 64, menuju Pondok Pesantren Al-Mizan di Jatiwangi. Al-Mizan terpilih sebagai tujuan ekskursi karena Kanisius mempunyai hubungan kuat dengan Al-Mizan.Â
Perjalanan dengan bus ini memakan waktu sekitar 4 jam, dalam bis siswa Kanisius berbicara tentang semangat dan ekspektasi mereka untuk mengalami tinggal di Pondok Pesantren, karena tentunya hidup disana akan sangat berkontras dengan kehidupan biasa di Jakarta, dan setibanya di sana, waktu sudah menunjukkan jam makan siang.Â
Begitu bus tiba dan kami menjejakkan kaki di pesantren, rombongan siswa Kanisius disambut meriah oleh para santri dan santriwati Al-Mizan. Mereka menyambut kedatangan kami dengan tarian dan lagu yang penuh semangat, membuat suasana begitu hangat dan akrab. Setelah sambutan yang meriah itu, kami, para siswa Kanisius, bersama dengan para santri berkumpul untuk mendengarkan kata sambutan dari perwakilan Al-Mizan dan SMA Kanisius. Â
Setelah segala formalitas selesai, suasana pun mulai cair dan akrab terutama saat kami semua bersama-sama menikmati makan siang. Waktu makan siang ini menjadi kesempatan bagi kami untuk saling mengenal lebih dekat.Â
Setelah semua introduksi selesai, siswa Kanisius dibawa ke ruang tempat tinggal mereka. Ruangan tersebut luas, dengan puluhan ranjang yang disediakan untuk siswa-siswa Kanisius. Barang-barang bawaan diletakkan di dalam ruang, lalu kegiatan pun dilanjutkan. Selama tiga hari di Al-Mizan, banyak kegiatan yang diikuti, mulai dari belajar budaya setempat, mengikuti pelajaran, hingga jalan-jalan menikmati alam bersama.
Bagi saya, acara yang paling menarik adalah saat mencoba budaya memukul genteng di Jatiwangi, daerah Pondok Pesantren Al-Mizan. Sebagai persiapan untuk festival memukul genteng yang akan datang, siswa Kanisius diberi kesempatan untuk mencoba kegiatan ini. Seperti namanya, kegiatan ini melibatkan memukul genteng, yang diiringi dengan musik dari suara tepukan genteng oleh para siswa.Â
Kegiatan ini dilakukan dengan penuh semangat, hingga ada beberapa genteng yang pecah. Meskipun begitu, atmosfernya tetap penuh kegembiraan, dan rasanya seperti bermain dengan teman yang sudah lama dikenal.
Mengembangkan budaya kesetaraan dan saling menghormatiÂ
Walaupun perkenalan kami ini cukup singkat, bagi saya, sudah dapat memperlihatkan betapa besar perbedaan antara siswa Kanisius dan para santri Al-Mizan. Dari sikap, pakaian, warna kulit, ras, hingga agama, kontras di antara kami sangat terasa. Namun, justru dari perbedaan-perbedaan itulah tercipta dinamika yang unik dan jarang terlihat dalam kehidupan sehari-hari kami.Â