Mohon tunggu...
Sayed Mahdi
Sayed Mahdi Mohon Tunggu... Editor - Menyelamatkan Lingkungan Hidup Dimulai dari Tindakan Awalmu...https://meutani.blogspot.com

Peminat Masalah Pertanian, Lingkungan Hidup, Olahraga dan Pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Alih Fungsi Lahan Sawah Turunkan Produksi Padi

13 Oktober 2019   14:31 Diperbarui: 15 Oktober 2019   13:21 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penurunan kontribusi sektor pertanian terhadap PDB berkaitan dengan semakin besarnya alih fungsi lahan atau konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian. 

Hal ini mengindikasikan tingkat pendayagunaan lahan pertanian yang masih rendah seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin maju. Konversi lahan didefinisikan sebagai perubahan fungsi sebagian atau seluruh lahan yang membawa dampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan tersebut (Utomo, 1992).

Lahan pertanian telah beralih fungsi sekitar 935.000 hektar dari tahun 1983 sampai dengan 1993, terdiri dari 425.000 hektar lahan sawah dan 510.000 hektar bukan sawah. Bila dirata-ratakan, alih fungsi (konversi) lahan sawah per tahun sekitar 40.000 hektar.

Perkembangan konversi lahan tahun 1993 sampai dengan 2003 dari hasil sejumlah penelitian diperkirakan mencapai dua kali lipat, yakni sekitar 80.000 hingga 100.000 hektar per tahun. 

Konversi lahan terbesar terjadi di pulau Jawa, yakni sebesar 54 persen dengan perubahan dominan menjadi lahan perkampungan/pemukiman sebesar 69 persen dan kawasan industri sebesar 20 persen.

Menurut Badan Litbang Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat, sekitar 3,1 juta hektare (ha) atau 42% lahan sawah produktif dibayangi alih fungsi. 

Hal itu berkenaan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia yang kurang sensitif untuk menyediakan cadangan lahan pertanian.

Luas lahan sawah yang saat ini berkisar 8,1 juta ha cenderung menciut akibat konversi lahan. Bahkan, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, terjadi juga ahli fungsi lahan sawah menjadi perkebuhan sawit.

Tendensi alih fungsi lahan yang tinggi selama ini terjadi pada sebagian kabupaten kota di Indonesia. Jika aktivitas perekonomian di suatu wilayah semakin besar, maka permintaan terhadap lahan akan semakin tinggi.

Ketersediaan lahan yang relatif tetap akan mempertinggi kompetisi penggunaan lahan untuk berbagai alternatif penggunaan, seperti sektor perdagangan pemukiman, industri, maupun untuk pertanian. 

Dengan demikian, maka pemanfaatan lahan akan diprioritaskan pada yang bernilai kompetitif paling besar.

Sebuah penelitian yang dilakukan di Kabupaten Aceh Tamiang pada tahun 2014 yang lalu menunjukkan pengaruh alih fungsi lahan sawah dengan produksi padi di kabupaten itu.

Selain disebabkan meningkatnya pembangunan di Kabupaten Aceh Tamiang, alih fungsi lahan sawah juga dilakukan oleh masyarakat yang bergerak dalam usaha tani sawah. 

Alih fungsi lahan tersebut lebih nyata terlihat dari adanya keinginan masyarakat yang tadinya mengusahakan usaha tani sawah atas lahan yang mereka miliki menjadi lahan perkebunan kelapa sawit.

Dengan kata lain, ada sebagian sawah milik masyarakat yang beralih fungsi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit dan keputusan untuk melakukan alih fungsi lahan tersebut semata-mata disebabkan oleh inisiatif masyarakat yang bersangkutan sebagai pemilik lahan.

Bahwa luas lahan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Aceh Taming mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 luas lahan perkebunan kelapa sawit sebesar 18.043 hektar meningkat menjadi 18.142 hektar pada tahun 2010. 

Hingga tahun 2012 luas areal perkebunan kelapa sawit meningkat lagi hingga menjadi 18.661 hektar.

Sementara luas sawah di Kabupaten Aceh Tamiang pada tahun yang sama mengalami penurunan yang tergolong tinggi. Dari luas sawah 19.033 Ha di tahun 2006 mengalami penurunan hingga mencapai 18.455 Ha di tahun 2012 dan 16.488 hektar pada tahun 2013.  

Faktor-faktor yang mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian antara lain: faktor kependudukan, kebutuhan lahan untuk kegiatan non pertanian, faktor ekonomi (tingginya land renti), faktor sosial budaya, degradasi lingkungan, otonomi daerah dan lemahnya sistem perundang-undangan dan penegakan hukum (Law Enforcement) dari peraturan-peraturan yang ada.

Dalam penelitian tersebut, dengan menggunakan rumus persamaan trend, maka estimasi alih fungsi lahan sawah menjadi lahan perkebunan kelapa sawit adalah pada tahun 2014 sebesar 510,572, tahun 2019 diperkirakan alih fungsi lahan sawah menjadi lahan perkebunan kelapa sawit sebesar 700,512 hektar dan pada tahun 2024 sebesar 890,452 hektar.

Dengan demikian setiap tahunnya Kabupaten Aceh Tamiang mengalami alih fungsi lahan sawah rata-rata sebesar 80,95 hektar. 

Bahkan untuk lima puluh tahun yang akan datang atau pada tahun 2064 (cateris paribus), luas alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Aceh Tamiang diprediksikan akan mencapai 2.409,972 hektar.

Permasalahan yang ditimbulkan oleh akibat pergeseran atau alih fungsi lahan sawah ke areal perkebunan kelapa sawit akan berdampak pada terganggunya ketersediaan pangan. 

Apabila tingkat konsumsi beras masyarakat sebesar 139 kg/kapita/tahun, maka dengan jumlah penduduk Aceh Tamiang yang mencapai 264.420 jiwa pada tahun 2013, akan membutuhkan konsumsi beras setiap tahun sebesar 36.754,380 ton.

Berdasarkan data yang ada, produksi padi di Aceh Tamiang pada tahun 2013 mencapai 191.467,70 ton. Jika rendemennya 0,632, maka produksi beras di Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2013 adalah sebesar 121.007,586 ton. Dengan demikian, Kabupaten Aceh Tamiang mengalami surplus beras sebesar 84.253,206 ton pada tahun 2013 yang lalu.

Namun demikian, apabila melihat trend alih fungsi lahan pada periode tahun 2013-2024 yang mencapai sebesar 890,452 hektar, maka dampak yang terjadi terhadap produksi adalah hilangnya produksi gabah pada sepuluh tahun yang akan datang atau pada tahun 2024. 

Jika produktivitas pada tahun 2024 diasumsi tetap sebesar 5,90 ton/hektar, maka produksi gabah di Kabupaten Aceh Tamiang akan berkurang sebesar 5.253,667 ton dibandingkan tahun 2013 atau menjadi 186.214,033 ton pada tahun 2024.  

Dengan menggunakan rumus trend, jumlah penduduk Kabupaten Aceh Tamiang pada tahun 2024 juga akan bertambah bahkan diperkirakan mencapai 277.765 jiwa. 

Jika tingkat konsumsi beras masyarakat di Aceh Tamiang juga tidak mengalami penurunan, maka jumlah konsumsi beras juga akan meningkat dibanding dengan pada tahun 2013 yaitu menjadi 38.609,335 ton pada tahun 2024, atau dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa seiring dengan pertambahan jumlah penduduk maka dalam periode waktu sepuluh tahun yang akan datang kebutuhan beras di Kabupaten Aceh Tamiang juga akan meningkat sebesar 1.854,955 ton.

Dengan terjadinya pengurangan luas lahan sawah akibat alih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit dan terjadinya peningkatan tingkat konsumsi beras akibat bertambahnya jumlah penduduk. 

Maka apabila pengalihan fungsi lahan sawah ini tidak diantisipasi dan dikendalikan dari sekarang, dalam jangka panjang dampaknya akan menganggu kapasitas penyediaan pangan bahkan dapat menimbulkan kerugian sosial.

Permasalahan yang ditimbulkan oleh akibat pergeseran atau mutasi lahan sawah menjadi perkebunan kelapa sawit harus dilihat bukan saja berdasarkan dampaknya kepada produksi padi saja, tetapi perlu dilihat dalam perspektif yang lebih luas. 

Dampak yang lebih luas tersebut termasuk pengaruhnya terhadap kestabilan politik yang diakibatkan oleh kerawanan pangan, perubahan sosial yang merugikan, menurunnya kualitas lingkungan hidup terutama yang menyangkut sumbangan fungsi lahan sawah kepada konservasi tanah dan air untuk menjamin kehidupan masyarakat dimasa depan.

Dampak dari kehilangan lahan pertanian produktif adalah kehilangan hasil pertanian secara permanen, sehingga apabila kondisi ini tidak terkendali maka dipastikan kelangsungan dan peningkatan produksi padi akan terus berkurang dan pada akhirnya akan mengancam kepada tidak stabilnya ketahanan pangan. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun