Mohon tunggu...
Yedija Manullang
Yedija Manullang Mohon Tunggu... Wiraswasta - Masih terus Belajar

" Kurangi Selfie, perbanyak konsep dan Gagasan ! "

Selanjutnya

Tutup

Nature

Natal di Jalan yang Salah, Apa iya?

29 Desember 2018   15:25 Diperbarui: 29 Desember 2018   16:00 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peristiwa Natal yang pertama adalah ketika Yesus lahir dengan sangat begitu sederhana. Namun melalui kelahiran yang begitu sangat sederhana disitu saya fikir Allah menunjukkan keterpihakannya terhadap kaum-kaum yang terangsingkan dan termarjinalkan. 

Allah pun memakai gembala untuk mengetahui dan mengabarkan tentang berita keselamatan dimana Allah hadir di dunia melalui kelahiran Kristus putra-Nya. Gembala adalah orang rendahan dalam tradisi Yahudi dan menjadi profesi yang tidak dihormati masa itu namun kembali Allah Sang Empunya kedaulatan  berhak memilih siapa saja untuk kemuliaan-Nya bahkan orang yang dianggap rendah Dimata dunia. 

Bahkan Allah menghendaki Maria untuk menjadi Wanita yang paling begitu istimewa dengan mengandung Yesus sang penyelamat dunia. Maria yang hanya sebagai wanita biasa dan tidak terpadang , Allah bisa memilih wanita yang lebih dihormati dan dipandang oleh dunia untuk mengandung Yesus bukan ? 

Disatu sisi Betlehem salah satu Kota yang begitu kecil dan tidak mampu menampung banyak orang, terbukti ketika banyak rumah sudah penuh sehingga Maria dan Yusuf tidak mendapatkan rumah untuk singgah sehingga harus melahirkan dengan sangat sederhana dibalut dengan Lampin dan didalam palungan. Pun menurut saya ini menjadi skenario Allah yang terbaik. Kalau saja Maria dan Yusuf mendapatkan penginapan dan Sang Bayi lahir sudah pasti akan diketahui oleh serdadu-serdadu Herodes dan akan membunuh Yesus.

Namun siapa yang mampu menyelami isi fikiran Allah?
Allah Berdaulat !

Lalu dengan kehadiran Allah kedunia melalui representasi Yesus menjadi manusia yang kita peringati dan rayakan menjadi hari Natal. Natal dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang artinya "Kelahiran" baru kita masuk dalam konteks Kristiani Bahwa Natal berbicara tentang Kelahiran Yesus. Namun lucunya di Indonesia begitu bisa dan sangat membuang waktu saya fikir ketika ada orang atau organisasi menyatakan Haram Mengucapkan Natal dan sampai sekarang masih bergelut sampai saat ini. Padahal ketika dalam acara perayaan Ulang tahun organisasi atau individunya sering kali mengucapakan 'Dies NATALis' beserta harapan-harapan didalamnya. Diinternal kekristenan saja terus ada perdebatan tentang Natal ini, dimana Natal seharusnya tidak boleh dilaksanakan (Natal Apapun) sebelum tanggal 25 Desember yang di analogikan seperti membuka Kado sebelum waktunya dan perdebatan terus berlanjut sampai sekarang. Yah.. walaupun sebelum bulan Desember pun Natal sudah ada yang  melaksanakan dengan alasan supaya banyak orang  yang datang dan merasakan  kasih Tuhan (Oh.. kasih Tuhan hanya dapat dirasakan di Natal toh) dan dilanjutkan hingga dalam satu ada Natal lebih dari satu bahkan empat sampai lima didalam suatu kota (saya ambil contoh Bengkulu). 

Namun perdebatan itu teruslah berlanjut karena tidak akan menemukan titik temuk. Sejatinya Natal harus terus dirayakan setiap hari dalam setiap penatalayanan kehidupan pribadi manusia. Pun Natal kalau kita rujuk dalam Al-Kitab bahwa Yesus tidak menyarankan agar hari kelahiran-Nya diperingati melainkan hari Kematian-Nya.

Namun Natal yang pertama hingga saat ini begitu banyak mengalami pergeseran nilai-nilai sehingga menimbulkan makna Natal yang bias. Jika Karl Marx dalam bukunya mengatakan bahwa Agama adalah candu dengan situasi dan politisasi agama pada saat itu. Saya mohon ijin mengatakan bahwa natal sudah mengarah kearah candu.

 Tidak suatu hal yang baru ketika begitu banyak perayaan-perayaan Natal yang diselenggarakan di seluruh dunia. Jangankan seluruh dunia di Indonesia bahkan dalam kelompok saja masih ada sub kelompok yang merayakan Natal. Yang sudah bias makna dan penuh kegermelapan tampah mengingat peristiwa Natal yang pertama dan melupakan realitas sosial yang ada. Namun kabar baiknya adalah Gereja-gereja akan penuh sehingga harus memasang kursi tambahan dan tenda diluar gereja, mengingat semua jemaat yang terdata dalam suatu gereja tersebut dominan datang. 

Natal seolah menjadi konsumsi yang begitu rendah dengan tema-tema yang monoton dan dan tidak membangun tetapi hanya menggaungkan apa isi perayaan Natal, apa yang hendak didapat ketika mengikuti natal ini (Materi), pertunjukan dan kreativitas yang akan ditampilkan, siapa bintang yang mengisi Acara tersebut dan yang paling penting Natal door prize dan Snack yang menjadi pengisi Natal yang ditunggu-tunggu. Bahkan seringkali kita melihat didalam acara Natal, Firman Tuhan/Khotbah tidak sekali atau dua kali hanya menjadi pengisi dan pelengkap dalam Ibadah perayaan Natal. Sehingga Natal dewasa ini sudah berada dijalan yang salah. 

Natal di Jalan yang salah ? Apa iya ?
" Natal di jalan yang salah " pernah terfikirkan oleh saya untuk saya bawakan dalam sebuah tema perayaan Natal dalam organisasi kepemudaan yang saya geluti sekarang namun saya langsung tersadar bahwa begitu banyak nanti perdebatan yang akan terjadi jikalau saya menawarkan ini dan hasilnya pun pasti tidak akan diterima. Karena orientasi tentang Natal yang seharusnya belum sampai ke sana dan masih terlalu sibuk dengan kemegahan dan Natal yang hanya bersifat selebration dan menunjukkan kreativitas yang bersifat praktis dan sangat memungkinkan untuk memicu dan menimbulkan perpercahan dimana Natal menjadi salah satu momentum untuk menjadi perenungan dan pemersatu antar semua elemen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun