Setelah menunggu beberapa waktu, akhirnya seorang kawan mengirimkan beberapa paragraf komentar kumpulan cerita pendek yang akan terbit di bulan Februari ini.Â
Pemilihan judul "Menua Bersama Senja" merangkai dengan manis cerpen-cerpen ini. Alexander J Smalley dari University of Exeter Medical School, Inggris dan Mathew P White dari University of Vienna, Austria dalam penelitian berjudul "Beyond Blue-sky Thinking: Diurnal Patterns and Ephemeral Meteorological Phenomena Impact Appraisals of Beauty, Awe, and Value in Urban and Natural Landscapes" menyebut peristiwa matahari terbenam atau senja sebagai peristiwa efemeral (sementara) yang bermanfaat (Kompas.id, 31 Januari 2024). Demikian pula, George William Burns, psikolog klinis sekaligus Direktur Milton H Erickson Institute of Western Australia, mengatakan bahwa momentum matahari terbenam sebagai salah satu fenomena efemeral yang bisa digunakan untuk terapi psikologis.
Tanpa bermaksud menyangkal apa yang ia katakan, tetapi sejujurnya pemilihan judul Menua Bersama Senja seperti yang saya usulkan ke penerbit adalah sebuah refleksi atas perjalanan panjang meniti lorong-lorong kehidupan. Kumpulan cerpen ini ditulis dalam rentang waktu hampir dua puluh tahun. Sebuah ukuran kepenulisan yang sungguh tidak produktif. Itulah sebabnya, Menua Bersama Senja cukup mewakili di hampir seluruh kisah yang berjalan secara kronologis. Total ada tujuh belas cerpen yang saya simpulkan dalam satu buku, kumpulan cerpen perdana.Â
Pemilihan kata Senja yang mengandung makna keindahan, meski sementara, menunjukkan hakikat dari sebuah kebahagiaan yang senyatanya hanyalah sekejap saja. Tapi, karena sifatnya yang indah meski sebentar itu justru dirindukan banyak orang. Lihatlah senja di Kuta, Bali. Semua orang ingin menikmati tenggelamnya matahari dengan sinar merah kekuningan, berlapis awan yang putih keperak-perakan.  Harapan saya, Senja yang dinantikan banyak orang itu adalah senja yang membahagiakan.Â
Kawan itu pun meneruskan tulisannya:
Dalam kumpulan cerpen ini pula, Budi mengajak kita semua untuk menikmati kisah-kisah kehidupan yang terlewatkan dalam buaian senja. Kalaupun Budi memilih kata menua, mungkin lebih sebagai visi dia ke depan.
 Sementara, seorang kawan lain yang adalah seorang ibu rumah tangga, memberi komentar singkat, namun padat:
"Menua Bersama Senja" adalah sebuah kumpulan cerpen yang mengajak pembaca untuk merenung dan menyusuri perjalanan panjang kehidupan melalui berbagai kisah yang penuh warna. Beberapa cerita mengajak pembaca untuk bernostalgia dengan suasana yang sudah tidak bisa ditemui saat ini. Buku kumpulan cerita ini asyik untuk dibaca menemani waktu minum teh.
Dalam pembacaan seorang penggiat budaya, kumpulan cerpen Menua Bersama Senja diumpamakan seperti peziarah yang sedang berkelana:
Buku kumpulan cerpen Mas Budi ini mengajak kita berkelana dalam perjalanan santai menyehari seperti halnya kita ke warung dan taman bunga dekat rumah, sekaligus mengajak kita ikut mengarungi riuh ke penjuru pelosok yang mendebarkan. Pengalaman-pengalaman disampaikan dengan bahasa yang ringan cocok untuk kawan minum kopi dan pengantar tidur, namun juga penuh renungan mendalam tentang kehidupan yang dibingkai oleh waktu. Buku ini menyadarkan kita tentang waktu, yang menemani rona kebudayaan manusia sejak 'fajar' evolusi Homo Sapiens kita manusia modern hingga 'senja'-nya kelak.
Terima kasih. Terima kasih untuk semua kawan yang membaca terlebih dahulu dummy cerpen-cerpen Menua Bersama Senja ini.
Salam Anak Senja
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H