Mohon tunggu...
YDanniel Saptono
YDanniel Saptono Mohon Tunggu... Administrasi - Introvert

Bio

Selanjutnya

Tutup

Diary

Filosofi Kentut

8 April 2023   03:30 Diperbarui: 8 April 2023   03:47 960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Pertama Penulis ingin minta maaf dahulu, karena dalam artikel ini sarat dengan kata "Kentut".

Siapa yang tidak pernah kentut? Kentut merupakan suatu kebutuhan. Bahkan jika seseorang tidak kentut sehari saja, perutnya akan begah dan orang itu akan khawatir, takut terjadi apa2 pada tubuhnya. Namun kenapa kita berpikir kalau kentut itu jorok? Menurut saya pribadi, karena bau nya. Kalau pun memang keluar dari (maaf) lubang pantat, jika tidak bau, saya rasa kita tidak akan merasa jorok.

Namun tahu kah Kompasianer, kalau banyak orang menyukai bau kentut miliknya sendiri?(dapat dibaca di sini . ) Tertulis disitu bahwa ada 2 alasan mengapa kita lebih menyukai kentut kita sendiri:1. karena kita lebih suka dengan apa yang kita kenal, dan 2. Kita secara naluri menghindari kentut orang lain untuk melindungi diri dari kemungkinan bahaya.

Dalam hal tersebut, saya berpikir Kentut ini adalah sebuah filosfi. Filosofi Kentut, dimana menggambarkan keegoisan manusia, dimana dia suka mencium bau kentutnya sendiri namun tidak dengan bau kentut orang lain. Dalam konteks lain, dimana seseorang menyukai pemikirannya sendiri dan menolak pemikiran orang lain, menyukai prestasi sendiri namun tidak dengan prestasi orang lain, dsb.

Namun yang saya pikirkan kemudian, Oke, mungkin kentut itu jorok, namun kentut adalah suatu kebutuhan, seperti yang saya bilang diawal. Bisa dibilang,kentut itu jorok tapi menyehatkan. Itulah yang saya pikirkan juga terhadap ke egoisan kita. Egois, memang sering kali merugikan seseorang, namun egois adalah bentuk pertahanan untuk diri kita juga, istilahnya, kita juga perlu keegoisan itu. Namun tentu  Egois dalam tahap yang wajar, seperti kalau kentut sekali dua kali mungkin orang lain akan memaklumi, namun kentut berkali-kali, bukankah kita sendiri yang menjadi malu? (kecuali kentut diam2 dan saling tuduh satu sama lain).

--YDanniels Jakarta,8 April 2023-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun