Apa itu Kartin1?
Bagi sebagian masyarakat mungkin banyak yang belum mengetahui apa itu Kartin1. Hal ini sangat wajar dipertanyakan dikarenakan kurangnya informasi dan sosialisi tentang kartu ini yang katanya mampu mengintegrasikan identitas mulai dari e-KTP, SIM, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), keanggotaan BPJS, e-Toll, Kartu Debit, Kartu Kredit bahkan sampai Paspor, hebat bukan?
Kartin1 adalah Kartu Indonesia 1 sebuah kartu yang diharapkan menjadi Single Identity Number untuk kelancaran berbagai program pemerintah dan dirancang memberi kemudahan pada masyarakat dalam urusan administrasi. Dan tepatnya pada 31 Maret 2017 kemarin, platform Kartin1 diperkenalkan oleh Menkeu Sri Mulyani bersama DirJen Pajak bertepatan dengan penutupan program Tax Amnesty.
Namun dibalik kegunaannya yang multifungsi tersebut, terdapat banyak kendala dan disinyalir rawan akan nuansa penyelewengan bahkan terindikasi adanya korupsi dalam pelaksanaannya nanti. Hal ini bisa dilihat dari Mega Korupsi proyek e-KTP yang sangat merugikan negara hampir 2,3 trilyun rupiah. Siapa yang bisa menjamin proyek Kartin1 ini tidak dikorupsi? Apalagi jika nanti kartu ini bisa berfungsi untuk transaksi digital perbankan, jelas masyarakat yang akan terbebani charge-nya.
Yang cukup mengherankan adalah peluncuran ini bertepatan dengan selesainya program Tax Amnesty yang dinilai banyak pihak tidak memenuhi target yang diharapkan. Seolah kehadiran Kartin1 bisa disebut sebagai bentuk pengalihan atas kegagalan Sri Mulyani sebagai Menkeu dalam pelaksanaan program Tax Amnesty lalu. Apalagi katanya ada ekstensifikasi pajak dalam penerapan Kartin1 nanti.
Dengan dalih Dirjen Pajak hanya membuat platformnya saja, dan proses pengadaan kartunya oleh masyarakat atau pihak-pihak yang ingin bergabung dalam platform Kartin1, namun bukan tidak mungkin kerawanan akan korupsi dalam proyek ini bisa melebihi Mega Korupsi e-KTP yang sampai saat ini menyeret nama-nama besar tokoh-tokoh politik Indonesia.
Seharusnya Menkeu Sri Mulyani lebih fokus mencari cara bagaimana mempercepat pertumbuhan ekonomi yang diingini oleh Presiden Jokowi bukannya hanya heboh soal pajak saja yang ujung-ujungnya rakyat juga yang terbebani dan target pajak sesungguhnya adalah pengusaha-pengusaha besar malah nyaman-nyaman saja.
Miskinnya inovasi dan kurangnya terobosan-terobosan Sri Mulyani sebagai Menkeu, sangatlah membebani pemerintahan Presiden Jokowi. Berbagai kebijakan yang salah arah dan cenderung membebani rakyat membuat perekonomian Indonesia berjalan lambat. Hal ini membuat kredibilitas Presiden Jokowi dalam mengelola negara ikut terseret dengan adanya ketidakpuasan dan makin menurunnya tingkat popularitas Jokowi dimata masyarakat. Rendahnya daya beli dan meningginya beberapa kebutuhan pokok membuat berkurangnya rasa kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Bukan tidak mungkin lambatnya perekonomian Indonesia saat ini adalah salah satu bentuk cara halus untuk menjatuhkan popularitas, agar tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Jokowi menghilang. Apalagi 2019 nanti pilpres sudah didepan mata, banyak pihak yang berhasrat untuk mecoba mencicipi empuknya kursi RI1 di medan merdeka itu.
Kembali lagi tentang Sri Mulyani. Menyoal tentang Kartini1 yang diluncurkan baru-baru ini dan sarat akan aroma penyelewengan dan berpotensi merugikan negara seperti kasus e-KTP, ada korelasinya dengan Sri Mulyani sebagai Menkeu yang bertanggung jawab terhadap kebijakan ini. Sebagai orang yang terlibat langsung dalam proses Kartin1, diharapkan mampu mengeliminir potensi-potensi tersebut. Jangan sampai proyek Kartin1 ini dijadikan sebagai sarana untuk memuluskan sebuah agenda yang sudah terpendam lama demi keinginan pribadinya dengan memanfaatkan fasilitas negara dengan dalih program Kartin1.
Apalagi nama program Kartin1 diambil berdasarkan nama tokoh pahlawan wanita R.A Kartini, seorang tokoh wanita Indonesa yang terkenal dengan pernyataan “ Habis Gelap Terbitlah Terang ”. Mungkin saja Sri Mulyani mengharapkan dengan program Kartin1, ia bisa menjadi the next R.A Kartini. Yaitu dengan cara menjadi orang satu di negeri ini, dengan kata lain menjadi RI1 pada 2019 nanti.
Kenapa tidak? Bukankah pada pilpres 2014 yang lalu namanya santer terdengar dalam bursa capres potensial? Dan bahkan Sri Mulyani pun sudah menyiapkannya sejak tahun 2011 dengan adanya Partai Serikat Rakyat Independen (SRI)sebagai perahu untuk membawanya berlabuh sebagai RI1 pada 2014 lalu.
Namun pada waktu pilpres 2014 lalu, Sri Mulyani walaupun dianggap salah satu capres potensial dikarenakan jabatannya yang pada waktu itu adalah Direktur Pelaksana Bank Dunia, tetapi dirinya terganjal dengan kasus yang melekat pada dirinya, yaitu Mega Skandal Bank Century. Publik masih belum lupa dengan dugaan keterlibatannya dalam mega skandal tersebut yang merugikan negara hampir 6,7 trilyun rupiah pada tahun 2008. Dimana pada saat itu ia menjabat sebagai Menteri Keuangan dengan SBY sebagai presidennya.
Dengan adanya halangan tersebut pada 2014 lalu, diduga Sri Mulyani saat ini sedang menghimpun kekuatan untuk terus memelihara hasratnya menjadi RI1 pada 2019 nanti. Adanya tokoh-tokoh politik lama yang terus mendorongnya membuat Sri Mulyani semakin pede menatap 2019. Hal ini bisa dilihat dari Wikipedia tentang Partai Serikat Rakyat Indonesia (SRI). Beberapa mediapun mengelu-elukan kehadirannya bak pahlawan saat dirinya dipercaya Presiden Jokowi untuk menjabat sebagai Menteri Keuangan yang baru. Seolah-olah jabatan sebagai direktur pelaksana World Bank adalah oase bagi perekonomian Indonesia. Berita-berita tentang dirinya terbungkus rapi dengan catatan-catatan prestasi yang telah diperbuatnya selama berkelana dinegeri orang. Namun apa yang terjadi, hingga saat ini Sri Mulyani belum mampu menunjukkan kinerjanya dalam memenuhi target yang diingini oleh Presiden Jokowi. Kebijakannya yang cenderung tidak pro rakyat membuat bangsa ini semakin sulit melangkah maju dalam perekonomian.
Sebaiknya Sri Mulyani saat ini harusnya lebih fokus dalam membuat kebijakan yang mampu membawa target pertumbuhan 5,4 – 6,1 persen seperti apa yang diingini oleh Presiden Jokowi. Buatlah terobosan-terobosan yang out of box, penuh inovasi agar perekonomian kita kembali bergairah. Pendamlah hasrat politiknya untuk menjadi orang nomor 1 dinegeri ini, karena bagaimana menjadi mau RI1 jika ia sendiri tidak mampu merealisasikan tugas-tugas yang diamanahkan oleh Presiden kepadanya. Percuma saja jabatan mentereng yang pernah disandangnya, jika dirinya tidak dapat memberi solusi yang baik bagi bangsa ini.
Dan untuk program Kartin1, alangkah lebih baik jika e-KTP yang saat ini sudah berjalan dibereskan kembali, biarkan semuanya diintegrasikan ke dalam e-KTP yang sudah ada dengan perbaikan dan penyempurnaan didalamnya. Jangan jadikan program Kartin1 sebagai sarana memuluskan hasrat politik pribadi yang akan membuat negara ini mengalami kerugian sangat besar seperti kasus e-KTP, Century dan kasus-kasus mega korupsi lainnya. Karena rakyat pula yang akan menanggung deritanya bukan anda yang mungkin bisa mengembara ke negeri orang lagi jika memang akan terjadi kasus serupa.
Jangan sampai pernyataan R.A Kartini dengan “ Habis Gelap Terbitlah Terang “ dinodai dengan program Kartin1 menjadi “ Habis Gelap Terbitlah Kehancuran “.
Wassalam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H