Pagi ini, si anak sulung yang masih umur 5 tahun, tiba-tiba bertanya, "Ayah, masih kerja online?"
Tiga detik saya terdiam. Entah apa yang "merasukinya", sehingga pagi persis setelah dia bangun, menanyakan perihal pekerjaan ayahnya. Meretret aktivitas beberapa hari lalu, terutama sejak himbauan pemerintah semakin keras, saya memulai aktivitas bekerja dari rumah atau work from home (WFH). Terlintas dalam benak saya, melalui alam bawah sadar si sulung, bahwa biasanya sang ayah hanya di rumah saat weekend. Selebihnya, tentu bekerja di kantor.
Tetapi, memang sejak wabah Covid-19 semakin meluas, musuh tak kasat mata ini, telah mengubah banyak hal, terutama habitus keseharian kita. Covid-19 ini mendisrupsi kebiasaan-kebiasaan yang (bisa jadi) sudah menjadi budaya kita. Banyak orang protes karena bersalaman yang sudah mentradisi tiba-tiba dibatasi (bahkan dilarang). Bentuk kebersamaan dalam rupa berkumpul, kongkow, ngopi-ngopi sambil bicara dari hal yang biasa, basa-basi, hingga serius, mendadak dibatasi.
Terlebih disrupsi ini berlanjut ke area keintiman personal manusia dengan Tuhannya. Tempat-tempat ibadah secara massif berjarak secara fisik, tetapi hadir lebih dekat melalui channel youtube, dan media sosial lainnya. Ruang-ruang peribadatan menyepi; dan para pimpinan ibadah terus bertahan menjaga relung-relung iman yang semakin dalam.
Tak kalah hebatnya, para dokter, perawat, dan tenaga medis, serta seluruh masyarakat bahu-membahu tanpa kenal lelah, berjibaku membantu, merawat, menemani para pasien terdampak Covid-19. Berhari-hari hingga berminggu-minggu mereka tidak pulang, tepatnya tidak berani pulang ke rumah, bukan saja karena mereka mencintai pelayanan kepada para pasien, tetapi juga besarnya cinta mereka kepada anggota keluarga yang lain supaya tetap terjaga kesehatannya.
Terima kasih untuk pelayanan dan pengabdiannya yang luar biasa.
 Para guru juga mendadak "dipaksa" mahir membuat video explanner, tutorial online, pembelajaran jarak jauh, dan semacamnya agar para siswa yang belajar di rumah tetap bisa mendapatkan haknya. Kerja keras dan etos belajar dari para guru tentu patut diapreasiasi. Termasuk pula para orangtua yang dengan gagah perkasa menjadi guru-guru yang hebat saat mendampingi belajar anak-anaknya. Salute! Gracias!
Beberapa hari lalu, saya memulai rapat-rapat melalui teleconference, termasuk di sela-sela aktivitas lainnya adalah interview kandidat pegawai melalui teleconference. Di jam-jam aktivitas bekerja online itulah yang dilihat si sulung setiap hari. Ia memahami hal baru di mana ayahnya bekerja tidak selalu saat di kantor. Uniknya, saat ia melihat saya berelaksasi, dan waktu sudah menunjukkan pukul 15.00, si sulung mulai mendekat, menarik-narik tangan saya, dan mengajak bermain bola.
... Dan, akhirnya saya pun menjawab pertanyaan si sulung dengan singkat: "Iya. Masih!"
Â
#Jagasehat #tetapdirumah #dirumahsaja
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H