Mohon tunggu...
Kang Iping
Kang Iping Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Lupakan SMI, Selamatkan NKRI!

27 Juni 2017   21:43 Diperbarui: 28 Juni 2017   10:23 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  •  

Kata 'gebuk' sesaat yang lalu menjadi hit lagi, lama tak terdengar kata ini muncul saat presiden Jokowi menjamu beberapa pimpinan redaksi media massa  nasional di Istana Merdeka pada pertengahan bulan mei yang lalu. Kata 'gebuk' sempat menjadi fenomena saat digunakan oleh mantan presiden Soeharto dalam merespon para oposannya yang menuntut dirinya untuk tidak mencalonkan diri lagi sebagai presiden pada tahun 1997 lampau.

Lain halnya  dengan presiden Jokowi, kata 'gebuk' kembali dimunculkan saat isu sensitif tentang kebangkitan paham komunis, bahwa ia tak akan segan menggebuk jika PKI muncul lagi. Begitu juga dengan paham radikal dan intoleran, kata 'gebuk' kembali Jokowi gunakan dalam meredam gejolak yang ada dimasyarakat paska panasnya pilkada DKI lalu. Kata 'gebuk' di era Jokowi ditujukan bagi pihak-pihak yang yang ditengarai melanggar konstitusi dan anti Pancasila.

Jika kata 'gebuk' selama ini  digunakan untuk menetralisir keadaan yang berdampak membahayakan kewibawaan pemerintah dari segala bentuk ancaman diberbagai bidang kehidupan yang jauh dari nilai-nilai Pancasila , sepertinya kata 'gebuk' ini sangat cocok untuk mengatasi perekonomian kita. Seperti kita rasakan bahwa kondisi perekonomian bangsa saat ini sangat jauh dari harapan rakyat. Pertumbuhan ekonomi yang stagnan ditambah daya beli masyarakat yang semakin menurun serta semakin bertambahnya penduduk miskin di negeri ini, makin membuat perekonomian Indonesia dalam ketidakjelasan arah dan tujuannya. Dan kata 'gebuk' ini sangat cocok ditujukan kepada Tim Ekonomi Jokowi yaitu Darmin Nasution dan Sri Mulyani.

Ketidakmampuan Tim Ekonomi presiden Jokowi dalam merumuskan formula kebijakan ekonomi saat ini adalah penyebab perekonomian kita jalan ditempat. Sosok Darmin Nasution Menko Perekonomian dan Sri Mulyani sebagai Menkeu merupakan pihak yang harus bertanggungjawab atas kegagalan mendongkrak perekonomian bangsa Indonesia. Sebagai nakhoda perekonomian harusnya Darmin Nasition dapat membuat langkah-langkah yang strategis dalam upaya menyehatkan dan menggairahkan perekonomian melalui kebijakan-kebijakannya, namun apa mau dikata dirinya malah melempem, tidak bertaji, dan cenderung bingung dengan tugas dan jabatan yang diembannya. Belasan paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan hanyalah pepesan kosong tanpa ruh ekonomi yang berlandaskan Nawacita dan Trisakti yang dicanangkan presiden. Cukup pantas jika Darmin Nasution dicopot dari Menko Perekonomian karena kinerjanya jauh dari kata memuaskan.

Masalahnya jika Darmin Nasution dicopot siapakah yang layak menjadi penggantinya, jika Sri Mulyani yang dipercaya menggantikan, itu sama saja seperti keledai yang jatuh dilubang yang sama. Bagaimana bisa percaya Sri Mulyani, kedua orang ini adalah satu paket agen neolib yang telah lama bercokol dinegeri ini. Jabatan Menkeu yang saat ini disandang Sri Muyani pun tak lepas dari pengaruh lobi sang master neolib dunia. Adapun selama ia menjabat sebagai Menkeu sampai saat ini, dirinya juga tidak memberikan kontribusi yang nyata dalam perekonomian negara. Kebijakannya yang hanya mengandalkan pajak dan hanya pajak saja tanpa inovasi yang out of the box. Belum lagi tabiatnya yang kecanduan akan hutang luar negeri makin membuat tidak stabilnya neraca keuangan negara dan kewibawaan presiden Jokowi anjlok dimata rakyatnya. Ditambah lagi dengan kasus Bank Century yang merugikan negara trilyunan rupiah yang melibatkan dirinya menjadi catatan buruk bagi Sri Mulyani jika terus dipertahankan. Keberpihakan Sri Mulyani terhadap para kapitalis dan pihak asing sangatlah jauh dari Nawacita dan Trisakti yang dikumandangkan presiden Jokowi sebagai landasan berbangsa dan bernegara. Hal ini jelas-jelas sangatlah bertentangan dengan fasafah Pancasila yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sebagai agen neolib dan penganut mahzab konsensus Washington, Sri Mulyani tidak segan-segan menyelipkan agenda terselubung tuan besarnya dengan dalih menyelamatkan neraca keuangan Indonesia yang sampai saat ini sekarat akibat hutang luar negeri yang terus menumpuk. Padahal hutang-hutang luar negeri yang menumpuk ini buah dari kebijakannya saat ia menjabat di era pemerintahan SBY lalu dan sekarang. Hadirnya Sri Mulyani sebagai menteri perekonomian maupun keuangan pada periode lalu dan saat ini, selalu membuat bangsa ini tergantung akan hutang. Inilah hidden agenda dan pengkondisian yang diciptakan Sri Mulyani agar bangsa ini terus menerus berada dalam kondisi perekonomian yang tak pasti, sehingga mau tidak mau berharap datangnya bantuan IMF dan Bank Dunia sebagai penyelamat keuangan dimana Sri Mulyani merupakan anak emasnya. Hal ini jelas bertentangan dengan Nawacita dan Trisakti yang Jokowi inginkan, menjadikan bangsa ini tidak mandiri dan takluk terhadap kekuatan asing.

Dengan kondisi seperti ini, jangan berharap bangsa Indonesia bisa maju, jika sudah dalam cengkraman neolib maka mereka tak akan membiarkan bangsa ini lepas dari tangannya. Kemandirian sebuah bangsa akan punah, tidak ada lagi harapan untuk nenjadi negara berdaulat. Mereka akan mengeruk dan menghisap segala sumber daya yang kita punya sampai habis, hingga pada akhirnya kita tersadar bahwa kita sudah tidak punya apa-apa lagi untuk dibanggakan.

Sebelum ini terjadi, sudah saatnya kita mengambil sikap tegas, dengan menjadikan Sri Mulyani sebagai ancaman buat bangsa ini. Sosok yang dapat membahayakan kelangsungan negara Indonesia dan anti Pancasila. Jangan memberikan ruang sedikitpun, apalagi peran yang sangat strategis seperti Menko Perekonomian maupun peran-peran lainnya sebagai menteri di pemerintahan Jokowi. Kehadirannya telah terbukti menggerogoti pemerintahan dan membuat rakyat Indonesia sengsara akibat ulahnya, tanpa disadari Sri Mulyani juga merupakan ancaman serius presiden Jokowi dalam menatap pilpres 2019 nanti.

Sekaranglah saat yang tepat bagi presiden Jokowi menggunakan kata 'gebuk' karena ancaman yang sesungguhnya bagi bangsa ini dan dirinya sudah nyata didepan mata, yakni Sri Mulyani. Saatnya presiden Jokowi gebuk Sri Mulyani dan antek-antek neolib lainnya, dengan tidak memberi peran dan ruang dipemerintahannya. Karena tidak ada tempat untuk pengkhianat bangsa yang tega menjual bangsa dan negaranya sendiri. GEBUK!!! SELAMATKAN NKRI!!! LUPAKAN SMI!!!

Wassalam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun